Minggu, 07 Mei 2017

1423305205

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
(Studi Kasus di MAN dan PonPes Miftahul Falah Kesugihan Cilacap)
 






Disusun Guna Memenuhi Tugas TerstrukturMata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi S.Ag M.S.I
Oleh:
Ni’matul Ulum
1423305205
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Lembaga pendidikan merupakan suatu elemen yang menjadi wadah suatu proses perubahan generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya efektif. Peran lembaga penidikan sangan penting dalam kehidupan manusia dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Pendidikan islam itu sendiri adalah suatu proses mendidikan manusia agar menjadi manusia yang dapat menjadi pemimpin di muka bumi, manusia pada umumnya memiliki potensi untuk tumbuh berkembang bersama lingkungan sekitar.
Setiap tatanan pendidikan islam memiliki problematika yang berbeda, dalam hal ini penulis akan sedikit mengemumkakan bahwa permasalahan pendidikan yang diuraikan dalam tulisan ini adalah pada permasalahn formal dan non formal, untuk itu penulis mengambil studi kasus di Madrasah Aliyah Negeri dan pondok pesantren Miftahul Falah di Cilacap.

B.     Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang diperoleh penyusunan ini sebagai berikut:
1.      Apa pengertian pendidikan Islam formal dan non formal?
2.      Apa pengertian problematika pendidikan Islam?
3.      Apa saja problematika pendidikan Islam di MAN Cilacap
4.      Apa saja problematika di pondok pesantren Miftahul Falah?






C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan Islam formal dan Non formal.
2.      Untuk mengetahui pengertian problematika pendidikan Islam
3.      Untuk mengetahui problematika pendidikan islam di MAN Cilacap
4.      Untuk mengetahui problematika di Pondok Pesantrem Miftahul Falah.























PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Islam
                  Setiap lembaga pendidikan berperan sebagi wahana strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas bagi pembangunan bangsa. Demikian pula lembaga pendidikan Islam di Indonesia telah turut menjalankan berbagai aktivitas kependidikan di pentas pendidikan nasional. Sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah, sekolah agama, pesantren dan perguruan tinggi agama Islam harus dikelola secara terencana agar mampu menciptakan SDM yang memiliki kualitas keimanan, ketaqwaan, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memelihara dan mengembangkan eksisitensi bangsa.[1] Oleh karena itu pendidikan Islam adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan manusia menuju kearah yang lebih baikdan sempurna. Adanya ungkapan bahwa pendidikan merupakan proses perbaikan dan upaya menuju kesempurnaan, hal itu mengandung arti bahwa pendidikan bersifat dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut bersifat statis maka ia akan kehilangan nilai kebaikannya.
                  Menurut Muhammad Hamid an-Nashir dan kulah Abd- al Qadir Darwis, misalnya, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.[2]Dalam definisi diatas terlihat jelas bahwa pendidikan islam itu membimbing anak didik dalam perkembangan dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya suatu kepribadian yang utama pada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam. Oleh karena itu, pendidikan ada dua yaitu : pendidikan formal dan non formal pendidikan formal yaitu merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah-sekolah pada umumnya, jalur pendidikan ini mempunyai jenjang yang jelasmulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Sedangkan pendidikan nonformal yaitu jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan ini paling banyak terdapat pada usia dini, kursus, maupun jenjang pondok pesantren. 
B. Pengertian Problematika Pendidikan Islam
                  Problematika disini yang di maksud merupakan sinonim dari masalah, dari segi etimologi, kata problematika itu berasal dari bahasa Inggris, yaitu “problematic”’, sebuah kata adjektive yang dibentuk dari asal kata “problem”. Jika dikaitkan dengan pendidikan, masalah itu dapat berupa adanya kesenjangan antara teori (idea,cita) dengan kenyataan (realita,fakta) antara apa yang seharusnya ada dengan apa yang nyata-nyata ada dalam pendidikan, dapat berupa adanya kejutan-kejutan tertentu mengenai faktor faktor pendidikan, dapat berupa adanya perbedaan bahkan mungkin pertentangan pemikiran terhadap suatu hal mengenai pendidikan sebagai akibat dari interpretasi yang bias(tidak obyektif lagi) atas suatu fakta yang mungkin telah berubah selaras dengan perubahan keadaan jaman. Dalam pendidikan islam juga sama dengan penjelasan diatas bedanya hanya pada lembaga pendidikan Islan itu lebih mengkhusukan pada aspek keislaman, baik dari segi pendidik, peserta didik, materi yang diajarkan, sistem management, kurikulum dan yang lainya yang terdapat pada lembaga tersebut.[3]
                  Adapun contohnya adalah problematika kuantitas pendidikan yaitu ketidak mampuan lembaga-lembaga pendidikan formal menampung seluruh calon peserta didik yang mendaftarkan, sedangkan untuk ukuran berkualitas atau tidaknya sutu sekolah adalah relatif, karena tolak ukur yang diogunakan terus menerus mengalami perubahan sesuai dengan perubahan tantangan zaman. Contohnya, suatu sekolah pada tahun 1970-an, sudah dianggap berkualitas dan telah memproduk lulusan dengan kualitas tinggi, mungkin saja dengan memakai ukuran sekarang sekolah tersebut sudah dianggap kurang berkualitas. Maka wajar jika terjadi keragaman kualitas pada lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia. Keragaman kualitas pendidikan ini sangat besar, mulai dari taraf yang rendah sampai pada taraf yang tinggi.[4]

D.    ProblematikapendidikandiMadrasahAliyahNegeriKalisabuk, Cilacap
                  Sebelum memasuki permasalahan yang ada di Madrasah terlebih dulu penulis akan mendiskripsikan teori sebagi penguat atas hasil observasi yang penulis lakukan pada tanggal 26 April 2017. Adapun hasil permasalahanya adalah:
1.    Manajemen Kurikulum
                  Secara umum aktivitas manajemen ada dalam organisasi yang diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Pendapat ini dapat dipahami bahwa manajemen adalah kemampuan mengarahkan dan mencapai hasil yang diinginkan dengan tujuan  dari usaha-usaha manusia dan sumber daya lainya. Dalam perspektif lebih luas, manajemen adalah suatu proses pengaturan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki organisasi melalui kerjasama para anggota untuk mencapai tujuanya.[5] Sedangkan Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan merupakan pedoman bagi pengajar dalam melaksanakan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen kurikulum merupakan suatu organisasi yang menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan.
                  Pada hasil wawancara dengan ibu Agik Tusanawati S.Pd, beliau mengatakan bahwa dalam perencanaan kurikulum dilakukuan melalui kegiatan workshop kurikulum tingkat satuan pendidikan diawal tahun pelajaran, dalam workshop tersebut berisi menyusun buku dokumen 1, dokumen 2, dokumen 3, yang berisi:
a.    Dokumen 1 tentang visi, misi dan tujuan madrasah
b.    Dokumen 2 tentang silabus
c.    Dokumen perangkat KBM meliputi:
a)      kalender pendidikan
b)      Prota
c)      Promes
d)     KKM
e)      RPP.
                  Hasil workhshop yang diikuti oleh tenaga pendidik dan kependidikan ditambah komite, kemudian hasilnya disahkan oleh kepala Madrasah, ketua komite, disahkan Kakankemenag kanwilProvinsi Jateng melalui Kabidpema. Pelaksanannya dibagi atas dua semester menggunakan struktur kurikulum yang disamakan di satuan pendidikan. MAN Cilacap sekarang diterapkan kurikulum dua ribu tiga belas yang digunakan pada kelas 10 dan 11, dan KTSPditerapkan pada kelas 12, untuk Semester ganjil dan genap. Terkait dengan kegiatan KMB sesuai dengan muatan kurikulum setiap jurusan terdiri dari jurusan MIPA, IIS, Bahasa, dan Keagamaan. Jumlah jam perminggu untuk kelas 10 dan kelas 11 adalah 51 jam untuk kurikulum 2013,dan jumlah jam tiap minggu untuk kelas 12 adalah 47 jamuntuk kelas MIPA, IIS, dan Bahasadan untuk keagamaan adalah 50 jam. Semua pelaksanaan ini mengacu pada kalender pendidikan kementrian agama kemudian diolah sendiri oleh satuan pendidikan, adapun acara ulang tahun madrasah tidak boleh di cantumkan di kalender pendidikan.
2.    Manajemen Tenaga Kependidikan
                  Manajemen tenaga kependidikan di madrasah bertujuan untuk mendayagunakan tenaga-tenaga kependidikan secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu fungsi manajemen tenaga kependidikan disekolah yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah adalah menarik, mengembangkan, mengaji, dan memotivasi tenaga kependidikan guna mencapai tujuan secara optimal, membantu tenaga kependidikan mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karir serta menyelenggarakan tujuan individu,kelompok dan organisasi.[6]
                  Madrasah Aliyah Negeri Cilacap, masih memiliki2 pendidik PNSyangbelum menerima sertifikasi,sedangkannon PNS yang belum sertifikasi ada 4 orang,struktur kurikulum  kemad, kordinator waka kurikulum dibantu oleh sekertaris dan pengajaran, sedangkan tenaga pendidik bekerja sama dengan BK (kegiatan konsultasi kelas), untuk kurikulum koordinasi dengan wali kelas. Adapun kegiatan evaluasi  tiap mata pelajaran melalui kegiatan ulangan harian, tengah semester, kenaikana kelas. Evaluasi peningkatan profesionalisme guru dilakukan oleh supervisi akademik, oleh kepala madrasah dan tim asesor dari tenaga pendidik, tim PKG dan PKB. Supervisi akademik, tenaga pengajar, waka kesiswaan pengembangan diri dengan kurikulum bersama waka. Kepala madrasah harus mempunyai kompetensi supervisor, koordinator, organisator, administrator, kepemimpinan, manajer. Dalam kompetensi itu kepala madrasah dan waka kurikulumberusaha semaksimal mungkin menjalankan dan menerapkan untuk meraih visi dan misi madrasah,  setiap ada usaha ada tantangan dan hambatan yang perlu diluruskan dan difikirkan bersama.
3.    Manajemen Keuangan atau Pendanaan
                  Pengertian manajemen keuangan adalah segala efektifitas berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktivitas dengan beberapa tujuan menyeluruh. adapun marno dan triyo memberikan definisi tentang manajemen keuangan sebagai pengelolaan atas fungsi-fungsi keuangan, yaitu fungsi bagaimana pihak manajemen mampu menghimpun dana dan mengalokasikan dana tersebut sehingga tujuan organisasi pendidikan tercapai secara efektif dan efisien. Dana keuangan dapat digali dari dua sumber. Dalam hal ini, mencontohkan pada lembaga pendidikan, seperti sekolah, yaitu yang berasal dari dalam atau melalui pihak luar. dana yang berasal dari dalam sekolah bersumbeer dari hasil jasa yang diberikan berupa SPP, uang gedung, bunga deposito, dan akumulasi penyusutan, baik gedung sekolah maupun peralatan. sedangkan dana yang berasal dari pihak luar bisa berupa sumbangan dari yayasan, pinjaman dari perbankan, atatu sejenisnya.[7]

                  Di dalam Madrasah Aliyah Negeri Cilacap dalam menjalankan perencanaan kedepan yaitu menganalisis sesuatu yang  sebelumnya seperti apa dan kedepanya  mau seperti apa dan dibahas, dan dibentuk anggaran, direncakan dari mana sumber dana itu ? dan kepada siapa saja ? hasil RKM disampaiakan pada rapat, ada pengesahan. Sumber dana dari pemerintah ada dua yaitu DIPA dan BOS. BOSdiorientasi untuk siswa, DIPA itu non operasional seperti: listrik, kabel. Dan sumber dana komite, siapa saja yang masuk pada dana komite dan program apa yag dibiayai oleh komite, tidak semua berhak meminta pada komite. Misal melakukan kegiatan diluar jam pelajaran guru boleh mengantongi dari komite, namun untuk pns tidak boleh menerima isentif dari komite, kecuali di luar jam pelajaran. Penggunaaan dana komite memang sudah diatur, untuk pembangunan dana bisa diambil dari komite, misal RKB, jika sudah di usulkan oleh DIPA maka boleh oleh komite.
4.    Manajemen Kesiswaan
                  Seluruh progam lembaga pendidikan Islam baik sekolah, madrasah maupun pesantren bermuara kepada pengembangan diri pelajar, baik pengetahuan, sikap maupun keteerampilan. program yang dilaksanakan biasanya berkaitan dengan program kulikuler, dan ekstra kurikuler. program kulikuler berada dalam spektrum pelaksanaan manajemen kurikulum atau pengajaran, sedangkan format manajemen kesisiwaan berisikan proses penerimaan, penempatan sisiwa baru, dan pembinaan siswa.
                     Ada empat prinsip manajemen kesiswaan yaitu:
1)      sisiwa harus diperlakukan sebagai subyek bukan obyek sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan dengan kegiatan mereka.
2)      kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisk, kemampuan intelektual, sosial, ekonomi, minat dan lainya.
3)      siswa hanya akan termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan dan
4)      pengembangan potensi siswa yang tidak hanya menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
   kepala sekolah dalam penerimaan siswa baru bertanggung jawab melakukan beberapa kegiatan yaitu:
1)      perencanaan daya tampung
2)      seleksi calon siswa baru.[8]
                  Sedangkan penerapan manajemen di Madrasah Aliyah Negeri Cilacap yaitu dengan adanya input itu melalui PPDB dengan publikasi, brosur-brosur dengan menawarkan keunggulan dari madrasah, dengan cara jemput bola, dari madrasah bersaing sehat dalam mempromosikan madrasah, dan jika dana bos bisa menopang maka boleh oleh komite, dan dibuka pendaftaran sedangkan untuk seleksi menggunakan seleksi berkas, wawancara, dan kemampuan baca alqur’an, akhlak berhubungan dengan BK, tes peminatan dan ada pengumumandengan terbuka, madrasah menerima siswa harus sesuai dengan RKB yang disediaan, membagi kelas-kelas, harus memperhitungkan sarana dan prasarana yang ada, sudah ada komunikasi dalam pengambilan keputusan menerima jumlah siswa seberapa banyak. Output dari seluruh siswa yang mengikuti ujian akhir sekolah harus diterapakn evaluasi,jika banyak dan sedikitnya siswa yang diterimadi perguruan tinggi negeri dan swasta.

          Hambatan dalam pelaksaan proses pembelajran yaitu motivasi belajar siswa, sebenarnya itu lebih digunakan tantangan,dan hambatanya dalahbiaya. Adapun media hampir semuanya terpenuhi namun tinggal mereka bisa menggunakanya sesuai dengan manfaatnya apa tidak?problematika yang masih dianggap berat yaitu beliau mengetahui bahwa kurikulum itu merupakan nafasnya madrasah, dari itu dapat dilihat madrasah itu berkembang atau tidak bagiamana outputnya, permasalah yg masih tumpang tinduih adalah struktur kurikulum  dan muatan kurikulum khususunya di madrasah, paling khususunya lagi di jurusan keagamaan mereka tidak menerima Qur’an Hadist,Akidah Akhlak, dan Fiqih, karena di dalam jurusan tersebut sudah ada hadist ilmu hadist  fikih ushul fikih, dan ilmu kalam. Menurut guru pengampunya anak-anak berat menerimanya karena peminatan sudah diambil dari kelas 10. Mengetahui KI KD Oleh guru pengmpu analisis KI KD. Kemudian menyusun RPP, dari kelas 10 hanya ada perbedaan 2 KDpada mata pelajaran diatas, di mungkinkan anak-anak merasa jenuh karena  materi itu hanya beda 2 KD,yang menjadi permasalahan adalah muatan dalam tiap jurusan, hal itu menjadi polemik ketika ujian, bagaimana mata pelajaran Qur’an Hadist, Akidah akhlak dan fiqih terssebut, tetap diujikan supaya ketika diujian itu tertulias adalah dilaksanakan dengan sesuai ujian yang di tentukan. Muatan mata pelajaran tiap jurusan itu berbeda dan yang paling berat dalah keagamaan, ada 6 mata pelajaran tafsir, hadist, ushul fikih, ilmu kalam, akhlak, B arab peminatan dan jurusan yang lain hanya ada 4 mata pelajaran, untuk jurusan MIPA, IIS, dan Bahasa.
          Adapun materi umum dalam MAN itu sudah dipublikasikan olehsesama guru, media sosial dan pertemuan wali murid,  sehingga wali murid bisa menjalin hubungan dengan sesamnya sehingga masyarakat memandang MAN itu baik dan tidak memandang  sebelah mata, saling mengkomunikasikan dengan wali murid kepada masyarakat, wali murid mendapatkan pemaparan dari wali kelas sehingga wali murid tersebut mengetahui bahwa MAN itu tidak tertinggal dalam bidangpengetahuan umumnya, bisa diprosesntasikan bahwa pengetahuan tentang MAN itu 75% masyarakat tahu tentang hal itu, yaitu tentang materi umum dipandangan masyarakat. Eksistensi madrasah dalam pendidikan Islam, jikadi ajak berkompetensi MAN mampu berkompetisi, dan guru-guru tetap mengikuti dan menjalankan hubungan dan berkolaborasi dengan pemerintah dinas, sekarang madrsah dianggap sebagia sebuah kompetitior dalam mengiikuti kegiatan apapun.

E.     Prolematika pendidikan Islam di pondok pesantren Miftahul Falah
          Dalam potret pendidikan pesantren, pesantren yang diakui sebagai model pendidikan awal (islam) di Indonesia sampai saat ini masih eksis dan mampu mempertahankan kredibilitasnya di masyarakat. Meski demikian, peran pesantren saat ini boleh dikatakan sangat terbatas karena pengelolaannya kurang kredibel dan fasilitas yang dimiliki juga apa adanya. Pengelolaan pesantren yang apa adanya tersebut mudah dilihat dari kurikulum sebagi pesantren yang belum dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Sebagai akibatnya para alumni pesantren juga sering kali gagap dalam menghadapi tantangan zaman. Bukti lain dari pengelolaan pesantren yang apa adanya adalah keberadaan tenaga pengaja, pesantren yang belum dipersiap seara sistematis sebagai ustadz profesional yang mengusai materi dan sekaligus mampu mempraktikan metode dan strategis pembelajaran dengan baik. padahal ustadz yang profesional akan mampu memahamkan santri dengan waktu yang singkat dan biaya yang rendah, serta menyenangkan.
          Idealnya ustadz dipersiapkan secara matang dan diberikan pelatihan yang cukup barangkali ini disebabkan karena pesantren masih mengandalkan faktor keikhlasan para ustadz dalam mengajar. Hal lain yang bisa menjadi bukti rendahnya pengelolaan pembelajaran di pesantren bisa dilihat dari keterbtasan sarana dan prasarana yang dimilikinya. padahal jika pesantren mampu meyakinkan stake holders bahwa ia mampu menyiapkan santri atau peserta didik yang berkualitas maka opesantren tersebut akan mudah membangun jaringan yang kuat, yang  memungkinkan kebutuhanyya akan sarana dan prasarana terpenuhi dengan baik. hal ini sudah terbukti di beberapa pesantren yang telah maju dan besar. mereka mampu menggalang dukungan dana dari masyarakat melalui wakaf dan lainya.diantara keluhan sebagai masyarakat pesantren terhadap eksistensi lembaga ini adalah adanya ksiris figur pesantren ini sendiri. krisis ini kemungkinan terjadi karena kiai yang menjadi figur sentral pesanttren memiliki nilai kurang positif di mata santri dan masyarakat, seperti:
1)      dianggap kurang berkualitas keilmuannya
2)      kurang baik karakternya
3)      kurang simpatik komunikasi sosialnya
4)      terlibat dalam wilayah politik praktis dengan berpihak pada salah satu partai dan kurang dekat dengan masyarakat yang berfiliasi pada partai lain.[9]
Adapun pengertian pesantren itu adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di indonesia yang didalamnya terdapat: pondokan, tempat tionggal, kyai, santri, kayi dan kitab kuning. Banyak tradisi dalam pondok pesantren  salah satunya yaitu sebagai tradisi membaca kitab kuning, berbahasa arab, mengamalkan thariqot, tradisi menghafal, dan tradisi yang lainya yag berada di pondok pesantren.[10]
                  Sedangkan dalam problematika yang dialami di pondok pesantren Miftahul Falah yaitu suatu masalah manajemen yang tidak terbentuk secara sistematis, dimana antara penerimaan siswa baru yang tidak memiliki sarana dan pra sarana yang memadai, namun pihak wali santri tetap menginginkan putranya untuk tetap mengabdi ilmu di pondok pesantren tersebut. adapun untuk penyediaan banguna masih sangt terbhatas, karena kesluruhan pembangun di tanggung oleh pengasuh dan seabgian dari donatur, adapun proses pembelajaran masih bersifat tradisional atau sering dikenal dengan tradisi salafi.










PENUTUP
Kesimpulan
Dari semua penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Pendidikan Islam adalahusaha atau proses perubahan dan perkembangan manusia menuju kearah yang lebih baikdan sempurna. Adanya ungkapan bahwa pendidikan merupakan proses perbaikan dan upaya menuju kesempurnaan, hal itu mengandung arti bahwa pendidikan bersifat dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut bersifat statis maka ia akan kehilangan nilai kebaikannya.
2.      Problematika pendidikan Islam merupakan  sebuah masalah berupa adanya kesenjangan antara teori (idea,cita) dengan kenyataan (realita,fakta) antara apa yang seharusnya ada dengan apa yang nyata-nyata ada dalam pendidikan, dapat berupa adanya kejutan-kejutan tertentu mengenai faktor faktor pendidikan, dapat berupa adanya perbedaan bahkan mungkin pertentangan pemikiran terhadap suatu hal mengenai pendidikan sebagai akibat dari interpretasi yang bias(tidak obyektif lagi) atas suatu fakta yang mungkin telah berubah selaras dengan perubahan keadaan jaman.
3.      probelmatika yang menjadi beban di Madrasah Aliyah Negeri Cilacap yaitu dalam baiya maupun muatan kurikulum tiap jurusan masih ada yang berat sebelah sehingga para peserta didik merasa bahwa merasa berat dalam menjalankan serta bosan dengan materi yang disampiakan.
4.      problematika pendidikan di pondok pesantren Miftahul Falah yaitu biaya untuk pondok pesantren belum memadai adapun dana dari pemerintah tidak ada sama sekali, sehingga menghambat proses pembelajaran di pondok pesantren.







DAFTAR PUSTAKA

Minarti, sri, manajemen sekolah,Jogjakarta: ar-ruzz media, 2011
Nata , Abudin, kapita selekta penddiikan islam, Jakarta: Raja grafindo persada, 2013.
Rohmad Ali, kapita selekta pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2009.
Roqib, Moh, Ilmu pendidikan Islam, Purwokerto: LkiS pelangi Aksara, 2016.
Syafaruddin,manajemen lembaga pendidikan islam,Ciputat: Ciputat Press, 2005.
.




[1]Syafaruddin,Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005),hlm 1
[2]Moh roqib, Ilmu pendidikan Islam, (Purwokerto: LkiS pelangi Aksara, 2016), Hlm 17-18
[3]Ali rohmad, Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Teras, 2009),  hlm 2-3
[4]Ali rohmad, Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Teras, 2009) hlm 15-26
[5]Syafarudin, manajemen lembaga pendidikan islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005) hlm41-42
[6]Sri Minarti,  manajemen sekolah, (Jogjakarta: ar-ruzz media, 2011) hlm 123-124
[7]sri minarti, manajemen sekolah, (Jogjakarta: ar-ruzz media, 2011)  hlm 212-215.
[8]syafarrudin, manajemen lembaga pendidikan islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2005) hlm 261-263
[9]M roqib, Ilmu pendidikan Islam (Purwokerto: LkiS pelangi Aksara, 2016) hlm149-151
[10]Abudin nata, kapita selekta penddiikan islam,(Jakarta: Raja grafindo persada, 2013) hlm 311-327.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar