LAPORAN OBSERVASI
PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM
DI MI MA’ARIF
NU 1 PANCASAN DAN TPQ ‘USYSYAQIL
QUR’AN BAITURRAHMAN AJIBARANG KULON
Disusun untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Terstuktur Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Affandi, S.Ag., M.Si.
Oleh:
Heni Rakhmawati
(1423305195)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pendidikan merupakan pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya karena melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian maka akan timbulah suatu pengetahuan ataupun keterampilan seseorang.
Pendidikan sering terjadi dibawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak, tetapi kebanyakan dari orang sekarang adalah
dengan cara dibimbing oleh orang lain agar anak dapat cepat mengetahui bakatnya
dan pengetahuannya.
Sedangkan pendidikan Islam sendiri berasal
dari gabungan tiga istilah yaitu “tarbiyah, ta’lim dan ta’dib” yang mengandung
makna mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam
hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Pendidikan Islam juga
sebagai suatau proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang disesuaikan dengan fungsi
manusia umtuk beramal di dunai dan
memetik hasilnya di akhirat. Jadi, pada intinya pendidikan Islam
merupakan proses mencari ilmu maupun pengetahuan dan terbentuknya kepribadian
menurut ukuran-ukuran Islam dan saling berhubungan dengan Tuhan, kemudian
manusia dapat memetik hasilnya di akhirat.
Dengan adanya pendidikan maka
membutuhkan sebuah lembaga-lembaga, sebenarnya pendidikan dapat dibagi menjadi
pendidikan formal, non-formal, dan in formal. Untuk pendidikan formal maka
membutuhkan sekolah yaitu wadah atau tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar yang paling utama dan juga sebagai tumbuhnya bakat atau minat seseorang
yang ditimbulkan karena adanya latihan atau pengalaman. Dalam proses belajar
seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan alat
inderanya agar dapat diarahkan pada tercapanya pemahaman yang lebih luas dan
mendalamnya mengenai proses perubahan. Sedangkan untuk pendidikan non-formal
dapat dilakukan di pesantren maupun TPQ yang didalamnya dapat diajarkan
berbagai pengetahuan tentang agama Islam maupun lainnya sehingga seseorang
dapat seimbang perkembangannya karena adanya sekolah dan pesantren atau TPQ.
Di dalam lembaga pendidikan maka
adanya pendidik dan peserta didik juga sarana prasarana lainnya. Tugas pendidik
adalah menyampaikan pengetahuan pada peserta didik sehingga peserta didik
selalu berkembang ke arah yang positif, namun pada saat ini pendidik hanya
memberikan pengetahuan saja sehingga tujuan peserta didik itu hanya sekedar
ingin mendapatkan pengetahuan sebagai konsekuensinya maka peserta didik
cenderung pasif karena hanya menerima infromasi yang diberikan oleh gurunya
saja. Jadi, pendidik secara tidak langsung memegang peranan penting dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas, peran pendidik menjadi kunci
keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Dalam sebuah pendidikan maka adanya
problematika pendidikan Islam, problematika mungkin saja karena kesulitan yang
sering dihadapi oleh pendidik. Dan minat dari peserta didik untuk belajar juga
kurang karena model atau metode yang digunakan oleh pendidik belum menarik,
maka penulis melakukan observasi di lembaga formal maupun non-formal agar dapat
mengetahui yang sebenarnya tentang problematika atau masalah pendidikan Islam.
PEMBAHASAN
I.
PENDIDIKAN
FORMAL
A.
MI
MA’ARIF NU 1 PANCASAN
MI MA’ARIF NU 1 PANCASAN merupakan
salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di Kecamatan Ajibarang, lebih
tepatnya Jalan Blabursari Pancasan, Ajibarang Kulon, Ajibarang, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. Sekolah ini juga seperti sekolah yang pada umumnya,
yaitu mengajarkan kepada pendidik tentang pelajaran yang umum maupun Islam
sehingga peserta didik dapat seimbang mendapatkan pengetahuannya. Jadi peserta
didik tidak hanya menerima pelajaran dengan pengetahuan umum namun juga dapat
mengetahui pengetahuan tentang agama Islamnya.
Visi dan Misi
MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Visi : Terwujudnya Peserta Didik yang Unggul dalam Iman dan Taqwa serta
Unggul dalam Pengetahuan dan Teknologi.
Misi :
-
Mewujudkan Pembelajaran dan Pembiasaan dalam
Mempelajari Al Qur-an dan Menjalankan dalam Pengetahuan dan Teknologi.
-
Mewujudkan Pembentukan Karakter Islami yang
Mampu Mengaltualisasikan Diri dalam Masyarakat.
-
Menyelenggarakan Pendidikan yang Berkualitas
dalam Pencapaian Prestasi Akademik.
-
Mengaktualisasikan Diri dalam Masyarakat.
B.
Keadaan Kelas
dan Peserta didik di MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Keadaan kelas di MI MA’ARIF NU 1
PANCASAN sangat rapi karena dihiasi dengan dinding-dinding yang ditempeli
media-media pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar dengan nyaman dan
kondusif karena terbantu oleh pendidik yang bertindak sebagai fasilitator dan
media sebagai penunjangnya.
Menurut penulis di MI MA’ARIF NU 1
PANCASAN sudah diterapkan adanya peranan pendidik, kehadiran pendidik dalam
proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting.
Peranannya dalam proses belajar mengajar belum dapat digantikan oleh mesin,
radio, tape recorder ataupun mesin komputer yang paling modern sekalipun.
Namun, alat-alat teknologi tersebut diciptakan untuk mempermudah atau membantu
jalannya proses belajar mengajar. Setiap pendidik juga harus memiliki kemampuan
profesional dalam bidang proses belajar-mengajar atau pelajaran, dengan
kemampuan tersebut maka guru dapat melaksanakan pernannya yaitu sebagai
fasilitator salah satunya yang dapat diartikan sebagai penyedia
kemudahan-kemudahan bagi peserta didik atau peserta didik untuk melakukan
kegiatan belajar-mengajar.[1]
Sebagai fasilitator, pendidik juga
harus mengembangkan pembelajaran aktif. Pembelajaran seperti ini akan
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ada
empat komponen utama pembelajaran aktif yang harus dipahami pendidik yaitu
pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi.[2]
Namun, pada dasarnya pendidik tidak
hanya sebagai fasilitator tetapi juga dapat sebagai pembimbing yaitu pendidik
harus memfungsikan dirinya sebagai penunjuk jalan yang benar dalam pertumbuhan
dan perkembangan yang teapt dari anak didik dengan mendorong dan mingkatkan
potensi kejiwaan dan jasmaninya, agar usaha bimbingan yang dilakukan itu
berhasil maka pendidik perlu mempergunakan berbagai metode yang sesuai.
Pendidik juga sebagai pemimpin,
pendidik harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan ide-ide yang perlu
dikembangkan di kalangan anak didiknya. Sistem kepemimpinan yang dapat
menggerakan minat, gairah, serta semangat belajar peserta didik melalui metode
apapun yang sesuai dan efektif. Selanjutnya pendidikpun juga harus bisa sebagai
pendidik yaitu pendidik harus mampu menempatkan dirinya sebagai pengarah dan
pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal
yang dapat peserta didik capai. Dengan demikian, pendidik bukan hanya
memompakan ilmu pengetahuan ke dalam jiwa peserta didik melalui kecerdasan
otaknya, akan tetapi juga harus mampu mengarahkan ke mana seharusnya bakat dan
kemampuan masing-masing peserta didik itu dikembangkan.[3]
C.
Model
Pembelajaran yang diterapkan di MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Di MI Ma’arif NU 1 Pancasan ada
beberapa pelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran dengan index card
macth, ada juga yang menggunakan strategi everyone
is teacher here yaitu suatu strategi yang memberi kesempatan kepada setiap
peserta didik untuk bertindak sebagai “pengajar” terhadap peserta didik
lainnya, jadi peserta didik disini dapat juga mengajarkan kepada peserta didik
lainnya agar dapat memahami satu sama lainnya. Peserta didik tidak hanya
menjadi pendengar setia dari pendidik namun juga dapat menjadi pendidik bagi
peserta didik lainnya. Kemudian juga menggunakan stategi jigsaw, namun tidak
semua mata pelajaran memakai model pembelajaran. Dan untuk MI Ma’arif NU 1
Pancasan lebih sering menggunakan metode ceramah yang biasa dilakukan oleh
guru-guru lainnya.
Pembelajaran yang seperti ini
memang sudah benar dengan adanya pembelajaran yang berpusat kepada peserta
didik (student-centered learning) karena
peserta didik tidak akan belajar apabila dalam kondisi pasif, namun peserta
didik akan belajar apabila ia diberi kesempatan aktif berbuat berbuat dalam
proses pembelajaran. Orientasi belajar yang berpusat pada peserta didik pada
akhirnya memengaruhi pendekatan dalam pembelajaran, yaitu menjadi pendekatan
belajar aktif (active learning approach).[4]
D.
Kesulitan atau
Kendala-kendala dalam Menggunakan Model Pembelajaran
Kesulitan yang dialami oleh para
pendidik di MI Ma’arif NU 1 Pancasan adalah cepatnya peserta didik bosan
apabila menggunakan metode ceramah dan juga sukar mengontrol pemahaman peserta
didik karena metode ceramah cenderung menganggap peserta didik paham semua
namun belum tentu semua peserta didik menyerap atau paham dengan materi yang
disampaikan oleh pendidik.
Dalam menciptakan situasi agar
kegiatan pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien pendidik perlu
mempertimbangkan secara strategis agar dapat diwujudkan situasi yang kondusif,
yang memungkinkan proses interaksi berlangsung dengan baik. Dalam situasi
demikian senantiasa perlu diupayakan agar:
1.
Peserta didik senantiasa menaruh minat dan
perhatian.
2.
Peserta didik turut serta secara efektif dalam
pengalaman belajar.
3.
Pendidik memberikan pengalaman yang terpadu
dalam proses belajar.
4.
Timbulnya dorongan yang positif pada diri
peserta didik untuk belajar.
Pengalaman belajar peserta didik
dengan mempergunakan sebanyak mungkin alat indra yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
Yang kita ingat:
10%
20%
30%
50%
70%
90%
Jadi dapat disimpulkan kita belajar 10% dari apa yang kita baca,
20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita
lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita
katakan dan lakukan.[5]
Hal ini dapat menunjukan bahwa jika pendidik mengajar dengan banyak
ceramah maka peserta didik hanya akan mengingat 20% saja karena peserta didik
hanya mendengarkan dan juga peserta didik akan lebih cepat bosan karena hanya mendengarkan
saja. Namun sebaliknya, apabila pendidik meminta siswa untuk melakukan sesuatu
dan melaporkannya maka peserta didik akan mengingat sebanyak 90%. Disini
pendidik seharusnya lebih kreatif mengembangkan strategi maupun model
pembelajaran yang akan dilakukan saat kegiatan belajar mengajar sehingga
peserta didik tidak akan cepat bosan dan hanya menangkap beberapa materi
pelajaran saja tetapi sebaliknya peserta didik diharuskan untuk melakukan
sesuatu dalam materi pelajaran tersebut yang kemudian dipaparkan bersama
teman-temannya maka akan lebih banyak menangkap materi yang diajarkan oleh
pendidik. Maka pendidik dapat dikatakan berhasil dalam mengajarkan suatu materi
pelajaran kepada peserta didik tersebut.
E.
Kemampuan
Peserta Didik dan Prestasi Belajar Peserta Didik dengan Adanya Model
Pembelajaran
Rata-rata kemampuan peserta didik
dalam menerima materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tentunya
lebih dari 80% melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kemudian untuk
prestasi belajar peserta didikpun meningkat setelah diterapkannya model-model
pembelajaran karena dengan adanya model-model pembelajara maka pendidik maupun
peserta didik lebih dapat berekspresi maupun lebih kreatif dalam mengembangkan
bakat maupun minatnya sehingga peserta didik lebih dapat meningkat prestasinya.
F.
Problematika
Pendidikan Islam di MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Problematika yang terdapat di MI
Ma’arif NU 1 Pancasan tidak lebih hanya pada model pembelajaran yang digunakan
saja namun juga pendidik yang kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional
pendidikan, jadi pendidik atau guru itu hanya sebatas pilihan terakhir sehingga
pendidik kurang keinginannya agar menjadi pendidik yang memiliki kualitas yang
baik.[6]
Pendidik disini juga kurang dalam hal strategi ataupun model-model pembelajaran
yang akan digunakan sehingga para peserta didikpun mudah bosan dengan
model-model tersebut, padahal banyak sekali yang dapat dilakukan agar pendidik
dapat mengkreatifkan model pembelajaran. Mungkin awalnya pendidik harus
mengikuti pelatihan-pelatihan ataupun seminar sehingga akan menambah wawasan
tentang apa saja yang berhubungan dengan strategi maupun model pembelajar yang
dapat diterapkan pada saat proses belajar mengajar.
Sarana dan fasilitas dalam
pendidikan agama membutuhkan laporatorium agama di samping masjid yang
dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang membawa peserta didik untuk lebih
menghayati agama, misalnya video yang bernapaskan keagamaan, musik dan nyanyian
keagamaan, syair, puisi keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, dan
foto-foto yang bernapaskan keagamaan sehingga dapat merangsang emosional
keberagaman peserta didik.[7]
II.
PENDIDIKAN
NON-FORMAL
1.
Taman
Pendidikan Al-Qur’an Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an
Baiturrahman Ajibarang Kulon merupakan salah satu lembaga pendidikan non-formal
yang berada di Ajibarang kulon yaitu berada di Jln. Bangsadrana, lembaga
pendidikan non-formal ini pun seperti lembaga pendidikan non-formal lainnya,
yaitu ada ustadz dan ustadzah yang mengajarkan cara membaca Al-Quran dan
menghafalkan Al-Quran (mengucapkan)nya dengan lafadz yang benar. Dan juga
mengajarkan tentang menulis huruf-huruf hijaiyah yang benar dan baik.
Pendidikan non-formal ini sangat diinginkan oleh para orang tua di lingkungan
sekitarnya karena pada dasarnya orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi
anak yang pintar dalam hal umum (pengetahuan) maupun dalam hal agama agar dapat
menjadi anak yang berguna untuk bangsa maupun untuk dirinya sendiri dalam
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2.
Keadaan
Ruangan di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Keadaan ruangan untuk tempat
mengajar yaitu seperti tempat pendidikan Al-Quran pada umumnya, yaitu ruangan
yang hanya ada meja sebagai tempat untuk membuka Al-Quran dan membaca Al-Quran,
yang kemudian menggunakan papan tulis sebagai alat untuk menulis, selanjutnya
dibagian depan ada tulisan yanbu’a yang digunakan untuk membaca bersama-sama
setelah pengajian selesai.
3.
Proses Belajar
di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Proses belajar dilakukan setelah
adzan ashar yaitu sekitar pukul 15.30 WIB, anak-anak biasanya langsung menuju
ke TPQ untuk belajar tentang Al-Quran. Kemudian ustadz-ustadzah datang ke
tempat tersebut dan langsung membuka pembelajaran pada sore itu, selanjutnya
anak-anak membaca doa bersama diteruskan dengan hafalan surat hari kemarin.
Setelah itu, anak-anak diberi waktu 10-15 menit untuk membaca Al-Quran sebelum
disetorkan ke ustadz ataupun ustadzah. Setelah 10-15 menit, ustadz-ustadzah
memberikan kesempatan kepada anak-anak siapa yang siap menyetorkan bacaan
Al-Qurannya sampai semuanya menyetorkan kepada ustadz-ustadzahnya. Namun, dalam
seminggu ada dua hari untuk menyetorkan hafalannya agar anak-anak dapat terus
menghafalkan suratan-suratan pendek. Setelah pembelajaran selesai kemudian
diakhiri dengan doa penutup bersama dan anak-anakpun langsung berhamburan untuk
pulang kerumah masing-masing.
4.
Yang diajarkan
di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Anak-anak yang belajar di TPQ
Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon belajar tentang membaca
Al Qur’an, menghafalkan suratan-suratan pendek kemudian ada pula menulis huruf
hijaiyah. Untuk hafalan suratan pendek dimulai dari suratan an-nas sampai
ad-dhuha, sebenarnya apabila ingin melanjutkan bisa saja hafalan juz 30.
Adapula materi tetang fiqih sehingga anak-anak tidak diajarkan hanya tentang
materi tetang Al-Qur’an saja.
5.
Kendala yang
dihadapi di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Kendala yang dihadapi oleh ustadz
dan ustadzah adalah kurangnya kesadaran anak maupun orang tua yang seringkali
tidak mendahulukan adanya pendidikan tetang Al-Quran, kemudian sarana yang
kurang karena hanya ada meja dan papan tulis sehingga ketika hendak mengajarkan
menggunakan komputer itu tidak dapat dilakukan karena belum adanya LCD
Proyektor. Dan di TPQ ini belum mengajarkan kitab-kitab seperti halnya di
pesantren-pesantren biasanya
Padahal sarana berupa fisik seperti
tempat belajar, alat peraga maupun non-fisik seperti metode maupun suasana
pembelajaran dan sebagaina adalah salah satu faktor yang sangat menunjang
keberhasilan pembelajaran, tanpa sarana yang cukup memadai proses pembelajaran
tak akan berlangsung dengan baik dan lancar. Kemudian lingkungan sekitar akan
membantu terlaksananya proses pembelajaran seperti masyarakat sekitar termasuk
keluarga agar anak dapat belajar adalah suatu faktor yang dapat membantu
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan juga mendorong terciptanya
kemampuan yang kreatif dalam berilmu pengetahuan maupun tentang agama dan lain
sebagainya.[8]
KESIMPULAN
Pada setiap lembaga pendidikan baik
formal maupun non-formal memiliki problem yang sama yaitu mengenai sarana dan
fasilitas yang kurang, kemudian juga pendidik yang kurang dalam mengembangkan
atau menggunakan model pembelajaran yang akan digunakan sehingga peserta didik
mudah sekali bosan saat proses belajar mengajar. Sarana dan fasilitas yang ada
juga kurang memadai karena belum adanya laboratorium agama yang berfungsi agar
peserta didik dapat lebih fokus dalam belajar tentang agamaan. Pendidik dalam
sekolah MI Ma’arif NU 1 Pancasan juga kurang kompeten untuk menjadi tenaga
profesional pendidikan, jadi pendidik atau guru itu hanya sebatas pilihan
terakhir sehingga pendidik kurang keinginannya agar menjadi pendidik yang
memiliki kualitas yang baik. Padahal sebagai pendidik seharusnya dapat menjadi
pembimbing untuk peserta didik karena pendidik adalah sebagai tokoh yang ditiru
oleh peserta didik dan juga sebagai sosok yang sangat dipercaya oleh peserta
didik karena untuk sekolah dasar sangat mudah percaya dengan perkataan dari
pendidik.
Pendidikan non-formal memiliki
kendala tentang kurangnya kesadaran dari anak-anak maupun orang tua akan pentingnya
belajar Al-Quran dan juga tidak mendahulukan pentingnya belajar Al-Quran
sehingga dapat menjadi kendala bagi pendidikan non-formal. Sarana dan fasilitas
yang hanya sebatas meja dan papan tulis dan kurang memadai sehingga tidak
maksimalnya proses pembelajaran. Kemudian pembelajaran mengenai kitab-kitab
yang belum ada dikarenakan ustadz atau ustadzah yang belum mengajarkannya
sehingga kurangnya pengetahuan tentang kitab-kitab.
SARAN
1)
Menjadi pendidik seharusnya lebih
mengembangkan kreatifitasnya mengenai model-model pembejaran sehingga peserta
didik tidak mudah bosan dengan apa yang diajarkan oleh pendidik. Apabila
pendidik ingin dapat lebih kreatif lagi dapat menambahkan wawasannya mengenai
model-model pembelajaran dengan mengikuti pelatihan-pelatihan maupun
seminar-seminar mengenai pembelajaran yang kreatif untuk anak sekolah dasar.
2)
Pendidik tidak hanya menjadi fasilitator namun
juga menjadi pemimpin, pendidik dan pembimbing untuk peserta didiknya.
3)
Sarana dan fasilitas yang belum ada untuk
segera dilengkapi agar dalam proses belajar mengajar peserta didik lebih nyaman
dan lebih mudah untuk menerima pelajaran maupun materi yang diberikan oleh
pendidik.
4)
Menyadarkan kepada orang tua maupun keluarga
dan anak-anak bahwa pembelajaran mengenai agama itu sangat penting sehingga
pendidikan non-formal akan selalu diinginkan oleh semua pihak.
5)
Sarana dan fasilitas yang ada di TPQ sebaiknya
dilengkapi kembali karena ketika sarana dan fasilitas lengkap maka proses
belajar mengajar agar lebih mudah dan menyenangkan.
6)
Ustadz maupun ustadzah harusnya mengajarkan
kitab-kitab sebagai pengetahuan bagi para anak-anak maupun orang dewasa karena
anak-anakpun membutuhkan pengetahuan yang lebih, tidak sedekar bisa membaca,
menulis dan menghafalkan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H M. 2000. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum).
Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:
PT Bumi Aksara
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mohammad Arifin, Barnawi. 2012. Etika & Profesi Kependidikan. Jogjakarta:
Ar-ruzz Media.
Nurfuadi. 2002. Profesionalisme Guru. Purwokerto: STAIN
Press
Shaleh, Abdul Rachman. 2004. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi,
Misi dan Aksi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[1] Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Purwokerto: STAIN Press, 2002), hlm. 129
[2] Barnawi &Mohammad Arifin, Etika & Profesi Kependidikan, (Jogjakarta:
Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 72
[3]Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 118
[4] Barnawi &Mohammad Arifin, Etika & Profesi
Kependidikan,.........................hlm. 70
[5] Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi,
Misi dan Aksi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 218
[6] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan
Islam....................................hlm. 152
[7] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hlm.
76
[8] H. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum)
(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm 88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar