Minggu, 07 Mei 2017

1423305185


LAPORAN OBSERVASI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DAN FORMAL
( Study Kasus di MAN Cilacap dan TPQ As-Sofia)


Laporan Observasi ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi S. Ag., M.S.I

Disusun Oleh:
Nama : Apriyana Faujiyah
NIM    : 1423305185                         

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH  IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM  NEGERI PURWOKERTO
2017


A.    PENDAHULUAN

Pada saat ini pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan pendidikan merupakan kebutuhan manusia  yang sangat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Suatu negara dapat dipandang baik, salah satunya melalui pendidikannya. Jika sistem pendidikannya berfungsi secara optimal maka akan tercapai tujuan dari pendidikan tersebut.. Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Namun, sebaliknya apabila proses atau sistem pendidikan tidak berjalan dengan baik maka tujuan dari pendidikan tersebut tidak akan tercapai.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut tentunya harus ada kerjasama antara pemerintah, guru, maupun masyarakat itu sendiri. Serta harus adanya kurikulum pendidikan yang jelas. Seiring dengan perkembangan zaman pada saat ini, sistem pendidikan islam di Indonesia semakin berkembang  pesat. Pada saat ini pendidikan islam tidak mau kalah dengan pendidikan umum baik kualitas maupun kuantitasnya. Bahkan, pada saat ini banyak para orangtua yang memberikan pendidikan non formal khususnya mengenai pengetahuan agama islam untuk menambah pengetahuan mereka tentang agama islam.  Namun dalam perkembangan pendidikan islam formal maupun non formal banyak sekali problematika yang dihadapi apalagi pada masa era globalisasi seperti saat ini.
Makalah ini akan mengidentifikasi atau membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pendidikan islam baik formal maupun nonformal. Adapun jenjang pendidikan islam formal yaitu dimulai dari tingkat MI, MTs, MA, serta Perguruan Tinggi Agama Islam. Nah, pada makalah ini akan membahas pendidikan islam pada jenjang MA yaitu di MAN CILACAP dan pendidikan non formal yaitu TPQ As-Sofia.
Namun, sebelum menguraikan tentang permasalahn pada pendidikan formal dan non formal, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai apa itu pendidikan formal dan apa itu pendidikan non formal.
B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pendidikan Islam Formal dan Non Formal
Pendidikan merupakan proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif dan efisien. Menurut Syekh Mushafa Al-Ghulayani, pedidikan merupakan menanamkan akhlak mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan kebaikan serta cinta belajar yang berguna bagi tanah air.
Sedangkan pendidikan islam  menurut Muhammad Naquib al-Attas, bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pendidikan islam yaitu proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. [1]
Dari beberapa uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam merupakan usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu baik jasmani maupun rohani dengan menanamkan ajaran-ajaran agama islam sehingga terbentuklah akhlak mulia pada diri seorang anak tersebut. Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
Pendidikan islam non formal adalah pendidikan yang bercirikan khusus keagamaan islam. yang berlangsung diluar struktur pendidikan Islam secara formal. Landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan non formal tidak disebutkan atau dijelaskan secara terperinci tentang pendidikan islam nonformal, tetapi secara umum Landasan yuridis pelaksanaan pendidikan non formal adalah UU No 2 Tahun 2003 pasal 26,yang isi dan penjelasannya sebagai berikut : “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjanghayat”.[2]
Pendidikan non formal dalam Islam merupakan wadah/wahana dakwah islamiyah yang murni institusi keagamaan dan karena ia merupakan institusi keagamaan serta merupakan salah satu struktur kegaiatan dakwah dan tabligh yang bercorak Islami, maka peran sentralnya adalah pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama.

2.      Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Muhammad Fadhli al-Jamaly, tujuan pendidikan islam menurut Al-Quran meliputi:
a.       Menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini
b.      Menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat
c.       Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta
d.      Menjelaskan hubungannya dengan Kholik sebagai pencipta alam semesta dan seluruh isinya.
Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu yaitu memanusiakan manusia atau mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal, bahkan karena terlalu ideal tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik karena dalam mencapai tujuan tersebut pasti selalu ada masalah amupun hambatan yang harus dihadapi.
Tujuan dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal sebenarnya tidak berbeda jauh yaitu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Hanya saja, pada pendidikan non formal yang perlu ditekankan yaitu mengenai pengembangan potensi peserta didik dengan menekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Contohnya yaitu Ikatan Remaja masjid, Majlis taklim, Pondok pesantren, TPQ.

3.      Problematika Pendidikan Islam Formal dan Non Formal
Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas masyarakat beragama islam, oleh karena pendidikan islam di Indonesia sendiri pada saat ini sedang berkembang sangat pesat baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formalnya. Namun, dengan kemajuan IPTEK pendidikan islam mulai mendapatkan problematika  maupun adanya masalah-masalah baru yang harus dihadapi. 
Istilah problema/problematika itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan permasalahan.Sedangkan yang lainmenyatakan bahwa permasalahan merupakan  suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan.Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika adalah berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung dalam masyarakat.
1)      Problematika pada pendidikan formal di MAN CILACAP
MAN CILACAP merupakan salah satu madrasah/sekolah islam negeri di Cilacap, dimana madrasah tersebut berada dibawah naungan Kementrian Agama. Pada akhir-akhir ini madrasah tersebut sedang berkembang dengan pesat, mulai dari pembangunan madrasah, fasilitas, sarana dan prasarananya, maupun dalam hal pembelajaran dan peningkatan kualitas dan kuantitas peserta didiknya. Namun, dalam mengembangkan madrasah tersebut tidak semudah yang dibayangkan tetapi harus melalui proses-proses tertentu dan pastinya dalam pengembangannya tersebut pasti selalu ada problem/masalah yang terjadi. Adapun problem-problem yang mereka hadapi yaitu, antara lain :
a)      Kurikulum
Seperti yang kita ketahui bahwa kurikulum merupakan suatu yang penting dalam dunia pendidikan. Seperti yang ketahui bahwa pembaharuan kurikulum juga sering dilakukan pada dunia pendidikan di Indonesia, kurikulum juga meliputi tujuan, metode, dan evaluasi yang berperan penting dalam pembaharuan suatu madrasah serta kurikulum sering dipakai sebagai alat untuk meyakinkan stalkholder.  Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini kurikulum yang mulai diterapkan diberbagai sekolah/madrasah yaitu kurikulum 2013. Namun, di MAN Cilacap sendiri belum sepenuhnya diterapkan, untuk kurikulum 2013 sudah diterapkan di kelas X dan XI, sedangkan untuk kelas XII maih menggunakan kurukulum 2006/ KTSP. Apalagi di MAN cilacap terdapat 4 jurusan yaitu IPA, IPS, Bahasa, dan Agama. Dimana untuk jurusan IPA, IPS, dan Bahasa terdapat 4 mata pelajaran wajib dan mata pelajaran wajib tersebut harus diikuti karena mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang harus diujikan secara nasional dan sekolah. Sedangkan, untuk jurusan Agama sendiri dalam kurikulum tersebut disebutkan bahwa untuk jurasan agama ada 6 mata pelajaran wajib yaitu Quran Hadist, Akidah Akhlak, Ilmu Hadist, bahasa arab, fiqih serta fiqih ushul fiqih yang akan diujikan pada tingkat sekolah maupun nasional. Namun, ada 2 mata pelajaran lagi yang harus ditambahkan pada jurusan agama yaitu bahasa arab peminatan dan ilmu kalam. Dimana pada saat ujian kemarin pihak madrasah bingung apakah kedua mata pelajaran tersebut akan diujikan secara sekolah atau tidak, dan alhasil kedua mata pelajaran tersebut ikut disertakan dalam ujian sekolah karena mempertimbangkan dari pemerintah apabila meminta data hasil ujian mata pelajaran tersebut maka pihak madrasah sudah mempunyai datanya.
b)      Kemampuan guru dalam memotivasi siswa
Seorang guru harusnya memiliki kemampuan memotivasi peserta didik, karena motivasi merupakan hal yang penting dalam pembelajaran. Dengan motivasi maka peserta didik akan bersemangat dalam pembelajaran. Sedangkan motivasi sendiri itu adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang itu mau atau ingin melakukan sesuatu, dan bila  ia tidak suka maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.[3] Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar motivasi merupakan hal yang penting. Namun, di Madrasah tersebut mengalami masalah di bagaimana guru bisa memotivasi siswa agar mau belajar. Kebanyakan, dalam pembelajaran tersebut guru tidak memberikan motivasi terlebih dahulu kepada siswa sebelum pembelajaran.
c)      Dikotomi Ilmu
Dikotomi ilmu sendiri maksudnya yaitu adanya pandangan berbeda dari sistem pendidikan antara sistem pendidikan islam dan pendidikan umum.[4] Hal tersebut membuat masyarakat menjadi  memandang sebelah mata mengenai pendidikan islam, dimana menurut pandangan masyarakat suatu lembaga pendidikan atau bisa dikatakan sekolah yang berwawasan islam hanya mempelajari mata pelajaran yang hanya berhubungan dengan agama islam saja, serta meragukan kualitas, sarana prasarana, maupun sistem pendidikannya. Hal tersebut merupakan masalah yang harus dihadapi oleh suatu lembaga pendidikan islam, dan pada saat ini lembaga pendidikan islam sedang bersaing dengan  lembaga pendidikan umum. Oleh karena itu, saat ini pendidikan islam dianggap sebagai kompetitor.


2)      Problematika di TPQ As-Sofia
TPQ atau singkatan dari Taman Pendidikan Al-qur’an merupakan salah satu pendidikan non formal. TPQ umumnya ditempuh pada masa kanak-kanak atau anak yang berumur 5-12 tahun. Masa anak-anak merupakan masa yang amat kondusif untuk pembiasaan perilaku keagamaan, seperti pembiasaan mendirikan shalat lima waktu, pembiasaan membaca kitab suci al-quran, pembiasaan berdo’a, pembiasaan berbakti kepada kedua orang tua, dll. Pembiasaan ini apabila dilakukan dengan manajemen dan metode serta strategi yang tepat dapat menumbuh kembangkan nilai-nilai akhlakul karimah bagi mereka. Dalam menegembangkan TPQ tersebut tentunya ada problem-problem yang harus dihadapi. Adapun problem-problem tersebut yaitu:
a)      Pengelolaan kelas dan pengelolaan siswa
Dalam kegiatan belajar, pengelolaan kelas merupakan hal yang penting karena apabila kelas tidak dapat dikelola dengan baik maka tujuan pembelaran tersebut tidak akan tercapai.[5] Seperti di TPQ As-Sofia ini, para ustazah/pengajarnya kesulitan dalam mengelola kelas karena untuk proses pembelajaran di TPQ tersebut masih di dalam mushola dan untuk santrinya masih dicampur menjadi satu dalam satu ruangan tersebut. Sebenarnya, di TPQ tersebut sudah dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas ustman, umar, dan abu bakar dimana masing-masing kelas terdapat 10-20 santri. Namun, karena kekurangan ruangan maka digabung menjadi satu. Sehingga, pada saat pembelajaran tidak banyak dari mereka yang bercerita sendiri, lari kesana kemari, bahkan ada yang sampai berkelahi.
b)      Permasalah pada proses pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses interaksi dua arah antara guru dan siswa. Dimana dalam proses pembelajaran harus menggunakan strategi, metode maupun media yang tepat dan menarik sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Di Lembaga pendidikan non formal ini, sering kali para guru/ustadzah tidak menggunakan strategi, metode maupun media yang tepat dan menarik karena keterbatasan waktu dan biaya. Sering kali, dalam pembelajaran hanya ada proses menyampaikan materi saja tanpa ada umpan balik dari para santri.
c)      Menanmkan nilai-nilai keagamaan
Pada saat ini, kemajuan IPTEK sangat berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut dampat berdampak positif dan negatif, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Era globalisasi ini, banyak anak-anak kecil sudah mengenal gadget yang memberikan dampak pada perilaku maupun akhlak mereka, namun para orang tua tidak menyadari dampak tersebut bahkan banyak para orang tua yang tidak mengawasi anak-anaknya ketika sedang menggunakan gadget. Nah, disinilah tugas sebagai ustadzah/guru untuk memberikan nilai-nilai keagamaan, karena jika tidak diberikan sejak kecil maka mereka tidak tau mengenai akhlakkul karimah dan agar mereka tidak terjerumus ke pergaulan yang bebas.
4.      Cara Mengatasi Problematika pada Lembaga Formal dan Non Formal
Dari problematika tersebut, tentunya kita sebagai calon pendidik harus bisa menyelesaikan masalah tersebut baik problematika pada pendidikan formal maupun non formal. Hal tersebut dilakukan untuk membentuk generasi penerus yang berwawasan, berkualitas, dan berakhlakul karimah.
1)      Cara mengatasi problematika pada pendidikan formal di MAN CILACAP
a)      Kurikulum
Untuk mengatasi masalah tersebut, harusnya antara kepala madrasah dan waka kurikulum menjalin komunikasi yang baik untuk membahas hal tersebut. Bisa juga dengan cara kepala madrasah menyelaraskan kurikulum sekolah yang sudah berlaku serta selalu melakukan pembaharuan kurikulum.

b)      Kemampuan guru dalam memotivasi siswa
Motivasi merupakan hal yang penting karena sangat berpengaruh terhadap hasil belajar atau sering disebut “motivation is an essential condition of learning”. Dalam kegiatan belajar motivasi berfungsi sebagai pendorong mencapai prestasi, adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukan hasil yang baik. Apabila guru kurang memotivasi siswa maka siswa tidak ada kemauan untuk belajar serta kurang berprestasi. Untuk mengatasi masalah tersebut seharusnya seorang guru harus peka terlebih dahulu terhadap kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh siswanya tersebut. Seorang guru bisa melakukan motivasi instrintik dan ekstrintik. Motivasi instrintik yaitu motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya. Contoh, seorang siswa belajar karena ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan karena ingin dipuji. Sedangkan, motivasi ekstrintik merupakan motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Contoh, seorang siswa belajar karena tahu besok pagi akan diadakan ujian oleh karena itu dia belajar untuk memperoleh nilai yang baik. Dan yang paling penting yaitu guru memberikan motivasi rohaniah sebelum pembelajaran.
c)      Dikotomi Ilmu
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, dikotomi ilmu merupakan masalah yang memang harus diselesaikan oleh pihak-pihak sekolah. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihak sekolah bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa sekolah islam tidak hanya berisikan pelajaran-pelajaran ilmu agama saja, justru di sekolah islam ini anak-anaknya dapat memperoleh ilmu yang lebih banyak karena di sekolah tersebut diajarkan juga ilmu umum dan ilmu agama. Selain itu, untuk era globalisasi saat ini, pendidikan agama memiliki peran yang sangat penting karena di era ini, disadari atau tidak bahwa nilai moral anak bangsa sudah mulai luntur karena mereka sudah di butakan oleh kecanggihan gadget yang sebenarnya memiliki dampak negatif. Selain dengan sosialisasi, pihak sekolah juga harus meningkatkan kualitas siswanya, dengan hasil output yang memuaskan seperti banyaknya siswa yang sudah lulus dan diterima di perguruan tinggi negeri dan diterima tidaknya ia di masyarakat.
2)      Cara mengatasi problematika pada pendidikan non formal di TPQ As-Sofia
a)      Pengelolaan kelas dan pengelolaan siswa
Kelas sebagai lingkungan belajar siswa merupakan aspek dari lingkungan yang harus diorganisasikan dan dikelola secara sistematis. Sebagai seorang guru/ustazah harus bisa mengelola kelas  agar suasana didalam kelas nyaman dan menyenangkan untuk belajar. Memang, untuk masalah pengelolaan kelas sendiri masih susah dilakukan di tempat tersebut karena mereka hanya belajar di dalam mushola yang meliliki satu rungan saja serta untuk TPQ ini sendiri juga belum mempunyai bangunan sendiri oleh karena itu mererka hanya belajar di dalam masjid. Untuk mengatasi masalah tersebut memang tidak gampang yang pertama terkendala oleh biaya untuk membangun gedung kelas serta tidak adanya lahan. Sebenarnya, untuk masalah ini bisa dibicarakan antara pengurus TPQ, masyarakat, dan wali santri untuk memberikan sumbangan atau mencari donatur untuk memberi/membelikan lahan dan pembuatan gedung. Dari masalah itu saja, menimbulkan masalah lain yaitu, susahnya ustadzah mengelola siswa, dengan keterbatasan ruangan tersebut membuat ustazah kesulitan dalam mengelola siswa sehingga banyak dari santri yang main sendiri, lari kesana kemari, dll
b)      Permasalah dalam proses pembelajaran
Untuk masalah ini dapat diselesaikan dengan sebelum pembelajaran sebaiknya guru menentukan/ memahami materi yang akan disampaikan, selanjutnya pilihlah strategi/ metode/ media yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan. Gunakanlah strategi yang menarik dan menyenangkan ssehingga siswa hanya fokus ke penjelasan guru dan mudah memahaminya. Apalagi kalau pembelajaran menggunakan media yang menarik maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik dan pembelajaran akan berjalan secara baik dan efisien.
c)      Menanamkan nilai-nilai keagamaan
Masalah ini merupakan masalah yang cukup sulit, karena para guru harus menanamkan nilai-nilai kegamaan pada anak kecil. Namun, masalah ini bisa diselesaikan dengan guru/ ustadzah memberikan pengetahuan tentang nilai moral, sopan santun, serta akhlakul karimah . apalagi, kebanyakan anak TPQ berusia dini 5-12 tahun, umur tersebut merupakan umur yang baik untuk menanmkan nilai-nilai keagamaan karena mererka akan diajarkan sejak kecil sehingga akan tertanam pada dirinya sampai besar nanti. Sebenarnya, guru/ustadzah juga harus bekerjasama dengan orangtua santri untuk selalau mengawasi dan menanamkan nilai-nilai keagamaan di rumah maupun saat mereka bermain dengan temannya, karena guru/ustadzah juga tidak bisa mengawasi selama 24 jam melainkan mereka hanya bisa mengawai santrinya ketika mengikuti pelajaran saja. Oleh karena itu, untuk masalah ini dapat diselesaikan dengan baik jika antar guru/ustadzah menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua santri sehingga nantinya dalam diri santrinya akan terbentuk akhlakul karimah pada diri anak tersebut.
C.     KESIMPULAN
1.      Pendidikan islam merupakan usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu baik jasmani maupun rohani dengan menanamkan ajaran-ajaran agama islam sehingga terbentuklah akhlak mulia pada diri seorang anak tersebut. Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
2.      Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu yaitu memanusiakan manusia atau mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal, bahkan karena terlalu ideal tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik karena dalam mencapai tujuan tersebut pasti selalu ada masalah amupun hambatan yang harus dihadapi.
3.      Problematika adalah berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung dalam masyarakat.
4.      Problematika pendidikan islam formal meliputi masalah kurikulum, kemampuan guru dalam memotivasi siswa, dan dikotomi ilmu. Sedangkan problematika pendidikan islam non formal meliputi ustadzah kesulitan dalam mengelola kelas dan santri karena keterbatasan ruangan, masalah dalam proses pembelajaran yang tidak efektif dan efisien, serta masalah tantangan kemajuan IPTEK pada era globalisasi yang memberikan dampak buruk terahadap akhlak mereka.






DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas. 2003. Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. 2006. Jakarta: Kencana.
Rohmad, Ali. Kapita Selekta Pendidikan. 2009. Yogyakarta: Teras.
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. 1996. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sutrisno. Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam. 2011. Yogyakarta: Fadilatama.



[1]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, 2006, Jakarta: Kencana, hlm.27-28
[2]Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas,  2003, Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, hlm. 45

[3] Sardiman,Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 1996, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 75
[4]Sutrisno,Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam.,2011, Yogyakarta: Fadilatama, hlm. 43

[5]Ali Rohmad,Kapita Selekta Pendidikan, 2009, Yogyakarta: Teras. Hlm. 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar