Minggu, 07 Mei 2017

1423305190

LAPORAN OBSERVASI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DAN FORMAL
(STUDY KASUS DI MI’MAARIF NU I PANCASAN DAN PONDOK PESANTREN DARUL FALAH KEDUNG WULUH PURWOKERTO)






Laporan Observasi ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi S. Ag., M.S.I

Disusun Oleh:
Nama              : Eri Yulia Pratiwi
NIM                : 1423305190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH  IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM  NEGERI PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Misi utama yang diemban oleh institusi pendidikan Islam adalah menjadikan manusia-manusi beriman dan berpengetahuan, yang keberadaannya antara satu dengan yang lainnya saling menunjang dalam melahirkan peradaban. Dimensi keimanan dan pengetahuan menjadi variabel utama dalam menjaga keseimbangan kepribadian pada diri manusia.[1]
Sebagai calon pendidik, kita perlu mengidentifikasi problematika yang ada pada lembaga formal dan nonformal, agar tujuan pendidikan Islam dapat tercapai. Dan dapat menemukan solusi atau jawaban dari permasalahan yang ada pada lembaga pendidikan Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pendidikan islam formal dan non formal?
2.      Apa saja problematika pendidikan islam yang ada di MI Ma’arif NU I Pancasan (formal?)
3.      Apa saja problematika pendidikan islam yang ada Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto(non formal)?
4.      Apa saja solusi dari problematika pendidikan formal dan nonformal yang ada?



C.    Tujuan
Tujuan penulis membuat penelitian ini antara lain:
1.         Salah satu tugas individu mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
2.         Mengetahui pengertian problematika pendidikan islam
3.         Mengetahui problematika yang ada di pendidikan formal dan non formal (MI Ma’arif NU I Pancasan dan Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto)
4.         Mengidentifikasi solusi dari permasalahan yang ada pada lembaga formal dan nonformal khususnya di MI Ma’arif NU I Pancasan dan Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif dan efisien. Menurut Syekh Mushafa Al-Ghulayani, pedidikan merupakan menanamkan akhlak mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan kebaikan serta cinta belajar yang berguna bagi tanah air.
Sedangkan pendidikan islam  menurut Muhammad Naquib al-Attas, bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pendidikan islam yaitu proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. [2]





B.     Problematika Pendidikan Islam Formal di MI Ma’arif NU I Pancasan
Gambaran Objek
Identitas Narasumber              : Leli Arifianti, S.H.I
Guru Mapel                             : Agama
Pelaksanaan Observasi            : Jum’at, 28 April 2017
Tempat                                    :MI Ma’arif NU I Pancasan

Madrasah merupakan isim makna dari darsa yang berarti tempat untuk belajar. Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang formal, muncul dengan latar belakang sebagai:
1)      Manifestasi dan realisasi pembaruan sistem pendidikan Islam
2)      Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum misalnya kesempatan kerja dan perolehan ijazah
3)      Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada dunia Barat sebagai sistem pendidikan mereka, dan sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil  akulturasi.[3]
Berawal dari latar belakang adanya madrasah, tidak terlepas dari problematika yang menghambat tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Berikut permasalahan/ problematika yang ada di lembaga pendidikan Islam khususnya di MI Ma’arif NU I Pancasan:
1.      Kurikulum yang berganti dari KTSP ke K13
Pada kenyataannya kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali berubah, bahkan samapai muncul kesan bahwa setiap ganti menteri pendidikan hampir dapat dipastikan pergantian kurikulum. Padahal, perubahan kurikulum jelas berpengaruh kuat terhadap proses belajar mengajar terhadap peserta didik dengan pendidik, serta terhadap beban hidup masyarakat.
Perlu disadari bahwa perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang biasa. Suatu kurikulum tidak akan mampu dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama, misalnya lebih dari 10 tahun. Kurikulum yang dinilai telah usang atau dinilai sudah tidak sesuai dengan tunturan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, tuntutan kerja dan sebagainya tentunya harus diperbaharui.
Menurut Sudirman N pengembangan kurikulum pendidikan harus dijiwai dan dilandasi oleh banyak prinsip seperti:
a)      Prinsip orientasi pada tujuan
b)      Prinsip relevansi
c)      Prinsip efisiensi
d)     Prinsip keefektifan
e)      Prinsip fleksibilitas
f)       Prinsip integritas
g)      Prinsip kontinuitas
h)      Prinsip sinkronitas
i)        Prinsip obyektifitas
j)        Prinsip demokrasi.[4]
Sepuluh prinsip tersebut sangatlah berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Seperti hasil observasi di MI Ma’arif NU I Pancasan bahwa perubahan kurikulum menjadi problematika dalam pendidikan formal. Perubahan kurikulum tersebut berpengaruh terhadap materi ajar, contohnya pada KTSP materi A diajarkan pada kelas lima, ketika kurikulum berganti   K13 materi A berganti/berubah di ajarkan pada kelas enam. Sehingga pendidik merasa tidak mapan atau tidak konsisten pada materi yang diajarkan.
2.      Perangkat pembelajaran yang belum lengkap
Perangkat pembelajaran sebagai bagian dari komponen pendidikan, seperti alat dan media dapat membatu bahkan dapat menggantikan peran pendidik dalam proses pembelajaran. Terlebih lagi dengan perkembangan teknologi saat ini, semua yang dahulu terasa sulit menjadi mudah, yang terlihat jauh menjadi dekat, dan yang membutuhkan waktu lama menjadi bisa diselesaikan dengan waktu yang singkat.
Perangkat pembelajaran menjadi problematika pendidikan Islam, seperti sekarang ini. Contohnya buku pelajaran, pada kurikulum 2013 buku pelajaran di sediakan oleh pemerintah, namun pada kenyataannya pendistribusian buku masih tersendat dan belum menyeluruh ke sekolah-sekolah. Contoh di kelas 6 MI Ma’arif NU I Pancasan, pada awal tahun pembelajaran, buku dari pemerintah belum tersedia atau belum sampai pada pihak sekolah, sehingga sekolah masih menggunakan buku-buku yang ada atau bisa dikatakan masih menggunakan kurikulum lama, ketika pertengahan semester buku baru tersedia akibatnya dalam satu tahun kelas enam tersebut menggunakan dua kurikulum sekaligus. Dan guru harus lebih ekstra dalam proses dan hasil penilaian karena antara penilaian dalam KTSP dan K13 tentunya berbeda.
3.      Sarana dan prasarana yang kurang memadai
Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak yang dibutuhkan untuk menunjang penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung.Sedangkan dalam lembaga pendidikan dibutuhkan manajemen sarana dan prasarana merupakan keseluruhan proses perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan prasarana yang digunakan agar tujuan pendidikan disekolah tercapai dengan efektif dan efisien yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengedaan, penyimpanan, penginventarisan, pemeliharaan, dan penghapusan sarana dan prasarana  pendidikan.[5]
Sarana dan prasarana untuk menunjang pembelajaran di Ma’arif NU I Pancasan bisa dikatakan kurang memadai dengan jumlah 216 siswa masih kekurangan jumlah kelas, kurangnya fasilitas WC/ kamar mandi yang tersedia hanya tiga kamar mandi saja untuk siswa dan dua kamar mandi untuk guru, belum ada mushala, lab, dan ruangan perpus yang di alokasikan menjadi kelas.
4.      Kompetensi Tenaga Pendidik
Untuk menjadi pendidik yang profesional tidaklah mudah, karena ia harus memiliki berbagai kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Potensi dasar adalah milik individu sebagai hasil dari proses yang tumbuh karena adanya anugerah dan inayah dari Allah SWT.
Menurut W. Robert Houstonbahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta didiknya.
Pendidik Islam yang profesional harus memiliki kompetensi-kompetensi yang lengkap meliputi (1) penguasaan materi al-islam yang kompetensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama dalam bidang bidang yang meliputi tugasnya (2) penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam termasuk kemampuan evaluasinya (3) penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan (4)  memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan Islam masa depan (5) memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.[6]
Seperti pemaparan diatas, bahwa untuk menjadi pendidik profesional dan memiliki kompetensi yang lengkap tidaklah mudah, ini menjadi problematika umum untuk meningkatkan kualitas/ kompetensi pendidik. Dalam lembaga pendidikan Islam formal di MI Ma’arif NU I Pancasan juga terdapat problem tenaga kependidikan yang belum tertuntaskan yang berkaitan dengan kompetensi pendidik seperti kurangnya tenaga pendidik yang benar-benar menguasai pada bidangnya. Karena kekurangan tersebut, akibatnya banyak pendidik yang mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan ahli atau bidangnya.
C.     Problematika Pendidikan Islam Non Formal (Pondok Pesantren Darul Falah Kedung Wuluh Purwokerto)
Gambaran Objek
Identitas Narasumber                        : Tika Fera Ardiana
Jabatan                                   : Demisioner Lurah Pondok Pesantren Darul Falah
Pelaksanaan Observasi          :Sabtu, 22 April 2017
Tempat                                  : Pondok Pesantren Darul Falah  Kedung Wukluh Purwokerto
1)      Pengertian Pondok Pesantren
Menurut Arifin, mendefinisikan pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta di akui masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadershipseorang atau beberapa kiai dengan ciri khas yang bersifat karismatik serta independent dalam segala hal.
Pondok pesantren awal mulanya diidentifikasi sebagai “gejala desa” yang artinya pondok pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tradisional yang kehadirannya bukan untuk menyiapkan pemenuhan tenaga kerja terampil (skilled) atau profesional sebagaimana tuntutan masyarakat modern sekarang ini. Pondok pesantren di dirikan oleh perorangan, yakni kiai. Lembaga pendidikan ini dimaksudkan untuk mengajari para santri belajar agama mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjut. Maka dari itu, merupakan hal yang salah jika ada yang mengatakan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mencetak skill atau lulusan yang kompeten. Karena pondok pesantren merupakan institusi pendidikan Islam yang digunakan sebagi tempat memperdalam ilmu agama Islam, walaupun dalam perkembangannya tidak menutup kemungkinan terdapat pesantren yang mengadopsi kurikulum tertentu untuk mengembangkan skill santrinya.[7]
Problematika yang ada di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto:
a)      Tidak taatnya santri dalam menaati peraturan pondok pesantren contohnya jatah pulang yang mulur.
b)      Masih kurangnya sarana prasarana seperti parkiran yang kurang memadai dengan jumlah kendaraan para santri.
c)      Kurangnya tempat untuk menjemur pakaian para santri
d)     Kurangnya kedisiplinan para santri dalam membayar zahriyah/ uang bulanan pondok
e)      Kurangnya kesadaran kewajiban sebagai santri. Misal, menjaga kebersihan, kurang on time dalam shalat jamaah, dan on time dalam mengaji.
D. Identifikasi Solusi dari Permasalahan yang Ada pada Lembaga Formal dan Nonformal Khususnya di MI Ma’arif NU I Pancasan dan Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto
1)      Lembaga Formal (MI Ma’arif NU I Pancasan)
a)Dari tenaga kependidikan, agar pengembangan guru di MI lebih terarah dan berjalan efektif, maka pengelolaan MI setidaknya: Pertama, menyusun program pengembangan guru tersebut dengan memperhatikan standar pendidikan dan tenaga kependidikan. Kedua, dikembangkan sesuai dengan kondisi madrasah termasuk pembagian tugas,  mengatasi bila terjadi kekurangan tenaga, menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap pendidik dan tenaga kependidikan serta menerapkannya secara profesional, adil dan terbuka.
b)      Perangkat pembelajaran, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kurangnya perangkat pembelajaran yaitu kreatifitas dari pendidik, apabila sekolah tidak dapat memfasilitasi perangkat pembelajaran guru dapat mengasah kreatifitasnya agar pembelajaran dapat disajikan semenarik mungkin, sesuai materi ajar, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.Selain hal tersebut, dapat juga dilakukan dengan pemanfaatan perkembangan teknologi. Islam menghormati hasil teknologi dan bahkan wajib mengembangkannya agar dapat memberikan nilai manfaat lebih kepada umat manusia. Di dalam Islam, semuanya dikembangkan guna mendapatkan kemaslahatan, kebaikan, dan kelestarian alam semesta.[8]
c)Sarana dan Prasarana yang kurang memadai dapat ditingkatkan dengan terorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun sehingga tidak terputusnya komunikasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dengan adanya koordinasi yang baik maka selanjutnya kita dapat meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan.
d)     Dari segi kurikulum, upaya yang dapat di lakukan diantaranya mengadakan pertemuan-pertemuan dengan kepala sekolah dari berbagai sekolah yang pernah mengikuti sosialisasi pelatihan K13 di tingkat nasional, mengikutsertakan guru-guru pada diklat, penyampaian surat edaran/ aturan-aturan/ ketentuan yang berkaitan dengan kurikulum baru, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka mempercepat pelaksanaan kurikulum baru (K13) pada madrasah, melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan serta pembinaan masalah K13 pada madrasah yang bersangkutan.
2)      Lembaga Non Formal (Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto)
Untuk mengatasi problematika yang ada di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto, dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dari santrinya, yakni kesadaran akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai santri. Serta meningkatkan kedisiplinan agar para santri dapat menaati peraturan. Selain itu, untuk mengatasi lahan parkir yang kurang memadai, juga dilatarbelakangi karena kurang rapihnya dalam penataan kendaraan. Atau bisa juga mencari donatur untuk memperluas dan memperlancar pembangunan dan perbaikan infrastruktur.








III
KESIMPULAN
1.      Pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2.      Problematika yang ada di pendidikan islam formal diantaranya kurikulum yang berganti dari KTSP ke K13, perangkat pembelajaran yang belum lengkap, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan kompetensi tenaga pendidik.
3.      Problematika pendidikan Islam nonformal diantaranya tidak taatnya santri dalam menaati peraturan pondok pesantren, masih kurangnya sarana prasarana, kurangnya kedisiplinan para santri dalam membayar zahriyah/ uang bulanan pondok, kurangnya kesadaran kewajiban sebagai santri.
4.      Bentuk usaha dalam mengatasi problematika pendidikan formal dan nonformal yakni peningkatan kompetensi pendidik, menumbuhkan kreatifitas tenaga pendidik, perbaikan infrastruktur, peningkatan kedisiplinan, dan koordinasi dengan lembaga tinggi atau pemerintah.





DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Nur. 2014. Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren. Yogyakarta: Teras.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama.
Rohmat, Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidikan.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Zubaedi. 2012. Isu-isu Baru dalam diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.












[1] Zubaedi, Isu-isu Baru dalam diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 1.
[2]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, 2006, Jakarta: Kencana, hlm.27-28
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 241.
[4] Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm 43-44.
[5] Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), hlm. 26.
[6]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 93-94.

[7] Nur Efendi, Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren,(Yogyakarta: Teras, 2014), hlm. 111-113.
[8] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), hlm. 75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar