LAPORAN OBSERVASI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN
FORMAL DAN FORMAL
Laporan Observasi ini Disusun Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi S. Ag., M.S.I
Disusun Oleh:
Nama :
Eri Yulia Pratiwi
NIM :
1423305190
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Misi utama yang diemban oleh
institusi pendidikan Islam adalah menjadikan manusia-manusi beriman dan
berpengetahuan, yang keberadaannya antara satu dengan yang lainnya saling
menunjang dalam melahirkan peradaban. Dimensi keimanan dan pengetahuan menjadi
variabel utama dalam menjaga keseimbangan kepribadian pada diri manusia.[1]
Sebagai calon pendidik, kita perlu
mengidentifikasi problematika yang ada pada lembaga formal dan nonformal, agar
tujuan pendidikan Islam dapat tercapai. Dan dapat menemukan solusi atau jawaban
dari permasalahan yang ada pada lembaga pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
pendidikan islam formal dan non formal?
2.
Apa saja
problematika pendidikan islam yang ada di MI Ma’arif NU I Pancasan (formal?)
3.
Apa saja
problematika pendidikan islam yang ada Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh
Purwokerto(non formal)?
4.
Apa saja solusi
dari problematika pendidikan formal dan nonformal yang ada?
C.
Tujuan
Tujuan penulis membuat penelitian ini antara lain:
1.
Salah satu
tugas individu mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
2.
Mengetahui
pengertian problematika pendidikan islam
3.
Mengetahui problematika
yang ada di pendidikan formal dan non formal (MI Ma’arif NU I Pancasan dan
Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto)
4.
Mengidentifikasi
solusi dari permasalahan yang ada pada lembaga formal dan nonformal khususnya
di MI Ma’arif NU I Pancasan dan Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses
mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif
dan efisien. Menurut Syekh Mushafa Al-Ghulayani, pedidikan merupakan menanamkan
akhlak mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat
sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan kebaikan serta
cinta belajar yang berguna bagi tanah air.
Sedangkan pendidikan islam menurut Muhammad Naquib al-Attas, bahwa
pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai
agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai
Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Pendidikan islam yaitu proses
transinternalisasi pengetahuan dan nilai islam kepada peserta didik melalui
upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan
pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia
dan akhirat. [2]
B.
Problematika
Pendidikan Islam Formal di MI Ma’arif NU
I Pancasan
Gambaran Objek
Identitas Narasumber : Leli Arifianti, S.H.I
Guru Mapel :
Agama
Pelaksanaan Observasi : Jum’at, 28 April 2017
Tempat :MI Ma’arif NU I Pancasan
Madrasah merupakan isim makna dari darsa
yang berarti tempat untuk belajar. Kehadiran madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam yang formal, muncul dengan latar belakang sebagai:
1)
Manifestasi dan
realisasi pembaruan sistem pendidikan Islam
2)
Usaha penyempurnaan
terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan
lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum misalnya
kesempatan kerja dan perolehan ijazah
3)
Adanya sikap
mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada
dunia Barat sebagai sistem pendidikan mereka, dan sebagai upaya untuk
menjembatani antara sistem pendidikan tradisional oleh pesantren dan sistem
pendidikan modern dari hasil akulturasi.[3]
Berawal dari latar belakang adanya
madrasah, tidak terlepas dari problematika yang menghambat tujuan pendidikan
Islam itu sendiri. Berikut permasalahan/ problematika yang ada di lembaga
pendidikan Islam khususnya di MI Ma’arif NU I Pancasan:
1. Kurikulum yang berganti dari KTSP ke K13
Pada kenyataannya kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali
berubah, bahkan samapai muncul kesan bahwa setiap ganti menteri pendidikan
hampir dapat dipastikan pergantian kurikulum. Padahal, perubahan kurikulum
jelas berpengaruh kuat terhadap proses belajar mengajar terhadap peserta didik
dengan pendidik, serta terhadap beban hidup masyarakat.
Perlu disadari bahwa perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang
biasa. Suatu kurikulum tidak akan mampu dipertahankan dalam jangka waktu yang
relatif lama, misalnya lebih dari 10 tahun. Kurikulum yang dinilai telah usang
atau dinilai sudah tidak sesuai dengan tunturan zaman, perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, sosial, tuntutan kerja dan sebagainya tentunya harus
diperbaharui.
Menurut Sudirman N pengembangan kurikulum pendidikan harus dijiwai
dan dilandasi oleh banyak prinsip seperti:
a)
Prinsip
orientasi pada tujuan
b)
Prinsip
relevansi
c)
Prinsip
efisiensi
d)
Prinsip
keefektifan
e)
Prinsip
fleksibilitas
f)
Prinsip
integritas
g)
Prinsip
kontinuitas
h)
Prinsip
sinkronitas
i)
Prinsip
obyektifitas
j)
Prinsip
demokrasi.[4]
Sepuluh prinsip tersebut sangatlah berpengaruh terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Seperti
hasil observasi di MI Ma’arif NU I Pancasan bahwa perubahan kurikulum menjadi
problematika dalam pendidikan formal. Perubahan kurikulum tersebut berpengaruh
terhadap materi ajar, contohnya pada KTSP materi A diajarkan pada kelas lima, ketika
kurikulum berganti K13 materi A
berganti/berubah di ajarkan pada kelas enam. Sehingga pendidik merasa tidak
mapan atau tidak konsisten pada materi yang diajarkan.
2.
Perangkat
pembelajaran yang belum lengkap
Perangkat pembelajaran sebagai bagian dari komponen pendidikan,
seperti alat dan media dapat membatu bahkan dapat menggantikan peran pendidik
dalam proses pembelajaran. Terlebih lagi dengan perkembangan teknologi saat
ini, semua yang dahulu terasa sulit menjadi mudah, yang terlihat jauh menjadi
dekat, dan yang membutuhkan waktu lama menjadi bisa diselesaikan dengan waktu
yang singkat.
Perangkat pembelajaran menjadi problematika pendidikan Islam,
seperti sekarang ini. Contohnya buku pelajaran, pada kurikulum 2013 buku
pelajaran di sediakan oleh pemerintah, namun pada kenyataannya pendistribusian
buku masih tersendat dan belum menyeluruh ke sekolah-sekolah. Contoh di kelas 6
MI Ma’arif NU I Pancasan, pada awal tahun pembelajaran, buku dari pemerintah
belum tersedia atau belum sampai pada pihak sekolah, sehingga sekolah masih
menggunakan buku-buku yang ada atau bisa dikatakan masih menggunakan kurikulum
lama, ketika pertengahan semester buku baru tersedia akibatnya dalam satu tahun
kelas enam tersebut menggunakan dua kurikulum sekaligus. Dan guru harus lebih
ekstra dalam proses dan hasil penilaian karena antara penilaian dalam KTSP dan
K13 tentunya berbeda.
3.
Sarana
dan prasarana yang kurang memadai
Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak dan
tidak bergerak yang dibutuhkan untuk menunjang penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung.Sedangkan dalam lembaga
pendidikan dibutuhkan manajemen sarana dan prasarana merupakan keseluruhan
proses perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan
prasarana yang digunakan agar tujuan pendidikan disekolah tercapai dengan
efektif dan efisien yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengedaan,
penyimpanan, penginventarisan, pemeliharaan, dan penghapusan sarana dan
prasarana pendidikan.[5]
Sarana dan prasarana untuk menunjang pembelajaran di Ma’arif NU I
Pancasan bisa dikatakan kurang memadai dengan jumlah 216 siswa masih kekurangan
jumlah kelas, kurangnya fasilitas WC/ kamar mandi yang tersedia hanya tiga
kamar mandi saja untuk siswa dan dua kamar mandi untuk guru, belum ada mushala,
lab, dan ruangan perpus yang di alokasikan menjadi kelas.
4.
Kompetensi
Tenaga Pendidik
Untuk menjadi pendidik yang profesional tidaklah mudah, karena ia
harus memiliki berbagai kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar bagi
pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan
kecenderungan yang dimilikinya. Potensi dasar adalah milik individu sebagai
hasil dari proses yang tumbuh karena adanya anugerah dan inayah dari Allah SWT.
Menurut W. Robert Houstonbahwa calon pendidik perlu
mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan
peserta didiknya.
Pendidik Islam yang profesional harus memiliki
kompetensi-kompetensi yang lengkap meliputi (1) penguasaan materi al-islam
yang kompetensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama dalam bidang
bidang yang meliputi tugasnya (2) penguasaan strategi (mencakup pendekatan,
metode, dan teknik) pendidikan Islam termasuk kemampuan evaluasinya (3)
penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan (4)
memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan,
guna keperluan pengembangan pendidikan Islam masa depan (5) memiliki kepekaan
terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan
tugasnya.[6]
Seperti pemaparan diatas, bahwa untuk menjadi pendidik profesional
dan memiliki kompetensi yang lengkap tidaklah mudah, ini menjadi problematika
umum untuk meningkatkan kualitas/ kompetensi pendidik. Dalam lembaga pendidikan
Islam formal di MI Ma’arif NU I Pancasan juga terdapat problem tenaga
kependidikan yang belum tertuntaskan yang berkaitan dengan kompetensi pendidik seperti
kurangnya tenaga pendidik yang benar-benar menguasai pada bidangnya. Karena
kekurangan tersebut, akibatnya banyak pendidik yang mengajar mata pelajaran
yang tidak sesuai dengan ahli atau bidangnya.
C.
Problematika Pendidikan Islam Non Formal (Pondok Pesantren Darul Falah Kedung Wuluh Purwokerto)
Gambaran Objek
Identitas Narasumber : Tika Fera Ardiana
Jabatan :
Demisioner Lurah Pondok Pesantren Darul Falah
Pelaksanaan Observasi :Sabtu, 22 April 2017
Tempat :
Pondok Pesantren Darul Falah Kedung
Wukluh Purwokerto
1)
Pengertian Pondok Pesantren
Menurut Arifin, mendefinisikan pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta di akui masyarakat sekitar
dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama
melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah
kedaulatan dari leadershipseorang atau beberapa kiai dengan ciri khas
yang bersifat karismatik serta independent dalam segala hal.
Pondok pesantren awal mulanya diidentifikasi sebagai “gejala desa”
yang artinya pondok pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tradisional
yang kehadirannya bukan untuk menyiapkan pemenuhan tenaga kerja terampil (skilled)
atau profesional sebagaimana tuntutan masyarakat modern sekarang ini.
Pondok pesantren di dirikan oleh perorangan, yakni kiai. Lembaga pendidikan ini
dimaksudkan untuk mengajari para santri belajar agama mulai dari tingkat dasar
sampai tingkat lanjut. Maka dari itu, merupakan hal yang salah jika ada yang
mengatakan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mencetak
skill atau lulusan yang kompeten. Karena pondok pesantren merupakan institusi
pendidikan Islam yang digunakan sebagi tempat memperdalam ilmu agama Islam,
walaupun dalam perkembangannya tidak menutup kemungkinan terdapat pesantren
yang mengadopsi kurikulum tertentu untuk mengembangkan skill santrinya.[7]
Problematika
yang ada di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto:
a) Tidak taatnya santri dalam menaati
peraturan pondok pesantren contohnya jatah pulang yang mulur.
b) Masih kurangnya sarana prasarana seperti
parkiran yang kurang memadai dengan jumlah kendaraan para santri.
c) Kurangnya tempat untuk menjemur pakaian
para santri
d) Kurangnya kedisiplinan para santri dalam
membayar zahriyah/ uang bulanan pondok
e) Kurangnya kesadaran kewajiban sebagai santri.
Misal, menjaga kebersihan, kurang on time
dalam shalat jamaah, dan on time dalam
mengaji.
D. Identifikasi
Solusi dari Permasalahan yang Ada pada Lembaga Formal dan Nonformal Khususnya
di MI Ma’arif NU I Pancasan dan Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh
Purwokerto
1)
Lembaga Formal
(MI Ma’arif NU I Pancasan)
a)Dari
tenaga kependidikan, agar pengembangan guru di MI lebih terarah dan berjalan efektif,
maka pengelolaan MI setidaknya: Pertama, menyusun program pengembangan
guru tersebut dengan memperhatikan standar pendidikan dan tenaga kependidikan. Kedua,
dikembangkan sesuai dengan kondisi madrasah termasuk pembagian tugas, mengatasi bila terjadi kekurangan tenaga,
menentukan sistem penghargaan, dan pengembangan profesi bagi setiap pendidik
dan tenaga kependidikan serta menerapkannya secara profesional, adil dan
terbuka.
b)
Perangkat
pembelajaran, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kurangnya perangkat
pembelajaran yaitu kreatifitas dari pendidik, apabila sekolah tidak dapat
memfasilitasi perangkat pembelajaran guru dapat mengasah kreatifitasnya agar
pembelajaran dapat disajikan semenarik mungkin, sesuai materi ajar, agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.Selain hal tersebut, dapat juga dilakukan dengan
pemanfaatan perkembangan teknologi. Islam menghormati hasil teknologi dan
bahkan wajib mengembangkannya agar dapat memberikan nilai manfaat lebih kepada
umat manusia. Di dalam Islam, semuanya dikembangkan guna mendapatkan
kemaslahatan, kebaikan, dan kelestarian alam semesta.[8]
c)Sarana
dan Prasarana yang kurang memadai dapat ditingkatkan dengan terorganisirnya koordinasi
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah
terpencil sekalipun sehingga tidak terputusnya komunikasi pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah, dengan adanya koordinasi yang baik maka selanjutnya
kita dapat meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan.
d)
Dari segi kurikulum,
upaya yang dapat di lakukan diantaranya mengadakan pertemuan-pertemuan dengan
kepala sekolah dari berbagai sekolah yang pernah mengikuti sosialisasi
pelatihan K13 di tingkat nasional, mengikutsertakan guru-guru pada diklat,
penyampaian surat edaran/ aturan-aturan/ ketentuan yang berkaitan dengan
kurikulum baru, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka
mempercepat pelaksanaan kurikulum baru (K13) pada madrasah, melaksanakan
kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan serta pembinaan masalah K13 pada
madrasah yang bersangkutan.
2) Lembaga Non Formal (Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto)
Untuk mengatasi problematika yang ada di Pondok Pesantren Darul Falah Kedungwuluh Purwokerto, dapat
dilakukan dengan meningkatkan kesadaran dari santrinya, yakni kesadaran akan
tugas dan tanggungjawabnya sebagai santri. Serta meningkatkan kedisiplinan agar
para santri dapat menaati peraturan. Selain itu, untuk mengatasi lahan parkir
yang kurang memadai, juga dilatarbelakangi karena kurang rapihnya dalam
penataan kendaraan. Atau bisa juga mencari donatur untuk memperluas dan
memperlancar pembangunan dan perbaikan infrastruktur.
III
KESIMPULAN
1.
Pendidikan
Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama
Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu
suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2.
Problematika
yang ada di pendidikan islam formal diantaranya kurikulum yang berganti dari
KTSP ke K13, perangkat pembelajaran yang belum lengkap, sarana dan prasarana
yang kurang memadai, dan kompetensi tenaga pendidik.
3.
Problematika
pendidikan Islam nonformal diantaranya tidak taatnya santri dalam menaati peraturan
pondok pesantren, masih kurangnya sarana prasarana, kurangnya kedisiplinan para santri dalam membayar zahriyah/ uang bulanan
pondok, kurangnya kesadaran kewajiban sebagai santri.
4.
Bentuk usaha
dalam mengatasi problematika pendidikan formal dan nonformal yakni peningkatan
kompetensi pendidik, menumbuhkan kreatifitas tenaga pendidik, perbaikan
infrastruktur, peningkatan kedisiplinan, dan koordinasi dengan lembaga tinggi
atau pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Nur.
2014. Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren. Yogyakarta: Teras.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir.
2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah. Bandung:
PT Refika Aditama.
Rohmat, Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidikan.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:
LkiS Yogyakarta.
Zubaedi. 2012. Isu-isu Baru dalam diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
[1] Zubaedi, Isu-isu
Baru dalam diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 1.
[2]Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, 2006, Jakarta: Kencana,
hlm.27-28
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 241.
[4] Ali Rohmad, Kapita Selekta
Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009), hlm 43-44.
[5] Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2010), hlm. 26.
[6]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 93-94.
[7] Nur Efendi, Manajemen
Perubahan di Pondok Pesantren,(Yogyakarta: Teras, 2014), hlm. 111-113.
[8] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), hlm. 75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar