LAPORAN
OBSERVASI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DAN FORMAL
(
Study Kasus di MAN Cilacap dan TPQ As-Sofia)
Laporan
Observasi ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita
Selekta Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu: Rahman Afandi S. Ag., M.S.I
Disusun
Oleh:
Nama
: Apriyana Faujiyah
NIM : 1423305185
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2017
A. PENDAHULUAN
Pada
saat ini pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Bahkan pendidikan merupakan kebutuhan manusia
yang sangat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara. Suatu negara dapat dipandang baik, salah satunya melalui
pendidikannya. Jika sistem pendidikannya berfungsi secara optimal maka akan
tercapai tujuan dari pendidikan tersebut.. Seperti yang kita ketahui bahwa
pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya
melalui proses pembelajaran. Namun, sebaliknya apabila proses atau sistem
pendidikan tidak berjalan dengan baik maka tujuan dari pendidikan tersebut
tidak akan tercapai.
Untuk
mencapai tujuan pendidikan tersebut tentunya harus ada kerjasama antara
pemerintah, guru, maupun masyarakat itu sendiri. Serta harus adanya kurikulum
pendidikan yang jelas. Seiring dengan perkembangan zaman pada saat ini, sistem
pendidikan islam di Indonesia semakin berkembang pesat. Pada saat ini pendidikan islam tidak
mau kalah dengan pendidikan umum baik kualitas maupun kuantitasnya. Bahkan,
pada saat ini banyak para orangtua yang memberikan pendidikan non formal
khususnya mengenai pengetahuan agama islam untuk menambah pengetahuan mereka
tentang agama islam. Namun dalam
perkembangan pendidikan islam formal maupun non formal banyak sekali
problematika yang dihadapi apalagi pada masa era globalisasi seperti saat ini.
Makalah
ini akan mengidentifikasi atau membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh pendidikan islam baik formal maupun nonformal. Adapun jenjang
pendidikan islam formal yaitu dimulai dari tingkat MI, MTs, MA, serta Perguruan
Tinggi Agama Islam. Nah, pada makalah ini akan membahas pendidikan islam pada
jenjang MA yaitu di MAN CILACAP dan pendidikan non formal yaitu TPQ As-Sofia.
Namun,
sebelum menguraikan tentang permasalahn pada pendidikan formal dan non formal,
terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat mengenai apa itu pendidikan
formal dan apa itu pendidikan non formal.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Pendidikan Islam Formal dan Non Formal
Pendidikan
merupakan proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan
hidup secara efektif dan efisien. Menurut Syekh Mushafa Al-Ghulayani, pedidikan
merupakan menanamkan akhlak mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk
dan nasihat sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan
kebaikan serta cinta belajar yang berguna bagi tanah air.
Sedangkan
pendidikan islam menurut Muhammad Naquib
al-Attas, bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki
nilai-nilai agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan
nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pendidikan islam yaitu proses transinternalisasi
pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran,
pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya,
guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. [1]
Dari
beberapa uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam
merupakan usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu baik jasmani
maupun rohani dengan menanamkan ajaran-ajaran agama islam sehingga terbentuklah
akhlak mulia pada diri seorang anak tersebut. Dimana akhlak yang mulia adalah
merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu
individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya
sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
Pendidikan
islam non formal adalah pendidikan yang bercirikan khusus keagamaan islam. yang
berlangsung diluar struktur pendidikan Islam secara formal. Landasan yuridis
penyelenggaraan pendidikan non formal tidak disebutkan atau dijelaskan secara
terperinci tentang pendidikan islam nonformal, tetapi secara umum Landasan
yuridis pelaksanaan pendidikan non formal adalah UU No 2 Tahun 2003 pasal
26,yang isi dan penjelasannya sebagai berikut : “Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjanghayat”.[2]
Pendidikan
non formal dalam Islam merupakan wadah/wahana dakwah islamiyah yang murni
institusi keagamaan dan karena ia merupakan institusi keagamaan serta merupakan
salah satu struktur kegaiatan dakwah dan tabligh yang bercorak Islami, maka
peran sentralnya adalah pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat
Islam sesuai tuntutan ajaran agama.
2. Tujuan
Pendidikan Islam
Menurut
Muhammad Fadhli al-Jamaly, tujuan pendidikan islam menurut Al-Quran meliputi:
a.
Menjelaskan
posisi peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan
tanggung jawabnya dalam kehidupan ini
b.
Menjelaskan
hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat
c.
Menjelaskan
hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan
dengan cara memakmurkan alam semesta
d.
Menjelaskan
hubungannya dengan Kholik sebagai pencipta alam semesta dan seluruh isinya.
Tujuan
pendidikan pada dasarnya hanya satu yaitu memanusiakan manusia atau mengangkat
harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas
dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan
pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal, bahkan karena
terlalu ideal tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik karena dalam
mencapai tujuan tersebut pasti selalu ada masalah amupun hambatan yang harus
dihadapi.
Tujuan
dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal sebenarnya tidak berbeda
jauh yaitu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Hanya saja,
pada pendidikan non formal yang perlu ditekankan yaitu mengenai pengembangan
potensi peserta didik dengan menekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional.
Dengan
demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung
mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan
program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat
akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan
sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern
terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam
kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain.
Contohnya yaitu Ikatan Remaja masjid, Majlis taklim, Pondok pesantren, TPQ.
3. Problematika
Pendidikan Islam Formal dan Non Formal
Indonesia
merupakan salah satu negara yang mayoritas masyarakat beragama islam, oleh
karena pendidikan islam di Indonesia sendiri pada saat ini sedang berkembang
sangat pesat baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formalnya. Namun,
dengan kemajuan IPTEK pendidikan islam mulai mendapatkan problematika maupun adanya masalah-masalah baru yang harus
dihadapi.
Istilah problema/problematika itu sendiri berasal dari
bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau
masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat
dipecahkan; yang menimbulkan permasalahan.Sedangkan yang
lainmenyatakan bahwa permasalahan merupakan
suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan.Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika adalah
berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan
antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang
datang dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami
secara langsung dalam masyarakat.
1) Problematika
pada pendidikan formal di MAN CILACAP
MAN CILACAP merupakan salah satu
madrasah/sekolah islam negeri di Cilacap, dimana madrasah tersebut berada dibawah
naungan Kementrian Agama. Pada akhir-akhir ini madrasah tersebut sedang
berkembang dengan pesat, mulai dari pembangunan madrasah, fasilitas, sarana dan
prasarananya, maupun dalam hal pembelajaran dan peningkatan kualitas dan
kuantitas peserta didiknya. Namun, dalam mengembangkan madrasah tersebut tidak
semudah yang dibayangkan tetapi harus melalui proses-proses tertentu dan
pastinya dalam pengembangannya tersebut pasti selalu ada problem/masalah yang
terjadi. Adapun problem-problem yang mereka hadapi yaitu, antara lain :
a)
Kurikulum
Seperti yang kita ketahui bahwa kurikulum merupakan
suatu yang penting dalam dunia pendidikan. Seperti yang ketahui bahwa
pembaharuan kurikulum juga sering dilakukan pada dunia pendidikan di Indonesia,
kurikulum juga meliputi tujuan, metode, dan evaluasi yang berperan penting
dalam pembaharuan suatu madrasah serta kurikulum sering dipakai sebagai alat
untuk meyakinkan stalkholder. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini
kurikulum yang mulai diterapkan diberbagai sekolah/madrasah yaitu kurikulum
2013. Namun, di MAN Cilacap sendiri belum sepenuhnya diterapkan, untuk
kurikulum 2013 sudah diterapkan di kelas X dan XI, sedangkan untuk kelas XII
maih menggunakan kurukulum 2006/ KTSP. Apalagi di MAN cilacap terdapat 4
jurusan yaitu IPA, IPS, Bahasa, dan Agama. Dimana untuk jurusan IPA, IPS, dan
Bahasa terdapat 4 mata pelajaran wajib dan mata pelajaran wajib tersebut harus
diikuti karena mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang harus
diujikan secara nasional dan sekolah. Sedangkan, untuk jurusan Agama sendiri
dalam kurikulum tersebut disebutkan bahwa untuk jurasan agama ada 6 mata
pelajaran wajib yaitu Quran Hadist, Akidah Akhlak, Ilmu Hadist, bahasa arab, fiqih
serta fiqih ushul fiqih yang akan diujikan pada tingkat sekolah maupun
nasional. Namun, ada 2 mata pelajaran lagi yang harus ditambahkan pada jurusan
agama yaitu bahasa arab peminatan dan ilmu kalam. Dimana pada saat ujian
kemarin pihak madrasah bingung apakah kedua mata pelajaran tersebut akan
diujikan secara sekolah atau tidak, dan alhasil kedua mata pelajaran tersebut
ikut disertakan dalam ujian sekolah karena mempertimbangkan dari pemerintah
apabila meminta data hasil ujian mata pelajaran tersebut maka pihak madrasah
sudah mempunyai datanya.
b)
Kemampuan
guru dalam memotivasi siswa
Seorang guru harusnya memiliki kemampuan memotivasi
peserta didik, karena motivasi merupakan hal yang penting dalam pembelajaran.
Dengan motivasi maka peserta didik akan bersemangat dalam pembelajaran.
Sedangkan motivasi sendiri itu adalah serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang itu mau atau ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka maka
akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.[3]
Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar motivasi merupakan hal yang penting. Namun,
di Madrasah tersebut mengalami masalah di bagaimana guru bisa memotivasi siswa
agar mau belajar. Kebanyakan, dalam pembelajaran tersebut guru tidak memberikan
motivasi terlebih dahulu kepada siswa sebelum pembelajaran.
c)
Dikotomi
Ilmu
Dikotomi ilmu sendiri maksudnya yaitu adanya
pandangan berbeda dari sistem pendidikan antara sistem pendidikan islam dan
pendidikan umum.[4] Hal tersebut membuat
masyarakat menjadi memandang sebelah
mata mengenai pendidikan islam, dimana menurut pandangan masyarakat suatu
lembaga pendidikan atau bisa dikatakan sekolah yang berwawasan islam hanya
mempelajari mata pelajaran yang hanya berhubungan dengan agama islam saja, serta
meragukan kualitas, sarana prasarana, maupun sistem pendidikannya. Hal tersebut
merupakan masalah yang harus dihadapi oleh suatu lembaga pendidikan islam, dan
pada saat ini lembaga pendidikan islam sedang bersaing dengan lembaga pendidikan umum. Oleh karena itu,
saat ini pendidikan islam dianggap sebagai kompetitor.
2) Problematika
di TPQ As-Sofia
TPQ atau singkatan dari Taman
Pendidikan Al-qur’an merupakan salah satu pendidikan non formal. TPQ umumnya
ditempuh pada masa kanak-kanak atau anak yang berumur 5-12 tahun. Masa
anak-anak merupakan masa yang amat kondusif untuk pembiasaan perilaku
keagamaan, seperti pembiasaan mendirikan shalat lima waktu, pembiasaan membaca
kitab suci al-quran, pembiasaan berdo’a, pembiasaan berbakti kepada kedua orang
tua, dll. Pembiasaan ini apabila dilakukan dengan manajemen dan metode serta
strategi yang tepat dapat menumbuh kembangkan nilai-nilai akhlakul karimah bagi
mereka. Dalam menegembangkan TPQ tersebut tentunya ada problem-problem yang
harus dihadapi. Adapun problem-problem tersebut yaitu:
a)
Pengelolaan
kelas dan pengelolaan siswa
Dalam kegiatan belajar, pengelolaan kelas merupakan
hal yang penting karena apabila kelas tidak dapat dikelola dengan baik maka
tujuan pembelaran tersebut tidak akan tercapai.[5]
Seperti di TPQ As-Sofia ini, para ustazah/pengajarnya kesulitan dalam mengelola
kelas karena untuk proses pembelajaran di TPQ tersebut masih di dalam mushola
dan untuk santrinya masih dicampur menjadi satu dalam satu ruangan tersebut.
Sebenarnya, di TPQ tersebut sudah dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas ustman,
umar, dan abu bakar dimana masing-masing kelas terdapat 10-20 santri. Namun,
karena kekurangan ruangan maka digabung menjadi satu. Sehingga, pada saat
pembelajaran tidak banyak dari mereka yang bercerita sendiri, lari kesana
kemari, bahkan ada yang sampai berkelahi.
b)
Permasalah
pada proses pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses interaksi dua arah antara
guru dan siswa. Dimana dalam proses pembelajaran harus menggunakan strategi,
metode maupun media yang tepat dan menarik sehingga pembelajaran menjadi
menyenangkan dan tidak membosankan. Di Lembaga pendidikan non formal ini,
sering kali para guru/ustadzah tidak menggunakan strategi, metode maupun media
yang tepat dan menarik karena keterbatasan waktu dan biaya. Sering kali, dalam
pembelajaran hanya ada proses menyampaikan materi saja tanpa ada umpan balik
dari para santri.
c)
Menanmkan
nilai-nilai keagamaan
Pada saat ini, kemajuan IPTEK sangat berkembang
dengan pesat. Perkembangan tersebut dampat berdampak positif dan negatif,
tergantung bagaimana kita menggunakannya. Era globalisasi ini, banyak anak-anak
kecil sudah mengenal gadget yang memberikan dampak pada perilaku maupun akhlak
mereka, namun para orang tua tidak menyadari dampak tersebut bahkan banyak para
orang tua yang tidak mengawasi anak-anaknya ketika sedang menggunakan gadget.
Nah, disinilah tugas sebagai ustadzah/guru untuk memberikan nilai-nilai
keagamaan, karena jika tidak diberikan sejak kecil maka mereka tidak tau
mengenai akhlakkul karimah dan agar mereka tidak terjerumus ke pergaulan yang
bebas.
4. Cara
Mengatasi Problematika pada Lembaga Formal dan Non Formal
Dari
problematika tersebut, tentunya kita sebagai calon pendidik harus bisa
menyelesaikan masalah tersebut baik problematika pada pendidikan formal maupun
non formal. Hal tersebut dilakukan untuk membentuk generasi penerus yang
berwawasan, berkualitas, dan berakhlakul karimah.
1)
Cara
mengatasi problematika pada pendidikan formal di MAN CILACAP
a)
Kurikulum
Untuk mengatasi masalah tersebut, harusnya antara
kepala madrasah dan waka kurikulum menjalin komunikasi yang baik untuk membahas
hal tersebut. Bisa juga dengan cara kepala madrasah menyelaraskan kurikulum sekolah
yang sudah berlaku serta selalu melakukan pembaharuan kurikulum.
b)
Kemampuan
guru dalam memotivasi siswa
Motivasi merupakan hal yang penting karena sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar atau sering disebut “motivation is an essential condition of learning”. Dalam kegiatan
belajar motivasi berfungsi sebagai pendorong mencapai prestasi, adanya motivasi
yang baik dalam belajar akan menunjukan hasil yang baik. Apabila guru kurang
memotivasi siswa maka siswa tidak ada kemauan untuk belajar serta kurang berprestasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut seharusnya seorang guru harus peka terlebih
dahulu terhadap kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh siswanya tersebut.
Seorang guru bisa melakukan motivasi instrintik dan ekstrintik. Motivasi
instrintik yaitu motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait
dengan aktivitas belajarnya. Contoh, seorang siswa belajar karena ingin
mengetahui segala sesuatunya, bukan karena ingin dipuji. Sedangkan, motivasi
ekstrintik merupakan motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan
dengan aktivitas belajar. Contoh, seorang siswa belajar karena tahu besok pagi
akan diadakan ujian oleh karena itu dia belajar untuk memperoleh nilai yang
baik. Dan yang paling penting yaitu guru memberikan motivasi rohaniah sebelum
pembelajaran.
c)
Dikotomi
Ilmu
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, dikotomi ilmu
merupakan masalah yang memang harus diselesaikan oleh pihak-pihak sekolah.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihak sekolah bisa melakukan sosialisasi
kepada masyarakat bahwa sekolah islam tidak hanya berisikan pelajaran-pelajaran
ilmu agama saja, justru di sekolah islam ini anak-anaknya dapat memperoleh ilmu
yang lebih banyak karena di sekolah tersebut diajarkan juga ilmu umum dan ilmu
agama. Selain itu, untuk era globalisasi saat ini, pendidikan agama memiliki
peran yang sangat penting karena di era ini, disadari atau tidak bahwa nilai
moral anak bangsa sudah mulai luntur karena mereka sudah di butakan oleh
kecanggihan gadget yang sebenarnya memiliki dampak negatif. Selain dengan
sosialisasi, pihak sekolah juga harus meningkatkan kualitas siswanya, dengan
hasil output yang memuaskan seperti banyaknya siswa yang sudah lulus dan
diterima di perguruan tinggi negeri dan diterima tidaknya ia di masyarakat.
2)
Cara
mengatasi problematika pada pendidikan non formal di TPQ As-Sofia
a)
Pengelolaan
kelas dan pengelolaan siswa
Kelas sebagai lingkungan belajar siswa merupakan
aspek dari lingkungan yang harus diorganisasikan dan dikelola secara
sistematis. Sebagai seorang guru/ustazah harus bisa mengelola kelas agar suasana didalam kelas nyaman dan menyenangkan
untuk belajar. Memang, untuk masalah pengelolaan kelas sendiri masih susah
dilakukan di tempat tersebut karena mereka hanya belajar di dalam mushola yang
meliliki satu rungan saja serta untuk TPQ ini sendiri juga belum mempunyai
bangunan sendiri oleh karena itu mererka hanya belajar di dalam masjid. Untuk
mengatasi masalah tersebut memang tidak gampang yang pertama terkendala oleh
biaya untuk membangun gedung kelas serta tidak adanya lahan. Sebenarnya, untuk
masalah ini bisa dibicarakan antara pengurus TPQ, masyarakat, dan wali santri untuk
memberikan sumbangan atau mencari donatur untuk memberi/membelikan lahan dan
pembuatan gedung. Dari masalah itu saja, menimbulkan masalah lain yaitu,
susahnya ustadzah mengelola siswa, dengan keterbatasan ruangan tersebut membuat
ustazah kesulitan dalam mengelola siswa sehingga banyak dari santri yang main
sendiri, lari kesana kemari, dll
b)
Permasalah
dalam proses pembelajaran
Untuk masalah ini dapat diselesaikan dengan sebelum
pembelajaran sebaiknya guru menentukan/ memahami materi yang akan disampaikan,
selanjutnya pilihlah strategi/ metode/ media yang berkaitan dengan materi yang
akan disampaikan. Gunakanlah strategi yang menarik dan menyenangkan ssehingga
siswa hanya fokus ke penjelasan guru dan mudah memahaminya. Apalagi kalau
pembelajaran menggunakan media yang menarik maka tujuan pembelajaran akan
tercapai dengan baik dan pembelajaran akan berjalan secara baik dan efisien.
c)
Menanamkan
nilai-nilai keagamaan
Masalah ini merupakan masalah yang cukup sulit,
karena para guru harus menanamkan nilai-nilai kegamaan pada anak kecil. Namun,
masalah ini bisa diselesaikan dengan guru/ ustadzah memberikan pengetahuan
tentang nilai moral, sopan santun, serta akhlakul karimah . apalagi, kebanyakan
anak TPQ berusia dini 5-12 tahun, umur tersebut merupakan umur yang baik untuk
menanmkan nilai-nilai keagamaan karena mererka akan diajarkan sejak kecil
sehingga akan tertanam pada dirinya sampai besar nanti. Sebenarnya,
guru/ustadzah juga harus bekerjasama dengan orangtua santri untuk selalau
mengawasi dan menanamkan nilai-nilai keagamaan di rumah maupun saat mereka
bermain dengan temannya, karena guru/ustadzah juga tidak bisa mengawasi selama
24 jam melainkan mereka hanya bisa mengawai santrinya ketika mengikuti
pelajaran saja. Oleh karena itu, untuk masalah ini dapat diselesaikan dengan
baik jika antar guru/ustadzah menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua
santri sehingga nantinya dalam diri santrinya akan terbentuk akhlakul karimah
pada diri anak tersebut.
C. KESIMPULAN
1.
Pendidikan
islam merupakan usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu baik
jasmani maupun rohani dengan menanamkan ajaran-ajaran agama islam sehingga
terbentuklah akhlak mulia pada diri seorang anak tersebut. Dimana akhlak yang
mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh
sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting
keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
2.
Tujuan
pendidikan pada dasarnya hanya satu yaitu memanusiakan manusia atau mengangkat
harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas
dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan
pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal, bahkan karena
terlalu ideal tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik karena dalam
mencapai tujuan tersebut pasti selalu ada masalah amupun hambatan yang harus
dihadapi.
3.
Problematika adalah berbagai
persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang
dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara
langsung dalam masyarakat.
4.
Problematika
pendidikan islam formal meliputi masalah kurikulum, kemampuan guru dalam
memotivasi siswa, dan dikotomi ilmu. Sedangkan problematika pendidikan islam
non formal meliputi ustadzah kesulitan dalam mengelola kelas dan santri karena
keterbatasan ruangan, masalah dalam proses pembelajaran yang tidak efektif dan
efisien, serta masalah tantangan kemajuan IPTEK pada era globalisasi yang
memberikan dampak buruk terahadap akhlak mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional
dalam Undang-Undang Sisdiknas. 2003. Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama
Islam Depag.
Rohmad, Ali. Kapita
Selekta Pendidikan. 2009. Yogyakarta: Teras.
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
1996. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sutrisno. Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan
Islam. 2011. Yogyakarta: Fadilatama.
[1]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, 2006,
Jakarta: Kencana, hlm.27-28
[2]Anwar Arifin, Memahami
Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas, 2003,
Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, hlm. 45
[3]
Sardiman,Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, 1996,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar