PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA – LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
( Studi kasus
di MI Karangtengah dan Pondok Pesantren Darul Falah Purwokerto )
LAPORAN OBSERVASI
Disusun untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Tertruktur
Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Rahman Afandi S.Ag.,M.S.I
Oleh :
Nita Miftakhurohmah
1423305207
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan dikarenakan memiliki
berbagai potensi. Semua potensi tersebut hanya dapat digali dan dikembangkan
melaluli proses pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat. Dengan melalui pendidikan manusia dapat
memecahkan berbagai permasalahan -
permasalahan di dalam hidupnya. Pendidikan sebuah proses yang hanya
dapat berlangsung dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.Jadi peran
pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan
dari keseluruhan proses kehidupan manusia.Sedangkan Pendidikan islam bermula
dari pengajian – pengajian di rumah – rumah penduduk yang dilakukan oleh para
penyebar islam yang kemudian berkembang menjadi pengajian di langgar-langgar,
masjid, dan pondok pesantren. Pendidikan islam memang dapat diterima seiring
dengan jalannya pertumbuhan islam dengan demikian, pendidikan islam diharapkan
tidak saja sebagai penyeru pikiran-pikiran produktif tetapi dapat berkolaborasi
dengan kebutuhan zaman. Pendidikan islam diharapkan tidak saja memainkan peran
sebagai pelayan rohani semata tetapi dapat menjawab tantangan dunia.Pendidikan
yang kita bicarakan ini yang akan berlangsung di lingkungan sekolah, baik
sekolah formal dalam pendidikan islam yaitu Madrasah Ibtidaiyah maupun sekolah
non formal dalam pendidikan islam yaitupondok pesantren . Namun didalam dunia
pendidikan sendiri masih banyak terdapat masalah-masalah pendidikan yang
dihadapi di era sekarang. Baik itu masalah yang bersifat internal maupun
bersifat eksternal. Penulis akan bermaksud mengidentifikasi dan memahami permasalahan
-permasalahan pendidikan islam yang ada di madrasah ibtidaiyah dan pesantren
berserta upayanya dalam pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Problematika berasal dari bahasa inggris yaitu
“problematic” yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa
indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan. Sedangkan menurut
lainnya menyatakan bahwa “problema atau problematika” merupakan suatu
kesenjangan antara harapan dan kenyataan.[1] Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika
merupakan berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi
kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses
pemberdayaan, baik yang datang dari individu maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat
islami secara langsung dalam masyarakat.
Sementara pendidikan adalah proses belajar dan
penyesuaian individu – individu secara terus menerus terhadap nilai – nilai
budaya, dan cita-cita masyarakat, suatu proses dimana sebuah bangsa
mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan , dan untuk memenuhi
tujuan hidup yang efektif dan efisien.[2] Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran dan
jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya. Sesuai dengan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan oleh dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan
negara.[3]Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang nantinya akan
diperlukan untuk diri sendiri maupun masyarakat dan negara. Sedangkan istilah
umum yang digunakan dalam pendidikan islam, yaitu Tarbiyah (pengetahuan tentang
ar-rabb), Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan
ilmu , serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai – nilai ilmiah ), Ta’dib
( integrasi ilmu dan amal). Tarbiyah yang berarti memelihara, membesarkan dan
mendidik, berarti manusia memiliki tugas untuk memadukan pertumbuhan dan
perkembangannya bersama dengan alam. Ta’lim merupakan proses memindahkan ilmu
pengetahuan. Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur
yang ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik ) tentang tempat-tempat
yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah suatu sistem yang
memungkinkan seseorang (peserta didik ) yang dapat mengarahkan kehidupannya
sesuai dengan ideologi islam. Dengan ini pendidikan islam berfungsi sebagai pembimbing
ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud
dan kepribadiannya.Jadi problematika pendidikan islam adalah masalah – masalah yang terjadi dalam
pendidikan islam.
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya
Problematika Pendidikan Islam
Problematika atau Masalah pendidikan islam timbul
karena dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a) Faktor Internal
Meliputi
faktor yang pertama manajemen pendidikan islam yang pada umumnya belum mampu menyelenggarakan
pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal ini
tercemin dari kalah bersaingnya dengan sekolah-sekolah yang berada di bawah
pembinaan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas) yang umumnya dikelola secara
modern. Faktor yang kedua kompensasi profesional guru masih sangat rendah. Para
guru yang merupakan unsur penting dalam
kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi,
terutama menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen kelas
dan motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan islam kurang
kondusif bagi pembangunan kompetensi profesional guru. Faktor yang ketiga
kepemimpinan, artinya tidak sedikit kepala-kepala madrasah yang tidak memiliki
visi dan misi untuk mau kemana pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Kepala
madrasah seharusnya merupakan simbol dalam keunggulan dalam kepemimpinan,
moral, intelektual dan profesional dalam lingkungan lembaga pendidikan formal,
ternyata sulit ditemukan dilapangan pendidikan islam. Pimpinan pendidikan islam
bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi
internal dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan
masyarakat, orang tua dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas.
b) Faktor Eksternal
Yang
pertama adanya pelakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan islam.
Pemerintah selama ini cenderung menganggap dan memperlakukan pendidikan islam
sebagai anak tiri, khususnya soal biaya atau anggaran atau dana yang diberikan
pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan
Diknas. Maka terlepas itu semestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan
islam tidak terjadi kesenjangan, karena pendidikan islam juga bermisi untuk
mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga
misi oleh pendidikan umum. Yang kedua adanya diskriminasi masyarakat terhadap
pendidikan islam. Secara jujur bahwa masyarakat selama ini cenderung acuh
terhadap proses pendidikan di madrasah atau sekolah – sekolah islam. Rata –
rata memandang pendidikan islam yaitu pendidikan nomor dua dan biasanya apabila
sekolah di lembaga pendidikan islam merupakan alternatif terakhir setelah tidak
dapat di terima di lembaga pendidikan umum di lingkungan Diknas.
3. Problematika di MI Karangtengah
Problematika atau masalah yang sering muncul di
lembaga pendidikan islam formal di MI itu sangat kompleks, ada dua faktor yang
mempengaruhi munculnya permasalahan di dalam pendidikan islam yaitu faktor
internal dan juga faktor eksternal. Didalam problematika atau masalah lembaga
pendidikan islam yang penulis tulisini mengenai MI Karangtengah. Di Madrasah
Ibtidaiyah Karangtengah ini permasalahannya mengenai anggaran, kualitas pendidik dan peserta didik. Untuk anggaran di Madrasah
Ibtidaiyah ini terjadi kesenjangan, anggaran yang diberikan oleh pemerintah
tidak sebanding dengan pendidikan umum lainnya shingga MI Karangtengah ini
kekurangan anggaran yang menjadikan sarana dan prasarana kurang mendukung
misalkan media dalam proses pembelajaran yang rendah, sehingga dalam proses belajar
mengajar kurang efektif dan efisien. Untuk kualitas pendidik sendiri kurang
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya, sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU NO 20/2003 tentang Sikdinas yaitu merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Disini ada sebagian guru yang kurang menguasai atau kurang memahami
mengenai kemampuan pedagogik. Sehingga dalam proses pembelajaran kurang
efektif.Walaupun guru bukan satu – satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi guru merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil yang sangat besar
pada kualitas pendidikan yang menjaadi tanggungjawabnya. Selanjutnya untuk
kualitas peserta didiknya , peserta
didik di MI ini begitu beragam ada peserta didik yang cepat menangkap
pelajaran, ada juga peserta didik yang lambat dalam menangkap materi pelajaran.
Untuk itu guru harus dapat menangani peserta didik dari segi karakteristiknya. Karena
peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan beragam sehingga
menjadikan peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dan perlu dibimbing
oleh pendidik atau orang dewasa agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki.
Karakteristik peserta didik seperti tingkat inteligensinya, latar belakang
keluarga, dan sosial ekonomi, bakat dan minat , kemampuan dasar dalam
penguasaan materi pembelajaran, kecenderungan gaya belajar dan kesulitan –
kesulitan belajarnya harus menjadi perhatian utama bagi guru dalam menentukan
pengalaman belajar bagi peserta didik. Peserta didik sendiri merupakan salah
satu faktor untuk meningkatkan kualitas mutu suatu pendidikan. Rendahnya input
dan output pendidikan menjadikan kualitas pendidikan islam rendah.
4. Problematika di Pondok Pesantren Darul Fallah
Kedungwuluh Purwokerto
Pondok pesantren merupakan tempat mengemban ilmu –
ilmu pendidikan agama islam. Santri adalah sebutan bagi murid yang mengikuti
pendidikan di pondok pesantren. Cita – cita pesantren sendiri untuk meneruskan
perjuangan Nabi. Identitas pesantren sebagai dasar pertahanan ajaran – ajaran
Islam. Namun realitasnya justru terbalik, ternyata prinsip – prinsip pesantren
mulai bergeser dikalangan santri. Pergeseran ini disebabkan kecenderungan
mereka mengikuti budaya – budaya luar yang tidak sejalan dengan prinsip
pesantren sendiri. Seperti halnya pondok
pesantren di darul falah kedungwuluh purwokerto, pondok pesantren ini memiliki
beberapa problematika seperti pelanggaran – pelanggaran atau perilaku negatif
santri yang kerap mencontoh pada budaya tersebut. Seperti melihat konser musik,
menonton flm luar seperti flm korea, pacaran, cara berpakaian yang mengikuti
tren masa kini seperti jilbob, banyak santri yang makan dan minum menggunakan
alat perlengkapan makan seperti piring dan gelastidak langsung dicuci melainkan
ditumpuk kadang sampai berhari – hari sehingga memunculkan bau yang kurang enak
dari dalam kamar santri. .Di dalam mengajipun
para santri kurang kesadaran dirinya sehingga harus di suruh – suruh
oleh para pengurus untuk sholat berjamaah, dalam proses mengaji para santri
kurang fokus masih pada bermain sendiri kurang memperhatikan ustad atau guru
ngajinya dan masih terdapat santri yang mengobrol atau berbicara sendiri dengan
temannya, tetapi itupun juga tidak semua santri melakukan kenakalan – kenakalan
seperti itu. Permasalahan lainnya dari santri sendiri bayak seperti halnya ijin
dalam pulang ke rumah, para santri kadang kurang tepat waktu untuk kembali ke
pondok sehingga banyak santri yang ijin atau mulur sampai berhari – hari
sehingga para santri kurang disiplin dalam hal ijin pulang.
Dari segi pendidik atau ustad, ada beberapa ustad
yang kurang profesional dalam mengajar mengenai materi, seperti ustad hanya
mengartikan kitab saja tetapi tidak mengkaitkan dengan kehidupan sehari – hari
sehingga santri kurang mengena dalam pembelajarannya. Metode yang digunakan
juga masing menggunakan metode ceramah dan mengabsaih atau mengartikan. Karena
masih banyak terdapat santri yang kurang menguasai materi atau kitab yang
disampaikan kepada ustad, sehingga ustad masih menggunakan metode ceramah dan
mengabsaih atau mengartikan.
Sarana dan prasarananya kurang lengkap masih ada
beberapa yang kurang misalkan dalam buku – buku perpustakaan yang masih kurang lengap,
tidak ada tempat atau lapangan olahraga untuk menyalurkan bakat santri dalam
olahraga, kurangnya tempat untuk mengaji karena antara ruang untuk sholat dan
mengaji itu satu ruangan. Tidak ada ruangan tersendiri untuk koprasi pondok,
koprasi pondok masih campur dengan ruangan pengurus.
5. Solusi
untuk Mengatasi Problematika Di Lingkungan Madrasah Iptidaiyah Khususnya Di MI
Karangtengah
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam
penyelenggaraan pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan, karena dengan anggran yang memadai akan biasa menunjang dalam
sarana dan prasarana sekolah sehingga proses pembelajaran akan berjalan dengan
baik dapat menjadi efektif dan efisien. Sarana dan prasarana perlu dikembangkan
oleh sekolah, hendaknya Untuk itu pemerintah seharusnya memberikan anggaran
yang sama rata dengan pendidikan umum lainnya karena pendidikan islam khususnya
madrasah ibtidaiyah memiliki tujuan yang sama yaitu mencerdasakan kehidupan
bangsa . Sehingga dengan demikian pemerintah setidaknya memberikan anggarannya yang sama rata untuk
menunjang dan mendukung proses pembelajaran.
Kualitas pendidik harus memiliki penguasaan,
ketrampilan dan kemampuan sehingga guru dapat dikatakan profesional. Seorang
guru dapat dikatakan profesional dapat diidentifikasi dengan memiliki dan
menguasai dalam 4 kemampuan atau kompetensi diantaranya kompetensi profesional,
paedagogik, kepribadian dan sosial. Seorang guru diharapkan memiliki kemampuan
paedagogik yang harus dikuasai karena merupakan kemampuan dalam pendidikan yang
memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti
berbagai konsep pendidikan yang berguna
untuk membantu siswa, mengetahui dan menguasai beberapa metodologi mengajar
sesuai dengan bahan dan perkembangan
siswa , serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dab baik yang pada
gilirannya semakin meningkatkan kemampuan siswa.[4]
Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa
yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensin yang dimiliki
secara alami dan kreatif dalam suasanah penuh kebebasan, kebersamaan dan
tanggung jawab.[5] Disamping itu, pendidikan
harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami kebutuhan masyarakat nantinya.Peserta
didik atau siswa merupakan komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam
proses belajar – mengajar. Sebagai anak didik senantiasa merupakan fase yang
berproses untuk menemukan eksistensi kediriannya secara utuh. Oleh karena itu
diperlukan pihak orang yang telah dewasa untuk membina dan mengarahkan proses
penemuan diri bagi anak didiknya agar mencapai hasil yang efektif dan efisien
sesuai dengan yang diharapkan.[6]
6. Solusi
untuk Mengatasi Problematika Di Lingkungan Pondok Pesantren Darul Falah
Kedungwuluh Purwokerto
Pondok pesantren merupakan tempat mengemban ilmu –
ilmu pendidikan agama islam.Cita – cita pesantren sendiri untuk meneruskan
perjuangan Nabi. Identitas pesantren sebagai dasar pertahanan ajaran – ajaran
Islam. Agar prinsip – prinsip pesantren tidak bergeser dikalangan santri. Maka
para santri harus intropeksi diri atau mempunyai kesadaran sendiri untuk
memperbaiki diri agar tidak menyimpang dari ajaran – ajaran islam. Untuk
meningkatkan keimanan , sehingga lebih rajin dalam shalat berjamaah, tidak
mengobrol atau main sendiri ketika sedang mengaji, memperhatikan ustad
mengajar, lebih rajin dalam kebersihan contohnya setelah makan dan minum
seperti piring dan gelas langsung di cuci setelah digunakan, sehingga kamar
bersih tidak berbau. Untuk keterlambatan dalam ijin pulang pondok pesantren
memberikan toleransi apabila melebihi satu hari dikarenakan ada ijin syarí yaitu
sakit dan dilampiri dengan surat keterangan dokter, menikah dan ada orang yang
meninggal. Apabila santri tidak ada keterangannya makan akan diberikan taziran
berupa baca Al-Qurán sesuai dengan ijinnya. apabila ijin satu hari maka baca
AL-Qurán 1 jam, dan apabila melebihi 3 hari santri akan diberikan denda berupa
semen dengan senilai uang 150 ribu, denda ini nantinya akan kembali lagi untuk
keperluan santri. dan apabila santri masih melakukan ijin tanpa keterangan maka
akan dipanggil oleh pengurus dan apabila masih melakukannya akan dipanggil oleh
pengasuh pondok, apabila sudah melebiji ketentuan maka akan bisa di Drop Out
dari pondok pesantren.
Untuk meningkatkan kualitas ustad atau
pendidikanya , ustad itu seharusnya
mengajar bukan hanya sekedar mengartikan kitab saja melainkan harus memberikan
contoh yang real dalam kehidupan sehari hari dan dapat mengkaitkan pelajaran
dengan kehidupan. Sehingga santri dapat mempunyai gambaran yang lebih jelas
mengenai maksud arti dan makna dari kitab itu. Mengenai sarana dan prasarana,
pondok harus memiliki ruangan untuk mengaji sendiri temapat untuk shalat
sendiri dan ruangan untuk tempat koprasi sendiri. Sehingga pondok dapat tertata
dengan rapi dan terlihat lebih efektif dan efisien. Sehingga tidak mengganggu
dalam proses belajar mengajar di pondok pesantren.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
:
Problematika merupakan berbagai persoalan yang
belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan
kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari
individu maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat islami secara langsung
dalam masyarakat.Problematika atau Masalah pendidikan islam timbul karena
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Didalam
problematika atau masalah lembaga pendidikan islam yang penulis tulis ini
mengenai MI Karangtengah. Di Madrasah Ibtidaiyah Karangtengah ini
permasalahannya mengenai anggaran, kualitas
pendidik dan peserta didik. Dan permasalahan atau problematika di Pondok
Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto ini mengenai santri, ustad atau
pendidik, sarana dan prasarananya.
Saran :
Terdapat banyak faktor yang saling terkait anatar
yang satu dengan yang lainnya yang umum dipandang dapat menyebabkan naik
turunnya kualitas pendidikan. Seperti faktor pendidik, faktor peserta didik,
faktor kurikulum, faktor pembiyaan, faktor sarana dan prasarana, dan lain-lain.
Untuk itu diperlukan standarnisasi nasional pendidikan. Maka upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan tidaklah harus secara berurutan, melainkan
dapat dilaksanakan secara simultan dan juga untuk meminimalisir problematika
yang terjadi di pendidikan formal dan non formal dengan meningkatkan sumber
daya manusia yang berkualitas, dengan memperhatikan komponen pendidikan islam
antar input , output dan juga memperbaiki anggrannya. Dengan hal ini dapat meminimalisir
permaslahan – permaslahan yang terjadi di lembaga – lembaga pendidikan, baik
pendidikan formal dan pendidikan non formal.
DAFTAR PUSTAKA
Syukir. 1983. Dasar – dasar Strategi Dakwah Islami. Surabaya
: AL-Ikhlas
Taniredja, Tukiran, dkk.
2016. Guru yang Profesional. Bandung
: Alfabeta
Zamroni. 2000. Paragdigma Pendidikan Masa Depan. Jogjakarta
: Gigraf Publishing
Wibowo, Agus. 2013.Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah
(Konsep dan Praktik Implikasinya). Yogyakarta : Pustaka Belajar
Wiyani, Ardy,
Novan .2013. Desain Pembelajaran Pendidikan.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
[1] Syukir, Dasar
– dasar Strategi Dakwah Islami, (Surabaya : AL-Ikhlas, 1983), hal. 65
[2]Agus Wibowo, Manajemen
Pendidikan Karakter di Sekolah (Konsep dan Praktik Implikasinya),
(Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2013), hal.34
[3]Novan Ardy
Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media, 2013), hal.18
[4] Tukiran
Taniredja, dkk, Guru yang Profesional, (Bandung : Alfabeta, 2016), hal.
76-77
[5]Zamroni, Paragdigma
Pendidikan Masa Depan, (Jogjakarta : Gigraf Publishing, 2000 ), hal. 90
[6]Sadirman, Interaksi
dan Motivasi Belajar – Mengajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal.113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar