Minggu, 07 Mei 2017

1423305207

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA – LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
( Studi kasus di MI Karangtengah dan Pondok Pesantren Darul Falah Purwokerto )

Description: Description: images (14).jpg
LAPORAN OBSERVASI
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tertruktur
 Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Rahman Afandi S.Ag.,M.S.I


Oleh :
Nita Miftakhurohmah
1423305207


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan dikarenakan memiliki berbagai potensi. Semua potensi tersebut hanya dapat digali dan dikembangkan melaluli proses pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Dengan melalui pendidikan manusia dapat memecahkan berbagai permasalahan -  permasalahan di dalam hidupnya. Pendidikan sebuah proses yang hanya dapat berlangsung dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.Jadi peran pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia.Sedangkan Pendidikan islam bermula dari pengajian – pengajian di rumah – rumah penduduk yang dilakukan oleh para penyebar islam yang kemudian berkembang menjadi pengajian di langgar-langgar, masjid, dan pondok pesantren. Pendidikan islam memang dapat diterima seiring dengan jalannya pertumbuhan islam dengan demikian, pendidikan islam diharapkan tidak saja sebagai penyeru pikiran-pikiran produktif tetapi dapat berkolaborasi dengan kebutuhan zaman. Pendidikan islam diharapkan tidak saja memainkan peran sebagai pelayan rohani semata tetapi dapat menjawab tantangan dunia.Pendidikan yang kita bicarakan ini yang akan berlangsung di lingkungan sekolah, baik sekolah formal dalam pendidikan islam yaitu Madrasah Ibtidaiyah maupun sekolah non formal dalam pendidikan islam yaitupondok pesantren . Namun didalam dunia pendidikan sendiri masih banyak terdapat masalah-masalah pendidikan yang dihadapi di era sekarang. Baik itu masalah yang bersifat internal maupun bersifat eksternal. Penulis akan bermaksud mengidentifikasi dan memahami permasalahan -permasalahan pendidikan islam yang ada di madrasah ibtidaiyah dan pesantren berserta upayanya dalam pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Problematika berasal dari bahasa inggris yaitu “problematic” yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan. Sedangkan menurut lainnya menyatakan bahwa “problema atau problematika” merupakan suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan.[1] Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika merupakan berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat islami secara langsung dalam masyarakat.
Sementara pendidikan adalah proses belajar dan penyesuaian individu – individu secara terus menerus terhadap nilai – nilai budaya, dan cita-cita masyarakat, suatu proses dimana sebuah bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan , dan untuk memenuhi tujuan hidup yang efektif dan efisien.[2] Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.[3]Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang nantinya akan diperlukan untuk diri sendiri maupun masyarakat dan negara. Sedangkan istilah umum yang digunakan dalam pendidikan islam, yaitu Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu , serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai – nilai ilmiah ), Ta’dib ( integrasi ilmu dan amal). Tarbiyah yang berarti memelihara, membesarkan dan mendidik, berarti manusia memiliki tugas untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam. Ta’lim merupakan proses memindahkan ilmu pengetahuan. Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik ) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik ) yang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi islam. Dengan ini pendidikan islam berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.Jadi problematika pendidikan islam  adalah masalah – masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
2.      Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Problematika Pendidikan Islam
Problematika atau Masalah pendidikan islam timbul karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a)      Faktor Internal
Meliputi faktor yang pertama manajemen pendidikan islam yang pada umumnya belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal ini tercemin dari kalah bersaingnya dengan sekolah-sekolah yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) yang umumnya dikelola secara modern. Faktor yang kedua kompensasi profesional guru masih sangat rendah. Para guru yang merupakan unsur penting  dalam kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen kelas dan motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan islam kurang kondusif bagi pembangunan kompetensi profesional guru. Faktor yang ketiga kepemimpinan, artinya tidak sedikit kepala-kepala madrasah yang tidak memiliki visi dan misi untuk mau kemana pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Kepala madrasah seharusnya merupakan simbol dalam keunggulan dalam kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam lingkungan lembaga pendidikan formal, ternyata sulit ditemukan dilapangan pendidikan islam. Pimpinan pendidikan islam bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
b)      Faktor Eksternal
Yang pertama adanya pelakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan islam. Pemerintah selama ini cenderung menganggap dan memperlakukan pendidikan islam sebagai anak tiri, khususnya soal biaya atau anggaran atau dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas. Maka terlepas itu semestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan islam tidak terjadi kesenjangan, karena pendidikan islam juga bermisi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana  juga misi oleh pendidikan umum. Yang kedua adanya diskriminasi masyarakat terhadap pendidikan islam. Secara jujur bahwa masyarakat selama ini cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah atau sekolah – sekolah islam. Rata – rata memandang pendidikan islam yaitu pendidikan nomor dua dan biasanya apabila sekolah di lembaga pendidikan islam merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat di terima di lembaga pendidikan umum di lingkungan Diknas.
3.      Problematika di MI Karangtengah
Problematika atau masalah yang sering muncul di lembaga pendidikan islam formal di MI itu sangat kompleks, ada dua faktor yang mempengaruhi munculnya permasalahan di dalam pendidikan islam yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Didalam problematika atau masalah lembaga pendidikan islam yang penulis tulisini mengenai MI Karangtengah. Di Madrasah Ibtidaiyah Karangtengah ini permasalahannya mengenai anggaran, kualitas  pendidik dan peserta didik. Untuk anggaran di Madrasah Ibtidaiyah ini terjadi kesenjangan, anggaran yang diberikan oleh pemerintah tidak sebanding dengan pendidikan umum lainnya shingga MI Karangtengah ini kekurangan anggaran yang menjadikan sarana dan prasarana kurang mendukung misalkan media dalam proses pembelajaran yang rendah, sehingga dalam proses belajar mengajar kurang efektif dan efisien. Untuk kualitas pendidik sendiri kurang memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya, sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU NO 20/2003 tentang Sikdinas yaitu merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Disini ada sebagian guru yang kurang menguasai atau kurang memahami mengenai kemampuan pedagogik. Sehingga dalam proses pembelajaran kurang efektif.Walaupun guru bukan satu – satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi guru merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil yang sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjaadi tanggungjawabnya. Selanjutnya untuk kualitas peserta didiknya ,  peserta didik di MI ini begitu beragam ada peserta didik yang cepat menangkap pelajaran, ada juga peserta didik yang lambat dalam menangkap materi pelajaran. Untuk itu guru harus dapat menangani peserta didik dari segi karakteristiknya. Karena peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan beragam sehingga menjadikan peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dan perlu dibimbing oleh pendidik atau orang dewasa agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki. Karakteristik peserta didik seperti tingkat inteligensinya, latar belakang keluarga, dan sosial ekonomi, bakat dan minat , kemampuan dasar dalam penguasaan materi pembelajaran, kecenderungan gaya belajar dan kesulitan – kesulitan belajarnya harus menjadi perhatian utama bagi guru dalam menentukan pengalaman belajar bagi peserta didik. Peserta didik sendiri merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas mutu suatu pendidikan. Rendahnya input dan output pendidikan menjadikan kualitas pendidikan islam rendah.
4.      Problematika di Pondok Pesantren Darul Fallah Kedungwuluh Purwokerto
Pondok pesantren merupakan tempat mengemban ilmu – ilmu pendidikan agama islam. Santri adalah sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan di pondok pesantren. Cita – cita pesantren sendiri untuk meneruskan perjuangan Nabi. Identitas pesantren sebagai dasar pertahanan ajaran – ajaran Islam. Namun realitasnya justru terbalik, ternyata prinsip – prinsip pesantren mulai bergeser dikalangan santri. Pergeseran ini disebabkan kecenderungan mereka mengikuti budaya – budaya luar yang tidak sejalan dengan prinsip pesantren sendiri.  Seperti halnya pondok pesantren di darul falah kedungwuluh purwokerto, pondok pesantren ini memiliki beberapa problematika seperti pelanggaran – pelanggaran atau perilaku negatif santri yang kerap mencontoh pada budaya tersebut. Seperti melihat konser musik, menonton flm luar seperti flm korea, pacaran, cara berpakaian yang mengikuti tren masa kini seperti jilbob, banyak santri yang makan dan minum menggunakan alat perlengkapan makan seperti piring dan gelastidak langsung dicuci melainkan ditumpuk kadang sampai berhari – hari sehingga memunculkan bau yang kurang enak dari dalam kamar santri. .Di dalam mengajipun  para santri kurang kesadaran dirinya sehingga harus di suruh – suruh oleh para pengurus untuk sholat berjamaah, dalam proses mengaji para santri kurang fokus masih pada bermain sendiri kurang memperhatikan ustad atau guru ngajinya dan masih terdapat santri yang mengobrol atau berbicara sendiri dengan temannya, tetapi itupun juga tidak semua santri melakukan kenakalan – kenakalan seperti itu. Permasalahan lainnya dari santri sendiri bayak seperti halnya ijin dalam pulang ke rumah, para santri kadang kurang tepat waktu untuk kembali ke pondok sehingga banyak santri yang ijin atau mulur sampai berhari – hari sehingga para santri kurang disiplin dalam hal ijin pulang.
Dari segi pendidik atau ustad, ada beberapa ustad yang kurang profesional dalam mengajar mengenai materi, seperti ustad hanya mengartikan kitab saja tetapi tidak mengkaitkan dengan kehidupan sehari – hari sehingga santri kurang mengena dalam pembelajarannya. Metode yang digunakan juga masing menggunakan metode ceramah dan mengabsaih atau mengartikan. Karena masih banyak terdapat santri yang kurang menguasai materi atau kitab yang disampaikan kepada ustad, sehingga ustad masih menggunakan metode ceramah dan mengabsaih atau mengartikan.
Sarana dan prasarananya kurang lengkap masih ada beberapa yang kurang misalkan dalam buku – buku perpustakaan yang masih kurang lengap, tidak ada tempat atau lapangan olahraga untuk menyalurkan bakat santri dalam olahraga, kurangnya tempat untuk mengaji karena antara ruang untuk sholat dan mengaji itu satu ruangan. Tidak ada ruangan tersendiri untuk koprasi pondok, koprasi pondok masih campur dengan ruangan pengurus.
5.      Solusi untuk Mengatasi Problematika Di Lingkungan Madrasah Iptidaiyah Khususnya Di MI Karangtengah
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaraan pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, karena dengan anggran yang memadai akan biasa menunjang dalam sarana dan prasarana sekolah sehingga proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dapat menjadi efektif dan efisien. Sarana dan prasarana perlu dikembangkan oleh sekolah, hendaknya Untuk itu pemerintah seharusnya memberikan anggaran yang sama rata dengan pendidikan umum lainnya karena pendidikan islam khususnya madrasah ibtidaiyah memiliki tujuan yang sama yaitu mencerdasakan kehidupan bangsa . Sehingga dengan demikian pemerintah setidaknya  memberikan anggarannya yang sama rata untuk menunjang dan mendukung proses pembelajaran.
Kualitas pendidik harus memiliki penguasaan, ketrampilan dan kemampuan sehingga guru dapat dikatakan profesional. Seorang guru dapat dikatakan profesional dapat diidentifikasi dengan memiliki dan menguasai dalam 4 kemampuan atau kompetensi diantaranya kompetensi profesional, paedagogik, kepribadian dan sosial. Seorang guru diharapkan memiliki kemampuan paedagogik yang harus dikuasai karena merupakan kemampuan dalam pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti berbagai konsep  pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, mengetahui dan menguasai beberapa metodologi mengajar sesuai dengan bahan  dan perkembangan siswa , serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dab baik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kemampuan siswa.[4]
Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensin yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasanah penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab.[5] Disamping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami kebutuhan masyarakat nantinya.Peserta didik atau siswa merupakan komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses belajar – mengajar. Sebagai anak didik senantiasa merupakan fase yang berproses untuk menemukan eksistensi kediriannya secara utuh. Oleh karena itu diperlukan pihak orang yang telah dewasa untuk membina dan mengarahkan proses penemuan diri bagi anak didiknya agar mencapai hasil yang efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan.[6]
6.      Solusi untuk Mengatasi Problematika Di Lingkungan Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto
Pondok pesantren merupakan tempat mengemban ilmu – ilmu pendidikan agama islam.Cita – cita pesantren sendiri untuk meneruskan perjuangan Nabi. Identitas pesantren sebagai dasar pertahanan ajaran – ajaran Islam. Agar prinsip – prinsip pesantren tidak bergeser dikalangan santri. Maka para santri harus intropeksi diri atau mempunyai kesadaran sendiri untuk memperbaiki diri agar tidak menyimpang dari ajaran – ajaran islam. Untuk meningkatkan keimanan , sehingga lebih rajin dalam shalat berjamaah, tidak mengobrol atau main sendiri ketika sedang mengaji, memperhatikan ustad mengajar, lebih rajin dalam kebersihan contohnya setelah makan dan minum seperti piring dan gelas langsung di cuci setelah digunakan, sehingga kamar bersih tidak berbau. Untuk keterlambatan dalam ijin pulang pondok pesantren memberikan toleransi apabila melebihi satu hari dikarenakan ada ijin syarí yaitu sakit dan dilampiri dengan surat keterangan dokter, menikah dan ada orang yang meninggal. Apabila santri tidak ada keterangannya makan akan diberikan taziran berupa baca Al-Qurán sesuai dengan ijinnya. apabila ijin satu hari maka baca AL-Qurán 1 jam, dan apabila melebihi 3 hari santri akan diberikan denda berupa semen dengan senilai uang 150 ribu, denda ini nantinya akan kembali lagi untuk keperluan santri. dan apabila santri masih melakukan ijin tanpa keterangan maka akan dipanggil oleh pengurus dan apabila masih melakukannya akan dipanggil oleh pengasuh pondok, apabila sudah melebiji ketentuan maka akan bisa di Drop Out dari pondok pesantren.
Untuk meningkatkan kualitas ustad atau pendidikanya ,  ustad itu seharusnya mengajar bukan hanya sekedar mengartikan kitab saja melainkan harus memberikan contoh yang real dalam kehidupan sehari hari dan dapat mengkaitkan pelajaran dengan kehidupan. Sehingga santri dapat mempunyai gambaran yang lebih jelas mengenai maksud arti dan makna dari kitab itu. Mengenai sarana dan prasarana, pondok harus memiliki ruangan untuk mengaji sendiri temapat untuk shalat sendiri dan ruangan untuk tempat koprasi sendiri. Sehingga pondok dapat tertata dengan rapi dan terlihat lebih efektif dan efisien. Sehingga tidak mengganggu dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren.















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Problematika merupakan berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat islami secara langsung dalam masyarakat.Problematika atau Masalah pendidikan islam timbul karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Didalam problematika atau masalah lembaga pendidikan islam yang penulis tulis ini mengenai MI Karangtengah. Di Madrasah Ibtidaiyah Karangtengah ini permasalahannya mengenai anggaran, kualitas  pendidik dan peserta didik. Dan permasalahan atau problematika di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto ini mengenai santri, ustad atau pendidik, sarana dan prasarananya.
Saran :
Terdapat banyak faktor yang saling terkait anatar yang satu dengan yang lainnya yang umum dipandang dapat menyebabkan naik turunnya kualitas pendidikan. Seperti faktor pendidik, faktor peserta didik, faktor kurikulum, faktor pembiyaan, faktor sarana dan prasarana, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan standarnisasi nasional pendidikan. Maka upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidaklah harus secara berurutan, melainkan dapat dilaksanakan secara simultan dan juga untuk meminimalisir problematika yang terjadi di pendidikan formal dan non formal dengan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, dengan memperhatikan komponen pendidikan islam antar input , output dan juga memperbaiki anggrannya. Dengan hal ini dapat meminimalisir permaslahan – permaslahan yang terjadi di lembaga – lembaga pendidikan, baik pendidikan formal dan pendidikan non formal.
DAFTAR PUSTAKA
Sadirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar – Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo   Persada
Syukir. 1983. Dasar – dasar Strategi Dakwah Islami. Surabaya : AL-Ikhlas
Taniredja, Tukiran,  dkk. 2016.  Guru yang Profesional. Bandung : Alfabeta
Zamroni. 2000. Paragdigma Pendidikan Masa Depan. Jogjakarta : Gigraf Publishing
Wibowo, Agus. 2013.Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah (Konsep dan Praktik Implikasinya). Yogyakarta : Pustaka Belajar
Wiyani, Ardy, Novan .2013. Desain Pembelajaran Pendidikan.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media





[1] Syukir, Dasar – dasar Strategi Dakwah Islami, (Surabaya : AL-Ikhlas, 1983), hal. 65
[2]Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah (Konsep dan Praktik Implikasinya), (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2013), hal.34
[3]Novan  Ardy  Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal.18
[4] Tukiran Taniredja, dkk, Guru yang Profesional, (Bandung : Alfabeta, 2016), hal. 76-77
[5]Zamroni, Paragdigma Pendidikan Masa Depan, (Jogjakarta : Gigraf Publishing, 2000 ), hal. 90
[6]Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar – Mengajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.113

Tidak ada komentar:

Posting Komentar