Minggu, 07 Mei 2017

1423305195

LAPORAN OBSERVASI
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
DI MI MA’ARIF NU 1 PANCASAN DAN TPQ ‘USYSYAQIL QUR’AN BAITURRAHMAN AJIBARANG KULON
Description: IAIN.jpg













Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstuktur Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Affandi, S.Ag., M.Si.

Oleh:
Heni Rakhmawati (1423305195)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya karena melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian maka akan timbulah suatu pengetahuan ataupun keterampilan seseorang. Pendidikan sering terjadi dibawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak, tetapi kebanyakan dari orang sekarang adalah dengan cara dibimbing oleh orang lain agar anak dapat cepat mengetahui bakatnya dan pengetahuannya.
Sedangkan pendidikan Islam sendiri berasal dari gabungan tiga istilah yaitu “tarbiyah, ta’lim dan ta’dib” yang mengandung makna mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Pendidikan Islam juga sebagai suatau proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang disesuaikan dengan fungsi manusia umtuk beramal di dunai dan  memetik hasilnya di akhirat. Jadi, pada intinya pendidikan Islam merupakan proses mencari ilmu maupun pengetahuan dan terbentuknya kepribadian menurut ukuran-ukuran Islam dan saling berhubungan dengan Tuhan, kemudian manusia dapat memetik hasilnya di akhirat.
Dengan adanya pendidikan maka membutuhkan sebuah lembaga-lembaga, sebenarnya pendidikan dapat dibagi menjadi pendidikan formal, non-formal, dan in formal. Untuk pendidikan formal maka membutuhkan sekolah yaitu wadah atau tempat berlangsungnya proses belajar mengajar yang paling utama dan juga sebagai tumbuhnya bakat atau minat seseorang yang ditimbulkan karena adanya latihan atau pengalaman. Dalam proses belajar seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan alat inderanya agar dapat diarahkan pada tercapanya pemahaman yang lebih luas dan mendalamnya mengenai proses perubahan. Sedangkan untuk pendidikan non-formal dapat dilakukan di pesantren maupun TPQ yang didalamnya dapat diajarkan berbagai pengetahuan tentang agama Islam maupun lainnya sehingga seseorang dapat seimbang perkembangannya karena adanya sekolah dan pesantren atau TPQ.
Di dalam lembaga pendidikan maka adanya pendidik dan peserta didik juga sarana prasarana lainnya. Tugas pendidik adalah menyampaikan pengetahuan pada peserta didik sehingga peserta didik selalu berkembang ke arah yang positif, namun pada saat ini pendidik hanya memberikan pengetahuan saja sehingga tujuan peserta didik itu hanya sekedar ingin mendapatkan pengetahuan sebagai konsekuensinya maka peserta didik cenderung pasif karena hanya menerima infromasi yang diberikan oleh gurunya saja. Jadi, pendidik secara tidak langsung memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, peran pendidik menjadi kunci keberhasilan dalam misi pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Dalam sebuah pendidikan maka adanya problematika pendidikan Islam, problematika mungkin saja karena kesulitan yang sering dihadapi oleh pendidik. Dan minat dari peserta didik untuk belajar juga kurang karena model atau metode yang digunakan oleh pendidik belum menarik, maka penulis melakukan observasi di lembaga formal maupun non-formal agar dapat mengetahui yang sebenarnya tentang problematika atau masalah pendidikan Islam.
PEMBAHASAN
I.          PENDIDIKAN FORMAL
A.           MI MA’ARIF NU 1 PANCASAN
MI MA’ARIF NU 1 PANCASAN merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di Kecamatan Ajibarang, lebih tepatnya Jalan Blabursari Pancasan, Ajibarang Kulon, Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sekolah ini juga seperti sekolah yang pada umumnya, yaitu mengajarkan kepada pendidik tentang pelajaran yang umum maupun Islam sehingga peserta didik dapat seimbang mendapatkan pengetahuannya. Jadi peserta didik tidak hanya menerima pelajaran dengan pengetahuan umum namun juga dapat mengetahui pengetahuan tentang agama Islamnya.
Visi dan Misi MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Visi : Terwujudnya Peserta Didik yang Unggul dalam Iman dan Taqwa serta Unggul dalam Pengetahuan dan Teknologi.
Misi :
-       Mewujudkan Pembelajaran dan Pembiasaan dalam Mempelajari Al Qur-an dan Menjalankan dalam Pengetahuan dan Teknologi.
-       Mewujudkan Pembentukan Karakter Islami yang Mampu Mengaltualisasikan Diri dalam Masyarakat.
-       Menyelenggarakan Pendidikan yang Berkualitas dalam Pencapaian Prestasi Akademik.
-       Mengaktualisasikan Diri dalam Masyarakat.
B.            Keadaan Kelas dan Peserta didik di MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Keadaan kelas di MI MA’ARIF NU 1 PANCASAN sangat rapi karena dihiasi dengan dinding-dinding yang ditempeli media-media pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar dengan nyaman dan kondusif karena terbantu oleh pendidik yang bertindak sebagai fasilitator dan media sebagai penunjangnya.
Menurut penulis di MI MA’ARIF NU 1 PANCASAN sudah diterapkan adanya peranan pendidik, kehadiran pendidik dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranannya dalam proses belajar mengajar belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun mesin komputer yang paling modern sekalipun. Namun, alat-alat teknologi tersebut diciptakan untuk mempermudah atau membantu jalannya proses belajar mengajar. Setiap pendidik juga harus memiliki kemampuan profesional dalam bidang proses belajar-mengajar atau pelajaran, dengan kemampuan tersebut maka guru dapat melaksanakan pernannya yaitu sebagai fasilitator salah satunya yang dapat diartikan sebagai penyedia kemudahan-kemudahan bagi peserta didik atau peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar.[1]
Sebagai fasilitator, pendidik juga harus mengembangkan pembelajaran aktif. Pembelajaran seperti ini akan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ada empat komponen utama pembelajaran aktif yang harus dipahami pendidik yaitu pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi.[2]
Namun, pada dasarnya pendidik tidak hanya sebagai fasilitator tetapi juga dapat sebagai pembimbing yaitu pendidik harus memfungsikan dirinya sebagai penunjuk jalan yang benar dalam pertumbuhan dan perkembangan yang teapt dari anak didik dengan mendorong dan mingkatkan potensi kejiwaan dan jasmaninya, agar usaha bimbingan yang dilakukan itu berhasil maka pendidik perlu mempergunakan berbagai metode yang sesuai.
Pendidik juga sebagai pemimpin, pendidik harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan ide-ide yang perlu dikembangkan di kalangan anak didiknya. Sistem kepemimpinan yang dapat menggerakan minat, gairah, serta semangat belajar peserta didik melalui metode apapun yang sesuai dan efektif. Selanjutnya pendidikpun juga harus bisa sebagai pendidik yaitu pendidik harus mampu menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat peserta didik capai. Dengan demikian, pendidik bukan hanya memompakan ilmu pengetahuan ke dalam jiwa peserta didik melalui kecerdasan otaknya, akan tetapi juga harus mampu mengarahkan ke mana seharusnya bakat dan kemampuan masing-masing peserta didik itu dikembangkan.[3]
C.           Model Pembelajaran yang diterapkan di MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Di MI Ma’arif NU 1 Pancasan ada beberapa pelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran dengan index card macth, ada juga yang menggunakan strategi everyone is teacher here yaitu suatu strategi yang memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk bertindak sebagai “pengajar” terhadap peserta didik lainnya, jadi peserta didik disini dapat juga mengajarkan kepada peserta didik lainnya agar dapat memahami satu sama lainnya. Peserta didik tidak hanya menjadi pendengar setia dari pendidik namun juga dapat menjadi pendidik bagi peserta didik lainnya. Kemudian juga menggunakan stategi jigsaw, namun tidak semua mata pelajaran memakai model pembelajaran. Dan untuk MI Ma’arif NU 1 Pancasan lebih sering menggunakan metode ceramah yang biasa dilakukan oleh guru-guru lainnya.
Pembelajaran yang seperti ini memang sudah benar dengan adanya pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student-centered learning) karena peserta didik tidak akan belajar apabila dalam kondisi pasif, namun peserta didik akan belajar apabila ia diberi kesempatan aktif berbuat berbuat dalam proses pembelajaran. Orientasi belajar yang berpusat pada peserta didik pada akhirnya memengaruhi pendekatan dalam pembelajaran, yaitu menjadi pendekatan belajar aktif (active learning approach).[4]
D.           Kesulitan atau Kendala-kendala dalam Menggunakan Model Pembelajaran
Kesulitan yang dialami oleh para pendidik di MI Ma’arif NU 1 Pancasan adalah cepatnya peserta didik bosan apabila menggunakan metode ceramah dan juga sukar mengontrol pemahaman peserta didik karena metode ceramah cenderung menganggap peserta didik paham semua namun belum tentu semua peserta didik menyerap atau paham dengan materi yang disampaikan oleh pendidik.
Dalam menciptakan situasi agar kegiatan pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien pendidik perlu mempertimbangkan secara strategis agar dapat diwujudkan situasi yang kondusif, yang memungkinkan proses interaksi berlangsung dengan baik. Dalam situasi demikian senantiasa perlu diupayakan agar:
1.        Peserta didik senantiasa menaruh minat dan perhatian.
2.        Peserta didik turut serta secara efektif dalam pengalaman belajar.
3.        Pendidik memberikan pengalaman yang terpadu dalam proses belajar.
4.        Timbulnya dorongan yang positif pada diri peserta didik untuk belajar.
Pengalaman belajar peserta didik dengan mempergunakan sebanyak mungkin alat indra yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Yang kita ingat:
10%

20%

30%

50%

70%

90%
Jadi dapat disimpulkan kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.[5]
Hal ini dapat menunjukan bahwa jika pendidik mengajar dengan banyak ceramah maka peserta didik hanya akan mengingat 20% saja karena peserta didik hanya mendengarkan dan juga peserta didik akan lebih cepat bosan karena hanya mendengarkan saja. Namun sebaliknya, apabila pendidik meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya maka peserta didik akan mengingat sebanyak 90%. Disini pendidik seharusnya lebih kreatif mengembangkan strategi maupun model pembelajaran yang akan dilakukan saat kegiatan belajar mengajar sehingga peserta didik tidak akan cepat bosan dan hanya menangkap beberapa materi pelajaran saja tetapi sebaliknya peserta didik diharuskan untuk melakukan sesuatu dalam materi pelajaran tersebut yang kemudian dipaparkan bersama teman-temannya maka akan lebih banyak menangkap materi yang diajarkan oleh pendidik. Maka pendidik dapat dikatakan berhasil dalam mengajarkan suatu materi pelajaran kepada peserta didik tersebut.
E.       Kemampuan Peserta Didik dan Prestasi Belajar Peserta Didik dengan Adanya Model Pembelajaran
Rata-rata kemampuan peserta didik dalam menerima materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tentunya lebih dari 80% melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kemudian untuk prestasi belajar peserta didikpun meningkat setelah diterapkannya model-model pembelajaran karena dengan adanya model-model pembelajara maka pendidik maupun peserta didik lebih dapat berekspresi maupun lebih kreatif dalam mengembangkan bakat maupun minatnya sehingga peserta didik lebih dapat meningkat prestasinya.


F.        Problematika Pendidikan Islam di MI Ma’arif NU 1 Pancasan
Problematika yang terdapat di MI Ma’arif NU 1 Pancasan tidak lebih hanya pada model pembelajaran yang digunakan saja namun juga pendidik yang kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional pendidikan, jadi pendidik atau guru itu hanya sebatas pilihan terakhir sehingga pendidik kurang keinginannya agar menjadi pendidik yang memiliki kualitas yang baik.[6] Pendidik disini juga kurang dalam hal strategi ataupun model-model pembelajaran yang akan digunakan sehingga para peserta didikpun mudah bosan dengan model-model tersebut, padahal banyak sekali yang dapat dilakukan agar pendidik dapat mengkreatifkan model pembelajaran. Mungkin awalnya pendidik harus mengikuti pelatihan-pelatihan ataupun seminar sehingga akan menambah wawasan tentang apa saja yang berhubungan dengan strategi maupun model pembelajar yang dapat diterapkan pada saat proses belajar mengajar.
Sarana dan fasilitas dalam pendidikan agama membutuhkan laporatorium agama di samping masjid yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video yang bernapaskan keagamaan, musik dan nyanyian keagamaan, syair, puisi keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, dan foto-foto yang bernapaskan keagamaan sehingga dapat merangsang emosional keberagaman peserta didik.[7]

II.          PENDIDIKAN NON-FORMAL
1.             Taman Pendidikan Al-Qur’an Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon merupakan salah satu lembaga pendidikan non-formal yang berada di Ajibarang kulon yaitu berada di Jln. Bangsadrana, lembaga pendidikan non-formal ini pun seperti lembaga pendidikan non-formal lainnya, yaitu ada ustadz dan ustadzah yang mengajarkan cara membaca Al-Quran dan menghafalkan Al-Quran (mengucapkan)nya dengan lafadz yang benar. Dan juga mengajarkan tentang menulis huruf-huruf hijaiyah yang benar dan baik. Pendidikan non-formal ini sangat diinginkan oleh para orang tua di lingkungan sekitarnya karena pada dasarnya orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang pintar dalam hal umum (pengetahuan) maupun dalam hal agama agar dapat menjadi anak yang berguna untuk bangsa maupun untuk dirinya sendiri dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.


2.             Keadaan Ruangan di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Keadaan ruangan untuk tempat mengajar yaitu seperti tempat pendidikan Al-Quran pada umumnya, yaitu ruangan yang hanya ada meja sebagai tempat untuk membuka Al-Quran dan membaca Al-Quran, yang kemudian menggunakan papan tulis sebagai alat untuk menulis, selanjutnya dibagian depan ada tulisan yanbu’a yang digunakan untuk membaca bersama-sama setelah pengajian selesai.
3.             Proses Belajar di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Proses belajar dilakukan setelah adzan ashar yaitu sekitar pukul 15.30 WIB, anak-anak biasanya langsung menuju ke TPQ untuk belajar tentang Al-Quran. Kemudian ustadz-ustadzah datang ke tempat tersebut dan langsung membuka pembelajaran pada sore itu, selanjutnya anak-anak membaca doa bersama diteruskan dengan hafalan surat hari kemarin. Setelah itu, anak-anak diberi waktu 10-15 menit untuk membaca Al-Quran sebelum disetorkan ke ustadz ataupun ustadzah. Setelah 10-15 menit, ustadz-ustadzah memberikan kesempatan kepada anak-anak siapa yang siap menyetorkan bacaan Al-Qurannya sampai semuanya menyetorkan kepada ustadz-ustadzahnya. Namun, dalam seminggu ada dua hari untuk menyetorkan hafalannya agar anak-anak dapat terus menghafalkan suratan-suratan pendek. Setelah pembelajaran selesai kemudian diakhiri dengan doa penutup bersama dan anak-anakpun langsung berhamburan untuk pulang kerumah masing-masing.
4.             Yang diajarkan di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Anak-anak yang belajar di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon belajar tentang membaca Al Qur’an, menghafalkan suratan-suratan pendek kemudian ada pula menulis huruf hijaiyah. Untuk hafalan suratan pendek dimulai dari suratan an-nas sampai ad-dhuha, sebenarnya apabila ingin melanjutkan bisa saja hafalan juz 30. Adapula materi tetang fiqih sehingga anak-anak tidak diajarkan hanya tentang materi tetang Al-Qur’an saja.
5.             Kendala yang dihadapi di TPQ Bustanu ‘Usysyaqil Qur’an Baiturrahman Ajibarang Kulon
Kendala yang dihadapi oleh ustadz dan ustadzah adalah kurangnya kesadaran anak maupun orang tua yang seringkali tidak mendahulukan adanya pendidikan tetang Al-Quran, kemudian sarana yang kurang karena hanya ada meja dan papan tulis sehingga ketika hendak mengajarkan menggunakan komputer itu tidak dapat dilakukan karena belum adanya LCD Proyektor. Dan di TPQ ini belum mengajarkan kitab-kitab seperti halnya di pesantren-pesantren biasanya
Padahal sarana berupa fisik seperti tempat belajar, alat peraga maupun non-fisik seperti metode maupun suasana pembelajaran dan sebagaina adalah salah satu faktor yang sangat menunjang keberhasilan pembelajaran, tanpa sarana yang cukup memadai proses pembelajaran tak akan berlangsung dengan baik dan lancar. Kemudian lingkungan sekitar akan membantu terlaksananya proses pembelajaran seperti masyarakat sekitar termasuk keluarga agar anak dapat belajar adalah suatu faktor yang dapat membantu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan juga mendorong terciptanya kemampuan yang kreatif dalam berilmu pengetahuan maupun tentang agama dan lain sebagainya.[8]



KESIMPULAN
Pada setiap lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal memiliki problem yang sama yaitu mengenai sarana dan fasilitas yang kurang, kemudian juga pendidik yang kurang dalam mengembangkan atau menggunakan model pembelajaran yang akan digunakan sehingga peserta didik mudah sekali bosan saat proses belajar mengajar. Sarana dan fasilitas yang ada juga kurang memadai karena belum adanya laboratorium agama yang berfungsi agar peserta didik dapat lebih fokus dalam belajar tentang agamaan. Pendidik dalam sekolah MI Ma’arif NU 1 Pancasan juga kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional pendidikan, jadi pendidik atau guru itu hanya sebatas pilihan terakhir sehingga pendidik kurang keinginannya agar menjadi pendidik yang memiliki kualitas yang baik. Padahal sebagai pendidik seharusnya dapat menjadi pembimbing untuk peserta didik karena pendidik adalah sebagai tokoh yang ditiru oleh peserta didik dan juga sebagai sosok yang sangat dipercaya oleh peserta didik karena untuk sekolah dasar sangat mudah percaya dengan perkataan dari pendidik.
Pendidikan non-formal memiliki kendala tentang kurangnya kesadaran dari anak-anak maupun orang tua akan pentingnya belajar Al-Quran dan juga tidak mendahulukan pentingnya belajar Al-Quran sehingga dapat menjadi kendala bagi pendidikan non-formal. Sarana dan fasilitas yang hanya sebatas meja dan papan tulis dan kurang memadai sehingga tidak maksimalnya proses pembelajaran. Kemudian pembelajaran mengenai kitab-kitab yang belum ada dikarenakan ustadz atau ustadzah yang belum mengajarkannya sehingga kurangnya pengetahuan tentang kitab-kitab.
SARAN
1)        Menjadi pendidik seharusnya lebih mengembangkan kreatifitasnya mengenai model-model pembejaran sehingga peserta didik tidak mudah bosan dengan apa yang diajarkan oleh pendidik. Apabila pendidik ingin dapat lebih kreatif lagi dapat menambahkan wawasannya mengenai model-model pembelajaran dengan mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar mengenai pembelajaran yang kreatif untuk anak sekolah dasar.
2)        Pendidik tidak hanya menjadi fasilitator namun juga menjadi pemimpin, pendidik dan pembimbing untuk peserta didiknya.
3)        Sarana dan fasilitas yang belum ada untuk segera dilengkapi agar dalam proses belajar mengajar peserta didik lebih nyaman dan lebih mudah untuk menerima pelajaran maupun materi yang diberikan oleh pendidik.
4)        Menyadarkan kepada orang tua maupun keluarga dan anak-anak bahwa pembelajaran mengenai agama itu sangat penting sehingga pendidikan non-formal akan selalu diinginkan oleh semua pihak.
5)        Sarana dan fasilitas yang ada di TPQ sebaiknya dilengkapi kembali karena ketika sarana dan fasilitas lengkap maka proses belajar mengajar agar lebih mudah dan menyenangkan.
6)        Ustadz maupun ustadzah harusnya mengajarkan kitab-kitab sebagai pengetahuan bagi para anak-anak maupun orang dewasa karena anak-anakpun membutuhkan pengetahuan yang lebih, tidak sedekar bisa membaca, menulis dan menghafalkan saja.



DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H M. 2000. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mohammad Arifin, Barnawi. 2012. Etika & Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Nurfuadi. 2002. Profesionalisme Guru. Purwokerto: STAIN Press
Shaleh, Abdul Rachman. 2004. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
 




[1] Nurfuadi, Profesionalisme Guru, (Purwokerto: STAIN Press, 2002), hlm. 129
[2] Barnawi &Mohammad Arifin, Etika & Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012), hlm. 72
[3]Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 118
[4] Barnawi &Mohammad Arifin, Etika & Profesi Kependidikan,.........................hlm. 70
[5] Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 218
[6] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam....................................hlm. 152
[7] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hlm. 76
[8] H. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar