PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL
DAN NON FORMAL
(Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah Darul Hikmah dan Madrasah Diniyah Al-Ikhlas)
LAPORAN OBSERVASI
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Kapita Selekta
Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi, S.Ag, M.S.I
Disusun oleh:
Jesi Anjasari (1423305198)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAHIBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulisan
ini akan menjelaskan tentang problem problem pendidikan beserta sebab dan
solusi terbaik pada permasalahan yang bergulir pada tahun-tahun ini. Mengapa penulis
memilih studi kasus ini, karena problem-problem pada bidang pendidikan sering
terjadi dan dapat kitajumpai dengan mudah pada lembaga pendidikan, terutama pendidikan
dasar seperti MI. MI adalah lembaga pendidikan
dasar yang mengutamakan
pendidikan agama pada siswanya. Problem-problem di MI sangat kompleks dengan kehidupan
beragama pada anak usia dini, jika pendidikan
agama gagal maka siswa pun akan
gagal dalam menerapkan nilai agama pada kehidupan sehari-hari. Dunia pendidikan
saat ini menuai berbagai kritik tajam karena ketidakmampuannya menanggulani
berbagai problem penting dalam kehidupan masyarakat.
B.
PEMBAHASAN
1.
Latar Belakang
Timbul Madrasah
Madrasah mulai didirikan dan
berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. Pada masa itu ajaran
agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu
pengetahuan, dengan berbagai macam madzhab atau pemikirannya. Pembagian bidang
ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam,
maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran,
matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.
Aliran-aliran yang
timbul akibat dari perkembangan tersebut saling berebutan pengaruh di kalangan
umat Islam, dan berusaha mengembangkan aliran dan madzhabnya masing-masing.
Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pikiran, madzhab
atau aliran. Itulah sebabnya sebagian besar madrasah didirikan pada masa itu
dihubungkan dengan nama-nama madzhab yang masyhur pada masanya, misalnya
madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah atau Hanbaliyah.
Pada awal
perkembangan Islam, terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran,
yaitu kuttab yang mengajarkan cara menulis dan membaca
al-Qur’an, serta dasar-dasar pokok ajaran Islam kepada anak-anak yang merupakan
pendidikan tingkat dasar. Sedangkan masjid dijadikan sebagai tingkat pendidikan
lanjutan pada masa itu yang hanya diikuti oleh orang-orang dewasa. Dari
masjid-masjid ini, lahirlah ulama-ulama besar yang ahli dalam berbagai ilmu
pengetahuan Islam, dan dari sini pulalah timbulnya aliran-aliran atau
madzhab-madzhab dalam berbagai ilmu pengetahuan, yang waktu itu dikenal dengan
istilah madrasah.
Pada hakikatnya
timbulnya madrasah-madrasah di dunia Islam merupakan usaha pengembangan dan
penyempurnaan kegiatan proses belajar mengajar dalam upaya untuk menampung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin
meningkat dan bertambah setiap tahun ajaran.
Sementara itu,
madrasah boleh dikatakan sebagai fenomena baru dari lembaga pendidikan Islam
yang ada di Indonesia, yang kehadirannya sekitar permulaan abad ke-20. Namun
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya masih belum punya
keseragaman antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, terutama sekali
menyangkut kurikulum dan rencana pelajaran. Usaha ke arah penyatuan dan
penyeragaman sistem tersebut, baru dirintis sekitar tahun 1950 setelah
Indonesia merdeka. Dan pada perkembangannya madrasah terbagi dalam
jenjang-jenjang pendidikan; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah.[1]
a.
Pengertian Madrasah
Pengertian madrasah
berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata:
“darasa”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan
“jalan” (thariq), sedangkan kata “midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau
“tempat belajar” dan kata “midras” dengan alif panjang diartikan “rumah untuk
mempelajari kitab Taurat”. Padanan madrasah dalam bahasa indonesia adalah
sekolah. Pada umumnya, pemakaian kata madrasah dalam arti sekolah tersebut,
mempunyai konotasi khusus yaitu sekolah-sekolah agama islam yang berjenjang
dari madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sedangkan cikal bakal model madrasah
di indonesia adalah madrasah Nizhamiyah.
Dari pengertian di
atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-ilmu
keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam
itu sendiri.
b.
Eksistensi Madrasah
Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda dibanding pesantren.
Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah Manba'ul Ulum Kerajaan
Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah
Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 (Malik Fadjar, 1998). Madrasah berdiri atas
inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah
ada. Pembaharuan tersebut, menurut Karl Sternbrink (1986), meliputi tiga hal,
yaitu:
1. Usaha menyempumakan sistem pendidikan pesantren,
2. Penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan
3. Upaya menjembatani antara sistem pendidikan
tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat.
Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam
sistem pendidikan nasional. Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri dalam Negeri) menandakan bahwa
eksistensi madrasah sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Di samping
itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif
bagi peningkatan mutu madrasah baik dari status, nilai ijazah maupun
kurikulumnya (Malik Fadjar, 1998). Di dalam salah satu diktum pertimbangkan SKB
tersebut disebutkan perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada madrasah agar lulusan dari madrasah dapat melanjutkan atau
pindah ke sekolah-sekolah umum dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.[2]
2.
Pengertian
Taman Pendidikan al-Qur'an Taman Pendidikan al-Qur'an (TPQ)
Sebuah tempat
yang indah dan nyaman. Oleh karena itu proses belajar dan mengajar TPQharus
mampu mencerminkan, menciptakan iklim yang indah, nyaman dan menyenangkan.
Menurut As’ad Humam, Taman Pendidikan al-Qur'an (TPQ) adalah “lembaga
pendidikan dan pengajaran al-Qur'an untuk anak usia SD (7-12 tahun)”.1 Dari
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Taman
Pendidikan al-Qur'an (TPQ) adalah suatu tempat yang digunakan untuk menampung
anak-anak yang berusia 7 – 12 tahun untuk diberi pendidikan membaca dan menulis
al-Qur'an agar kelak menjadi generasi yang Qur’ani dan selalu mencintai dan
mengamalkan alQur'an.
Fungsi dan
Tujuan Taman Pendidikan al-Qur'an TPQ merupakan salah satu lembaga pendidikan
agama yang memberikan pendidikan al-Qur'an dan pengetahuan sebagai dasar orang
Islam pada anak-anak antara usia 7 – 12 tahun. Kegiatan anak-anak di TPQ
merupakan contoh riil dalam rangka pembinaan kepada generasi muda yang
dilaksanakan sedini mungkin, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
manusia seutuhnya. Disamping itu TPQ merupakan bentuk baru dalam pengkajian Al-
Qur'an di usia dini yang diharapkan mampu mencoret tinta huruf AlQur'an, insya
Allah juga dapat mengurangi penyandang buta ajaran alQur'an .Adapun tujuan TPQ
adalah memberikan bekal dasar bagi anak didik (santri) agar mampu membaca
al-Qur'an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid dan juga
menanamkan nilai-nilai keislaman bagi peserta didik (santri) sekaligus
membekali peserta didik dengan ilmu keagamaan. TPQ merupakan lembaga yang lebih
menekankan aspek keagamaan dan menekankan santri-santrinya agar dapat membaca
al-Qur'an serta menyiapkan generasi yang Qur’ani, yaitu generasi yang mencintai
al-Qur'an, komitmen dengan al-Qur'an sebagai bacaan dan pandangan hidup
sehari-hari.3 Selain itu tujuan TPQ adalah memberantas buta huruf al-Qur'an di
kalangan masyarakat. Juga menciptakan generasi muslim yang konsisten dalam
mengemban tanggung jawab terhadap agama, bangsa dan Negara.
Pendidikan kita sekarang, juga
masih dihadapkan pada berbagai kendala, khususnya kendala yang berkaitan dengan
sarana/prasarana, sumberdana dan sumberdaya, di samping kendala administrasi
dan pengelolaan. Administrasi serta system pengelolaan pendidikan kita pada
hakikatnya masih bersifat sentralistis yang sarat dengan beban birokrasi. Oleh
karena itu persoalan-persoalan pendidikan masih sulit untuk ditangani secara
cepat, efektif dan efisien. [2]
Amirul Hadi
(2005:20-21) permasalahan dalam pendidikan Islam dapat diidentifikasikan dari
bebrapa jenis, antara lain:
a. Bidang ketenagaan, dalam
bidang ini permasalahan yang kemungkinan muncul adalah tentang bagaimana tenaga pendidik
/guru dalam menjalankan peran dan fungsinya yang ideal.
b. Bidang peserta didik, dalam
bidang ini permasalahan yang muncul adalah berkaitan dengan aktifitas siswa
dalam kegiatan pembelajaran.
c. Bidang lingkungan pendidikan,
yaitu tentang keadaan lingkungan yang ada disekitar.
d. Bidang kurikulum, akan ada
kemungkinan permasalahan mengenai komponen-
komponen pendidikan.[3]
Dari pengertian Madrasah Diniyah dan TPQ juga
problematika yang terjadi pada lembaga Formal maupun Non-Formal ternyata memiliki
banyak kesamaan seperti masalah fasilitas, kompetensi guru, minat peserta didik
dan kurikulum yang belum tertata dengan baik, sehingga muncul beberapa masalah.
Sehingga saya pun akan melihat problematika lembaga formal dan formal dengan
observasi langsung ke lembaga yang terkait. Berikut hasil observasi dari MI
Darul Hikmah Bantarsoka yang berada di jln.Jendral Soedirman No.07 Purwokerto
Barat. Melalui wawancara dengan Kepala sekolah MI Darul Hikmah.
Mi darul Hikmah lahir pada 28 Februari 1966, dibawah naungan lembaga Ma’arif
dengan nama yayasan Al-Hunah. Sejarahnya dahulu MI ini hanyalah sebuah masjid
besar yang terletak ditengah-tengah masyarakat dan masjid tersebut digunakan
untuk pendidikan Diniyah yaiyu sekolah yang dilakukan di sore hari, karena
melihat antusias anak-anak yang ikut diniyah tersebut maka dari parasesepuh
mengajukan untuk membuat lembaga formal, supaya anak-anak disitu bisa belajar
disekolah dan bisa bersekolah di pagi hari. Maka didirikanlah sekolah disekitar
masjid tersebut dengan lahan yang tidak begitu luas, karena tidak strategis
tempatnya yaitu ditengah-tengan pemukiman, dimana disekeliling sekolah tersebut
yaitu perumahan. Semakin kesini setelah dilegalkan dan dinaungu Ma’arif
makabanyak yang berminat untuk menggali ilmu di tempat tersebut, jadi timbulah
beberapa masalah dari semakin berkembang, dan rasaminat anak-anak untuk
membekalinya dengan cara mencari ilmu. Berikut masalah/Problem yang terjadi di
MI Darul Hikmah saat ni.
a.
Lembaga Pendidikan
MI Darul Hikmah Hanya memiliki
13 ruangan dengan total siswa 465 anak denadan
rencana kedepan akan dibangunya 1 ruang kelas lagi. Saat ini 13 ruangan hanya
untuk ruang kelas saja, sedangkan smasih dibutuhkan ruang lain seperti untuk
Perpustakaan, laboratorium yang layak, meskipun sekarang sudah memiliki
perpustakaan tapi itu masih jauh dari standar disebut perpustakaan, sedangkan
jika laboratorium masih menggunakan ruangan yang dapat digunakan atau dilakukan
di luar ruanagan dan diluar ruangan sekolah.
rencana kedepan 1 kelas akan dibikin 3 rombel
jadi akan membutuhkan 18 ruangan, sedangkan sekarang hanyamemiliki 13 ruangn jadi
msih membutuhkan ruangan lagi sebanyak 5 ruangan kelas. Banyak rencana yang
akan dilakukan kedepannya sebagi upaya memaksimalkan lahan yang ada menjadi
ruang kelas yang banyak dan lengkap. upaya MI tersebut akan membangun gedung
secara Vertikal karena untuk meminimalisirlahan yang terbatas, sehingga siswa
tidak akan kekurangan kelas.
Di sebelah timur akan di buat
asrama (ujarnya) dengan bentuk secara vertikal sehingga membentuk 2 lantai,
untuk menghindari kecelakaan atau terjadi sesuatu karena ruangan yang diatas
anak yang selalu aktif maka dibuatkan lah tralis untuk menghalangi anak agar
tidak main-main disekitar yang berbahaya. Dan mereka juga berharap akan ada
tempat/cabang sebagai uraian dari sekolah tersebut supaya siswa dapat
tertampung dan tidak menumpukdi satu tempat, seperti halnya MI Purwokerto yang
terbagi menjadi 3 sekolah, sedangkan kelas yang tinggi atau kelas 6 tinggal
diasrama sekaligus untuk mematangkan juz amma nya.
Dengan
adanya keterbatasan mereka menjadi berkembang yaitu mampu memanfaatkan sesuatu
sebagi media pembelajaran, meskipun fasilitas yang kurang memadai tetapi
pembelajaran itu dapat tersampaikan. seperti tidak adanya tempat untuk
laboratorium, maka guru akan mengenalkan langsung sesutuyang akan diteliti di
luar ruangan, danruang sekolah. Lahan yang sempit dan tidak luas, mereka dapat
memanfaatkan area sekitar dengan carapembangunan secara vertikal, sehingga
masalah-maslah yang ada tidak menyulutkan murid untuk belajar, bahkan dengan
keterbatasan mereka akan berkembang, dan juga banyak prestasi yang di dapatkan
oleh MI Darul hikmah.
MI
darul Hikmah memiliki banyak ekstrakulikuler yang wajib maupun yang tidak
wajib, yang biasanya dari situ lah mereka mendapat prestasi/kejuaraan.
1). Linguistik 5).
Hadroh
2). musik 6).
Tahfidz(wajib)
3). karate 7).Pramuka
(wajib)
4). Qiro’ah
2. Problematika TPQ Al-Ikhlas
a. Pengerrtian TPQ
Taman
Pendidikan al-Qur'an (TPQ) adalah sebuah tempat yang indah dan nyaman. Oleh
karena itu proses belajar dan mengajar TPQharus mampu mencerminkan, menciptakan
iklim yang indah, nyaman dan menyenangkan. Menurut As’ad Humam, Taman
Pendidikan al-Qur'an (TPQ) adalah “lembaga pendidikan dan pengajaran al-Qur'an
untuk anak usia SD (7-12 tahun)”.1 Dari pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Taman Pendidikan al-Qur'an (TPQ) adalah
suatu tempat yang digunakan untuk menampung anak-anak yang berusia 7 – 12 tahun
untuk diberi pendidikan membaca dan menulis al-Qur'an agar kelak menjadi
generasi yang Qur’ani dan selalu mencintai dan mengamalkan al-Qur'an.[4]
b.
Fungsi dan Tujuan Taman Pendidikan al-Qur'an TPQ merupakan salah
satu lembaga pendidikan agama yang memberikan pendidikan al-Qur'an dan pengetahuan
sebagai dasar orang Islam pada anak-anak antara usia 7 – 12 tahun. Kegiatan
anak-anak di TPQ merupakan contoh riil dalam rangka pembinaan kepada generasi
muda yang dilaksanakan sedini mungkin, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas manusia seutuhnya. Disamping itu TPQ merupakan bentuk baru dalam
pengkajian Al- Qur'an di usia dini yang diharapkan mampu mencoret tinta huruf
AlQur'an, insya Allah juga dapat mengurangi penyandang buta ajaran alQur'an
.Adapun tujuan TPQ adalah memberikan bekal dasar bagi anak didik (santri) agar
mampu membaca al-Qur'an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid
dan juga menanamkan nilai-nilai keislaman bagi peserta didik (santri) sekaligus
membekali peserta didik dengan ilmu keagamaan. TPQ merupakan lembaga yang lebih
menekankan aspek keagamaan dan menekankan santri-santrinya agar dapat membaca
al-Qur'an serta menyiapkan generasi yang Qur’ani, yaitu generasi yang mencintai
al-Qur'an, komitmen dengan al-Qur'an sebagai bacaan dan pandangan hidup sehari-hari.3
Selain itu tujuan TPQ adalah memberantas buta huruf al-Qur'an di kalangan
masyarakat. Juga menciptakan generasi muslim yang konsisten dalam mengemban
tanggung jawab terhadap agama, bangsa dan Negara. Sehubungan dengan itu, upaya
peningkatan kemampuan baca tulis alQur'an harus digalakkan, karena baca tulis
al-Qur'an merupakan kegiatan yang penting bagi umat Islam. Maka dari itu dengan
TPQ diharapkan : 1 Terbentuknya peserta didik yang bertaqwa kepada Allah swt.,
berbudi luhur, berilmu, cakap dan tanggung jawab dalam mengamalkan ilmu
pengetahuannya sebagai kader penerus perjuangan bangsa. 2 Imam Muslim, Shohih
Muslim, Juz I, Ikut berperan aktifnya peserta didik dalam kegiatan masyarakat,
khususnya dalam kegiatan keagamaan. Dan adapun tujuan pendidikan menurut depag
secara tidak langsung sama dengan pendidikan formal yang ada taman pendidikan
alqur’an yang memiliki tujuan antara lain: 1 Memberikan pedoman dasar bagi
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang bisa diterima ditempat
umum. 2 Memberikan penjelasan dasar teknis membaca Al-Qur’an sebagai penunjang
mata pelajaran Agama Islam di sekolahan formal. 3 Merangsang sekolah umum dalam
mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler dibidang keagamaan seperti telah
disebutkan dalam peraturan pemerintah menteri agama RI. Nomor : 03 Tahun 1983;
Bahwa dasar pendidikan adalah UUD 1945 4 Dan memberi kontribusi kepada siswa
taman pendidikan alqur’an untuk menimba ilmu untuk bisa mengembangkan
aspek-aspek yang berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan agama. 5 Memberikan
sarana pelatihan dan pendalaman agama bagi siswa agar dapat mendialogkan materi
pelajaran Agama Islam, yang pernah mereka peroleh dengan situasi diri dan
lingkunganya, sehingga agama kemudian bisa diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari mereka, selain itu merekanpun diharapkan mampu menentukan sikap dan
arah yang harus diambilya dalam kehidupan sehari-hari. 6 Memberi bekal
kemampuan kepada warga belajar untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi
muslim yang beriman dan bertaqwa, percaya diri dan berakhlaq mulia.[5]
TPQ
Al-Ikhlas sudah digunakan sejak lama dan anak-anak yang mengaji distu pun
lumayan banyak. TPQ tersebut merupakan gabugan dari Masjid Al-Ikhlas yang
berada berdekatan disampingnya. Pengajar disana hanya 2 Ustadzah yangbersedia
memberikan waktunya untuk berbagi ilmu dengan anak di sekitar desa tersebut.
Karena posisi TPQ tersebut dekat dengan Pondo yaitu Pesma An Najah, maka dari
santri mencoba merembugan siapa saja yang siap mengajar di TPQ untuk membantu
dan mendampingi anak TPQ, maka dari santri hanya diberi jadwal mengajar mulai
hari Sabtu dan minggu selebihnya ustadzah. Mereka memberikan jadwal supaya
anak-anak yang mengajar tidak hanya orang tersebut, selain itu santri membuat
komunitas supaya TPQ dapat berjalan dengan lancar dan tidak sering kosong
karena akan membuat anak-anak malas mengaji. TPQ tersebut lumayan cukup besar.
Hanya saja fasilitas seperti Al-Qur’an dan Iqro sudah lumayan usang dan belum
dibelikan kembali yangbaru. Juga seperti meja yang sudah rusak sehingga tidak dapat
dipergunakan kembali dan juga kurikulum yang belum jelas sehingga membuat
pengajar bingung dengan apa yang di ajarkan , sehingga sering hanya mengaji
Iqra dan Al-Qur’an karena tidak ada jadwal yang akan diajarkan, sehingga
kurangnya persipan dalam menyampaikan materi. Santri yang membantupun belum
menguasai materinya, dan juga tenaga pengajar bukan dari kalangan
ustad/ustadzah hanya mereka memiliki cukup kemampuan dan pengalaman dalam
mengajar.
Sekarang
TPQ lagi dalam pembongkaran dan perbaikan tetapi sudah sejak lama pembangunan
itu tidak diteruskan karena kurangnya dana, sehingga TPQ terbengkalai dan masih
dalam kondisi perbaikan, dan tidak bisa digunakan untuk proses mengaji,dan
smapi saat ini belum ada seseorang yang berbaik hati untuk memberikan dana
untuk menyelesaikan TPQ tersebut, sedangkan masih sangat jauh untuk menjadi
bagus lagi dan pastinya memerlukan dana yang tidak sedikit. Dari pengurus pun tidak mewajibkan warganya untu
kmemberikan sodaqoh sebagi dana tambahan/pengajuan proposal sebagi tambahan
anggaran supaya cepat bertambah dan TPQ cepat diselesaikan, dengan hal tersebut
banyak anak TPQ yang tidak mengaji, karena sebelumnya sempat diliburkan
beberapa hari karena tidak ada tempat untuk mengaji, sehingga ustadzah
memanfaatkan serambi masjid untuk mengaji. Tetapi anak-anak menjadi berkurang,
dan yang sangat mirisnya mereka sering bermain di area masjid tetapi mereka
tidak ikut mengaji dan hanya bermain dan mengganggu anak-anak yang sedang
mengaji. Terkadang ustadzah yang berhalangan datang, dan posisi mahasiswa yang
pulang kuliah disore hari dan juga cape,anak-anak menjadi terlantar tidak ada
yang mengajar, dan mereka hanya bermain-main dan pulang tanpa megaji, hal itu
sering terjadi karena tidak ada warga sekitar yang mengambil alih dan
membiarkan anak-anak tidak mengaji.
sehingga . Problem tersebut belum terselesaikan sampai sekarang, dan
para ustadzah berharap ada dana yang akan menyelesaikan pembangunan, agar
anak-anak kembali unyuk mengaji.
KESIMPULAN
Problematika
pada lembaga formal-maupun non formal pasti ada nya, sehingga bagaimana kita
yang berperan di dalamnya setidaknya dapat meminimalisir kondisi tersebut dan
mampu memanfaatkan keterbatasan yang ada, dan alangkah baiknya jika masalah
tersebut dapat ditemukan solusinya dan dapat terselesaikan maslahnya. Seperti
halnya di MI Darul hikmah, dengan keterbatasan yang ada seperti kurangnya lahan
dikarenakan posisi yang dikelilingi rumah warga sehingga tidak dapat
memperluasnya, tetapi mereka mampu memanfaatkan dan meminimalisir kondisi
tersebut dengan membangun gedung secara vertikal, sehingga tidak memerlukan
pelebaran lahan, dan fasilitas yang tidak lengkap karena ruangan yang kurang,
mereka dapat memanfaatkan lingkungan sekitar da alam sebagai media belajar
mereka, jadi mereka sekalian mengenalkan alam dan dikaitkan dengan materi yang
ada. Sedangkan mengenai TPQ yang mengalami kendala dana sehingga proses
pembangunan TPQ belum terselesaikan, tetapi mereka bisa memanfaatkan serambi
masjid sebagi pengganti masjid, meskipun anak-anak yang mengaji menjadi
berkurang tetapi, proses mengaji tetap dilaksanakan, dan proses pembelajaran
lebih diperbaiki karena dibentuknya jadwal, sehingga tidak hanya Iqro dan
Al-Qur’an yang dipelajari tetapi materi keagamaan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Zamakhsyari
Dhofier, Penggalang Islam Tradisional, Prisma 1, Januari 1984, hlm.56
Karel
Stenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekoleh, , (Jakarta: LP3M, 1984), hlm.23
M. Saekhan Muchith, Issu-Issu Kontemporer Dalam Pendidikan Islam,
Stain Kudus, Kudus, 2009, hlm. 19
As’ad Humam, Pedoman Pengelolaan Pembinaandan Pengembangan;
Membaca, menulis, memahami al-Qur'an, (Yogyakarta: Litbang LPTQ Nasional
Team Tadarus AMM, 1995),hlm.34
Depag
RI, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta. Proyek EMIS,2004) hal 06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar