LAPORAN HASIL OBSERVASI KAPITA SELEKTA
PENDIDIKAN ISLAM
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN
NONFORMAL
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Kapita
Selekta Pendidikan Islam”
Dosen
Pengampu: Rahman Affandi, S. Ag. M. Pd.
Oleh:
Nita Fitri Ani (1423305206)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULAUN
Pendidikan keagamaan Islam merupakan
sesuatu yang wajib diajarkan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan keagamaan Islam diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Peraturan
Pemerintah ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalPendidikan sangat diperlukan oleh
setiap insan, karena hanya dengan pendidikan manusia akan bisa dihargai sebagai
manusia. Melalui pendidikan manusia akan memperoleh perubahan karena ilmu. Oleh
karena itu pula dalam Islam mengharuskan untuk menuntut ilmu.
Pendidikan
Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Proses yang membawa perubahan bagi anak
didik yaitu perubahan menuju kedewasaan yang mana segala sesuatunya berasal
dari dan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits..
Dalam
keadaan sadar, manusia selalu berada di tiga tempat yaitu keluarga, masyarakat
dan sekolah. Ketiga komponen tersebut tentunya sangat berpengaruh bagi setiap
manusia sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial. Dari situlah maka muncul tiga
jenjang, yaitu pendidikan formal, informal dan non formal. Sedangkan yang akan
dibahas dalam pembahasan makalah ini adalah problematika atau kapita selekta pendidikan
islam formal dan nonformal. Sehingga dengan demikian diharapkan memperoleh
keterangan yang lengkap tentang pendidikan formal dan nonformal.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pemikiran Dasar
Agama Islam
yang diwahyukan kepada Rasululloh Muhammad SAW. Mengandung implikasi
kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Dalam
agama Islam terkandung suatu potensi yang mengacu pada kepada fenomena yaitu:
a) Potensi psikologi dan pedagogis yang
mempengaruhi manusia untuk menjadi pribadi yang berkualitas baik dan menyandang
derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
b)
Potensi pengembangan kehidupan manusia sebagai khalifah di
bumi yang dimanis dan kreatif serta responsive terhadap lingkungan sekitarnya[1].
Agama islam yang membawa nilai- nilai dan norma-norma kewahyuan bagi
kepentingann hidup manusia di atas bumi, baru actual dan fungsional bila
diinteralisasikan kdala pribadi melalui proses kependidikan yang konsistn,
terarah kepada tujuan.
Karena
itu proses kependidikan Islam memerlukan kosep-konsep yang pada gilirannya
dapat dikembangkan menjadi teori-teori yang teruji dan praksisasi dilapangan
operasioanal. Hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam sedunia pada tahun 1980 di
Islamabad, menunjukan bahwa islam mempunyai cakupan luasnya dengan pendidikan
umum bahkan melebihinya. Karena pendidikan Islam juga membina dan mengembangkan
pendidikan agama, dimana titik terberatnya terletak pada internalisasi nilai
iman, islam, dan ihsan dalam pribadi manusia muslim yang berilmu pengetahuan
yang luas.
Dengann
demikian, apa yang kita kenal dengan
Pendidikan Agama Islam dinegeri kita merupakan bagian dari Pendidikan Islam.
Tujuanutama dari pendidika islam adaah membina dan mendasari kehidupan anak
didik dengan mendasari nilai-nilai agama sekaligus mengajarkan agama Islam.
Sehingga ia mampu mengamalkan syariat Islam secara benar sesuai pengetahuan
agama.[2]
Sistem
Pendekatan dan Orientasi
Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada tantangan yang
jauh lebih erat dari tantangan yang dihadapi pada masa permulaan penyebaran
Islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multi
interest yang berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang muli kompleks
pula. Jadi tugas pendidikan Islam dalam proses pencapaian tujuannya tidak lagi
menghdapi problema kehidupan yang simplistis, melainkan amat kompleks akibat
rising demand manusia semakn komplek pula. [3]
orientasi
pendidikan islam dalam zaman teknologi masa kini dan masa depan perlu di ubah
pula, yang semula berorientasi pada kehidupan ukhrawy menjadi duniawi uhhrawi
kebersamaan. Orientasi ini menghendaki suatu rumusan pendidikan yang jelas
karena itu program pembelajaran harus lebih diproyeksikan kemasa depan daripada
masa kini atau lampau. Lebih- lebih dalam menghadpi pergseran nilai-nili
cultural yang transisional dari dunia kehidupan yang belum mnemukan pemukiman
yang mapan, maka pendidikan Islam dituntut untut melakukan pendekatan dan
orientasi baru yang relevan dari tuntutn zaman, justru karena pendidikan Islam membawakan
prinsip dan nilai-nilai absolutism yang bersifat mengarahkan trends perubahan
sosio-kultural itu. [4]Prinsip-prinsip pendidikan Islam
sebagai disiplin Ilmu
Sebagai
disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau
pandangan tentang kependidikan yang terdapat didalam sumber-sumber pokoknya
dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama muslim. Dalam sumber-sumber
pokok ituterdapt bahan-bahan fundamental yang mengandung nilai kependidikan
yang masih berserakan untuk di bentuk menjadi suatu ilmu pendidikan islam,
bahan- bahan teebut perlu disistematisasikan dan teorisasikan sesuai dengan
kaidah yang ditetapkan daam dunia ilmu pengetahuan.
Pendidikan Islam merupaka sekumpulan
ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalalui
pengalaman dn pengetahuan.
Ada tiga komponen dasar yang harus
dibahas dalam teori pendidikan Islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan
validitasnya dalam operasionalisasi, yaitu:
1. Tujuan Pendidikan Islam harus
dirumuskan dan ditetapkan secara jelas da sama bagi seluruh umat islam
sehingga ersifat universl
2. Metode Pendidikan Islam yang kita
ciptakan harus erfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujun Pendidikan
Islam itu
3. Irama gerak yang harmonis antara
metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa
kehadiran nilai atau idea.
B.
Kebijakan Tentang Pendidikan
Keagamaan Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 55 Tahun 2007
Ada beberapa pasal dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang menyinggung tentang
pendidikan Islam. Di dalam aturan tersebut setidaknya ada tiga hal yang terkait
dengan pendidikan Islam. Pertama, kelembagaan formal, nonformal, dan informal
didudukkannya lembaga madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal
yang diakui keberadaannya setara dengan lembaga pendidikan sekolah, dan
dipertegas pula tentang kedudukannya sebagai sekolah yang berciri khas agama
Islam. Selanjutnya diakui majelis taklim sebagai pendidikan nonformal dan
masuknya Raudhatul Athfal sebagai lembaga pendidikan anak usia dini, dan
dipertegas pula tentang pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Kedua,
pendidikan Islam sebagai mata pelajaran, dikukuhkannya mata pelajaran agama
sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik di
semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Ketiga, pendidikan Islam sebagai
nilai, terdapat seperangkat nilai-nilai Islami dalam sistem pendidikan
nasional.
Dalam pasal 1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan
formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Keberadaan lembaga
pendidikan Islam sebagai lembaga formal dinyatakan dalam pasal 17 bahwa
pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Mengenai pendidikan menengah
dinyatakan dalam pasal 18 bahwa Pendidikan Menengah berbentuk Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan dalam pasal 20
dinyatakan bahwa pendidikan tinggi dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah
Tinggi, Institut, atau Universitas.
Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar
masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.
C.
Permasalahan
dalam pendidikan agama islam
Indonesia merupakan negara yang mayoritas Islam. Akan
tetapi dalam hal pendidikan, pendidikan islam tidak menjadi mayoritas dalam
kedudukan pendidikan nasional. Sudah menjadi rahasia publik bahwa pendidikan
Islam di pandang selalu berada pada posisi deretan kedua atau posisi marginal
dalam system pendidikan nasional. Padahal, pendidikan apa pun itu, Baik
pendidikan nasional ataupun pendidikan Islam, pada hakekat nya pendidikan
adalah mengembangkan harkat dan martabat manusia, memanusiakan manusia agar
benar-benar mampu menjadi khalifah
Ini mengindikasikan bahwa pendidikan islam di
Indonesia masih dibalut sejumlah problematika. Suatu Permasalahan dapat muncul
dari elemen-elemen intern maupun ekstern yang ada di sekitar badan itu sendiri.
Begitu juga dalam pendidikan, bahwa problem-problem itu berakar dari penyebab
eksternal dan penyebab internal Problem internal hingga ekternal pun hadir di
tengah-tengah pendidikan Islam. Mulai dari permasalahan internal dalam hal
managemen hingga persoalan ekternal seperti politik dan ekonomi menambah
sederet daftar problem yang mestinya ditindak lanjuti.
Adapun faktor-faktor internal dalam pendidikan
Islam,yaitu :
1. meliputi manajemen pendidikan Islam yang terletak pada
ketidak jelasan tujuan yang hendak di capai, ketidak serasian kurikulum
terhadap kebutuhan masyarakat, kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas dan
profesional, terjadinya salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih
belum jelasnya landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang
tingkat pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga keperguruan tinggi.
Menurut
Moh. Raqib bahwa problem mutu lulusan lembaga pendidikan islam selama ini
adalah alumni yang bisa dibilang tidak atau kurang kreatif. Indikasi hal
tersebut tampak pada alumni yang relative banyak tidak mendapat lapangan kerja
dan lebih mengandalkan untuk menjadi PNS sementara lowongan kerja untuk PNS
sangat terbatas. Ini menunjukkan rendahnya kreatifitas untuk menciptakan
lowongan kerja sendiri.
Tentunya
fenomena ketidak kreatifan peserta didik tentu saja tidak lepas dari system
pendidikan dan pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan yang memenang sering
kali tidak menekankan peserta didik untuk bersikap kreatif. Padahal menegemen
siswa yang meliputi pengolahan siswa menjadi output yang menarik itu penting.
Hal ini menunjukkan bahwa managemen pendidikan dalam lembaga pendidikan islam
pada umumnya belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan
pendidikan yang efektif dan berkualitas.
2. faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat
rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan belajar
mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama
menyangkut bidang studi umum, ketrampilan mengajar, manajemen kelas, dan
motivasi mengajar. Para guru seharusnya mempunyai kompetensi pedagogik , kepribadian, profesional, dan sosial.
Faktanya tak jarang ditemui guru mengeluhkan nasibnya yang buruk, guru tidak
berkompeten untuk melakukan pengarahan dan guru yang merasa bahwa tugasnya
hanya mengajar.
3. faktor pemimpin sekolah yang
lemah dalam komunikasi dan negosiasi. Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya
sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan
para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua,
dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas.
Selain faktor internal terdapat
pula faktor-faktor eksternal yang dihadapi pendidikan Islam, meliputi :
1. adanya perlakuan diskriminatif (membeda-bedakan) pemerintah terhadap pendidikan
Islam. Alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan
pendidikan yang berada di lingkungan Diknas. Terlepas itu semua, apakah itu
urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan
Islam tidak terjadi kesenjangan, Padahal pendidikan Islam juga bermisi untuk
mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh pendidikan umum.
2. dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang
pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan
pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor
pendidikan lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Dan lebih tragis lagi
adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau lulusan pendidikan Islam.
3. dapat di katakan bahwa paradigma masyarakat terhadap
lembaga pendidikan islam masih sebelah mata. Lembaga pendidikan Islam
merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga
pendidikan di lingkungan Diknas, itulah yang sering kita temui di sebagian
masyarakat kita. Pandangan masyarakat yang demikian menjadi indicator rendahnya
kepercayaan mereka terhadap lemabaga pendidikan islam.
BAB III
PEMBAHASAN
1. PENDIDIKAN FORMAL
a. WAKTU DAN TEMPAT PELKSANAAN
a) Waktu :Jum’at 14 April 2017
b) Tempat :MI DARUL HIKMAH PURWOKERTO
b. GAMBARAN UMUM SEKOLAH
a) Identitas sekolah
Nama :
MI DARUL HIKMAH BANTARSOKA
Akreditasi :
Akreditasi A
Alamat :
Bantarsoka
Jenjang :
MI
Status :
Swasta
Waktu Belajar :
Sekolah Pagi
Kota :
Kab. Purwokerto
Propinsi :
Jawa Tengah
Kecamatan : Kedung
Banteng
Kelurahan :
Bantarsoka
b)
Visi Misi
VISI MI DARUL HIKMAH
Terbentuknya warga Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda yang memiliki Akhlakul Karimah, Beriman dan Bertaqwa, Aktif, Kreatif, Trampil, Cerdas dan Berdaya Guna.
Terbentuknya warga Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda yang memiliki Akhlakul Karimah, Beriman dan Bertaqwa, Aktif, Kreatif, Trampil, Cerdas dan Berdaya Guna.
MISI MI DARUL HUDA
1. Membekali peserta didik untuk memiliki Keteguhan Akidah dan Kemuliaan Akhlak, Keluasan Ilmu dan Amal
2. Membangun Bakat, Minat dan Potensi peserta didik
3. Memberikan layanan pendidikan yang berkualitas
4. Menciptakan lingkungan sekolah yang Indah, Tertib, Aman dan Bersih
TUJUAN
Unggul dalam kualitas dan kuantitas dengan berlandaskan kepada Iman dan Takwa
c) Ekstrakurikuler
Kegiatan
Ekstrakuikuler di MI DARUL HIKMAH BANTARSOKA yang aktif yaitu ada 9 kegiatan:
1) Musik
2) karate
3) Tahfidz
4) Kali
Grafi
5) Qira’ah
6) lukis
7) hadrah
8) Olah
Raga
9) English
Kids
10) Pramuka
d) Prestasi
Di MI DARUL HKMAH, sekolahnya dapat bersaing dengan sekolah
umum, bahkan bisa dikatakan MI ini lebih berprestasi dari sekolah yanga ada
disekelilingnya. Contohnya pada tahun 2016, MI DARUL HIKMAH meraih piala banyak
atas kemenangan pada lomba-lomba. Dan pada lomba kaligrafi sampai ke tingkat
profinsi.
e) Hasil penelitian
Beberapa
pertanyaan yang diajukan yaitu:
1) Berapa jumalah peserta
didik di MI DARUL HIKMAH?
2) Bagaimana
keadaan ruangan yang ada di MI DARUL HIKMAH ?
3) Problematika
apa saja yang ada di M DARUL HIKMAH terkait proses pembelajaran?
4) Apa
saja kegiatan peserta didik diluar jam pelajaran?
5) Apa
saja fasilitas peserta didik terkait pelaksanaan proses pembelajaran?
6) Bagaimana
antusias peserta didik dalam mengikuti pembelajaran?
7) Bagaimana
antusias dari lingkungan setempat atau warga mengenai Mi tersebut?
Jawaban
pertanyaan dari Narasumber:
1) Jumlah
peserta didik yang ada di MI DARUL HIKMAH ada 465 siswa dari kelas 1-6.
2) Keadaan
ruangan ada 14 ruangan, keadaan ruangan
yang ada bahwa jumlah ruangan yang masih kurang, membuat sarana dan
prasarana tidak maksimal, seperti laboratarium, kantin dan sebagainya.
3) Secara
umum, problematika di MI DARUL HIKMAH sudah minimalisir, hal ini dilihat dari
prestasi di MI yang selalu meningkat setiap tahunnya, tetapi ada kendala-
kendala bagi MI yaitu, kurangnya lahan untuk di buat bangunan, dikarenakan
disekeliing MI sudah terdapat pemukiman warga. Sehingga tidak ada lagi tanah
untuk membangun MI tersebut. Akibatnya, kurangnya ruangan yang dapat dihuni
untuk aktifitas belajar mengajar, seperti Laboratarium, kantin dan
gedung-gedung lainnya. Apalagi untuk kedepannya membutuhkan 18 ruangan kelas
untuk kegiatan belajar mengajar.Untuk kedepannya, untuk mnanggulanginya dari
pihak yayasan adalah dengan mendirikn bangunan atau gedung secara vertical, ini
adalah salah satu cara untuk dapat menyelesaikannya.
4) Kegiatan
peserta didik di luar jam pelajaran adalah adanya ekstrakulikuler yang ada dari
klas 3 sampai kelas 6 dimana kelas 1 sampai kelas 3 ada kegiatan yang dinamakan
English kids, diantara ekstrakulikuler
tersebut adalah music, karate, tahfidz, pramuka, kaligrafi, qira’ah, lukis,
hadroh, dan olah raga. Dan untuk kelas 6 sndiri dikarantina di asrama. Selain
kegiatan pembelajaran disekolah, di MI DARUL HIKMAH ada proses pebelajaran yang
bersifat outdor, contohny dalam pembelajaran fiqh yaitu materi tentang manasik
itu dilakukan di kebumen. Hal itu diadakan agar supaya siswa tdak jenuh dalam
mengikuti pembelajaran, dan menikmati Susana yang baru.
5) Fasilitas
peserta didik dalam menunjang pembelajaran adalah adanya masjid, laboratarium.
Adanya masjid yang cukup luas membuat peserta didik dan guru lebih mudah untuk
menunjang pembelajaran. Meskipun masjid itu sendiri adalah masjid milik
yayasan.
6) Antusias
para peserta didik sangat semangat dalam pembelajaran. Hal ini ditandai dengan
adanya prestasi yang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat
bahwa kesadaran peserta didik akan meningkanya pula belajar.
7) Antusias
dari warga cukup mendukung, hal ini dapat dilihat dari semangat dari orang tua
wali murid atau warga sekitar yang mendukung kegiatan belajar mengajar atau
mendukung segalakegiatan dari sekolah.
2. PENIDIKAN
NONFORMAL
a. WAKTU DAN TEMPAT PELKSANAAN
a) Waktu : 14 April 2017
b) Tempat :Pondok Pesantern Al- Hidayah, Karangsuci Purwokerto
b. GAMBARAN UMUM PESANTREN
a) Identitas pesantren
Untuk pendidikan Nonformal ini peneliti meneliti Lembaga Pendidikan Pondok
Pesantren Al-Hidayah Karangsuci, Purwokerto.
Pesantren, secara bahasa berasal
dari kata ‘santri’ yang kemudian diimbuhi imbuhan ‘pe’ di depan dan imbuhan
‘an’ di belakang, sehingga menjadi pesantrian, dan menjadi pesantren.
yang berarti menunjukkan kata tempat bagi para santri (Prof. DR. H. Samsul Nizar,M.AG,
Sejarah Pendidikan Islam, 2011).
Kuttab, demikian salah satu istilah yang
diperkenalkan oleh pendiri-pendiri awal pesantren. Berasal dari bahasa Arab,
yakni kuttaabun kataatiibun. Berarti, sekolah permulaan, tingkatan
sekolah awal atau rendah. Ini merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam
yang semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah
(wetonan), dan berkembang pesat karena didukung oleh iuran masyarakat serta
adanya aturan dan tata tertib yang harus dipatuhi oleh guru dan murid.
(Dr. Abd. Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakir, M.SI.,Ilmu Pendidikan Islam,
2006).
b) Visi Misi
Ø Visi Pondok Pesantren Al-Hidayah
a. Membentuk manusia yang sempurna yang sanggup menghadapi
tantangan yang akan dihadapi masa depan
b. Membantu pemerintah dalam proses pendidikan islam
c. Menciptakan manusia atau masyarakat yang sejahtera lahir
dan batin sesuai dengan ajaran islam yaitu masyarakat yang bertakwa kepada
Allah SWT, berbudi pekerti yang tinggi, berpengetahuan luas serta
berpikirkritis dan fisisk yang sehat
Ø Misi Pondok Pesantren Al-Hidayah
a. Upaya pondok pesantren yaitu usaha melalui seluruh
progrsm-progrsm yang direncanakan oleh pondok pesantren. Hal initerbukti dengan
adanya pelatihan, seminar dan adanya keterampilan yang lain
b. Sesuai dengan tujuan yang kedua dalam hal ini kontribusi
setiap Pondok Pesantren pada umumnya dan Pondok Pesantren Al-Hidayah pada
khususnya dapat menjadi aset pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karena setiap sosok pondok pesantren termasuk salah satu lembaga islam yang secara
otomatis segala aktivitas pendidikan yang dilaksanakan sudah tentu diarahkan
sesuai dengan cara pendidikan islam
c. Kemudian dalam rangka merealisasikan tujuan ketiga yaitu
menciptakan manusia atau masyarakat yang sejahtera lahir dan batin sesuai
ajaran islam yaitu masyarakat yang berbakti pada Allah, berbudi pekerti luhur,
tingkat pengetahuan luas dan berpikir kritis serta berbadab sehat, pondok
pesantren ini sudah biasa melakukan kegiatan kemasyarakatan misalnya dengan
kerja bakti di desa,pembagian zakat fitrah, menyelenggarakan pengajian akbar
dan juga dibentuk suatu forum komunikasi antar umat beriman (FKAUB) yang
dipelopori oleh pengasuh pondok pesantren Al-Hidayah Alm. Dr. K. H. Noer Iskandar al-Barsany, M. A.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas, diharapkan semua tujuan dapat tercapai.
c) Intrakurikuler
Pondok Pesantren Al-Hidayah memiliki beberapa program intrakurikuler:
a. OSMADINSA (Organisasi Madrasah Diniyah Salafiyah
Al-Hidayah)
OSMADINSA merupakan salah satu organisasi yang setara dengan OSIS pada sekolah
umum.tujuan dibentuknya organisasi ini yaitu untuk membantu mengaktifkan
kegiatan belajar mengajar Madrasah Diniyah Salafiyah Al-Hidayah (MDSA) serta
mengembangkan keilmuan dan kreatifitas santri melalui kegiaytan seperti
seminar, pelatihan, workshop, penerbitan majalah dan mading
b. GNSS (Gema Nada Sholawat Salsabila)
Organisasi ini merupakan wadah bagi santri untuk mengembangkan bakat dan
minat santri dalam bersholawat dan juga sebagai wadah untuk mengasah
keterampilan hadroh yang didringi oleh grup rebana yang bernama Asy-Syahid dan
Asy-Syahidah dan Organ Tunggal.
c. LPBA (Lembaga Pengembangan Bahasa Asing)
Organisasi ini menangani tentang pengembangan santri dalam berbahsas asing,
khususnya bahasa arab dan bahasa inggris. Program ini diperuntukkan bagi
seluruh santri yang memiliki keinginan kuat mempelajari bahasa asing tersebut.
d.
SAHID UNITED (Santeri
Al-Hidayah United)
Organisasi ini merupakan media untuk mengembangkan bakat dan minat santri
dalam bidang olahraga, khususnya sepak bola. Dalam kurun waktu sebulan sekali
mengagendakan untuk berlatih bersama dengan tim sepak bola timnya
e.
MQ (Madrasah
Qur’an)
d)
Prestasi
Dipondok
pesantern Al-Hidayah ini sering memenangkan lomba hadroh antar pondok pesantren
Dalam penelitian ini, akan
dibahas sistem pendidkan pondok pesantrenyang
ada di pondok pesantren Al-Hidayah
yaitu kurikulum dan metode pengajaran atau penyampaian.
1.
Kurikulum
Pada umumnya pondok pesantren memiliki kebiasaan yang
sudah lama ada yaitu tidak merumuskan dasar dan tujuan pendidikannya secraa jelas,
atau merinci pembelajaran dalam bentuk kurikulum
Pondok Pesantren Al-Hidayah dalam pembelajarannya,
merumuskan tentang kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum yang berbasis kitab
atau kurikulum mandiri. Kurikulum ini dipakai sebagai langkah untuk mencapai
pembelajaran yang sukses dan menyeluruh supaya pendidikan yang ada dalam Pondok
Pesantren terarah dan dapat terorganisir secara jelas dan teratur
2.
Metode Pengajaran
dan Penyampaian
Dalam pengajarannya, Pondok Pesantren Al-Hidayah
karangsuci purwokerto menggunakan metode yang umum ada dihampir setiap pondok
pesantren yaitu sorogan, bandongan dan lalaran, banyak pondok
pesantren yang masih menggunakan metode ini, namun dengan berbagai variasi.
Adapun metode sorogan dalam pelaksanannya santri
menghadap kiai atau ustadz dengan membawa kitab yang dipelajarinya, kemudian
santri tersebut membaca pelajaran dan membaca pegon-nya, sang ustadz
menyimak barang kali terdapat kesalahan ketika membaca.
yaitu syawir atau diskusi. Metode ini dilakukan
dengan cara santri berdiskusi tentang masalah-masalh ynag ada dan masih
berkaitan dengan materi yang mereka pelajari.
Metode lalaran adalah metode membaca kitab secara
terus-menerus dan berulang-ulang, metode ini dilaksanakan Sedangkan bandongan
adalah metode mengajar dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk
disekelilingi kiai yang menerangkan pelajaran, santri menyimak kitab
masing-masing dan membuat catatan dengan tulisan pegon. Ada juga metode
lain ynag dilaksanakan sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran, serta
diluar jam pelajaran setiap sebulan sekali, biasanya metode ini dilakukan oleh
setiap kelas tidak memandang santeri kelas bawah maupun atas, namun hanya
perbedaan kitab yang di-lalar.
e)
Problematika yang ada di Pondok
Pesantren AL-HIDAYAH, Karangsuci, Purwokerto:
a.
Kurangnya Tenaga Pendidik
Pendidik atau guru
dalampondok
pesantren
biasadisebut
UstadzUstadzah.Sedangkanpemimpin pondokpesantrenbiasa
disebutKiai(Pengasuh). Adapunpendidik yangadadiPondok Pesantren Al-Hidayah adalah santri-santri yangdianggap cukup luaspengetahuannya
baikitu santri yangmasih ada
di pondokataupunyangsudahkeluardaripondokpesantren,adajugayangberasaldaripondok
pesantren
lain yangditugaskan untuk
mengajar dipondok ini. Pengasuh juga ikut langsungdalampengajaran.
Daripernyataandiatas
dapatdipahamibahwamasalah
pendidikan
diPondok
Pesantren
Al-Hidayah
adalah
terbatasnya
tenagapendidik.
Hal inidisebabkan karenasebagian
besar dari mereka adalahmahasiswayang
manajikastudimerekadikampus telahselesai makasecaraotomatismereka jugapindahdaripondok
pesantren.Sementara
itu,untukmencaripenggantitenagapengajar
Sangatsulitdanuntuksementaradipegang
olehUstadz/Ustadzah
yang lain.Untukmengurangipermasalahaninibiasanyadaripihak
pengasuhakanmengambilkeputusan
untukmencaritenaga
pengajar
dari luar
pondok pesantren, tenaga pengajar ini
kebanyakandariPondokPesantrenLirboyoJawaTimur, sebagian
adayangdariPondok
Pesantren
Tegalrejo, Magelang.
b. Banyaknya
Santri yang terkena Penyakit Kulit (khususnya santri putra)
banyak nyasantriyang
terkenapenyakitkulitpenyakittyphusdanpenyakit paru-parubasah.Hampir80% santriterkenapenyakitkulitoleh
sebab itu
kamilakukan
langkah-langkahpemotivasiankepadaparasantriuntuk menjaga
kesehatan lingkungan agar mereka
tidak sakit lagi
dan
dapat hidup dipondok dengan sehat.
sebagai
penguruspuntidak henti-hentinya
melakukan upaya-upayadorongan kepadaparasantriputrakhususnya agar
para
santri mau memahami
dan mulai sadar akan pentingnyamempertahankan
polahidup yangsehat.
c. Kurangnyapemahamanpengurusdalammemahami ilmu kesehatan
modern/ ilmu mediskarena memang seluruhpengurusbukandari kalangan kedokteran.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan.
Problematika
yang ada di MI DARUL HIKMAH adalah kurangnya lahan untuk di bangun menjadi
gedung untuk menjadi sarana dan prasarana yang memadai.
Problematika yang ada di Pondok Pesantren
AL-HIDAYAH, Karangsuci, Purwokerto adalah kurangnya tenaga pendidik, banyaknya
santri yang terkena Penyakit Kulit (khususnya santri putra), Kurangnya
pemahaman pengurus
dalam memahami ilmu kesehatan
modern/ ilmu medis.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Rahman Saleh.2004. Madrasah dan
Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
H.M.
Arifin.1993. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan umum).
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Muzayyin Arifin. 2011. Kapita Selekta pendidikan Islam.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tim
Dosen fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.2009. Pendidikan Islam. Malang: UIN Malang
Press.
Umiarso
dan Ninik Masruroh. 2011. Modernisasi Pendidikan Islam.
Yogyakarta:AR-RUZZ Media.
[1]Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Jakarta:PTBumi
Aksara, 2011), hlm 3.
[2]Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam,(Jakarta:PTBumi
Aksara, 2011), hlm 4.
[3]H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (islam dan umum),
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 1993), hlm 5.
[4]H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (islam dan umum),
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 1993), hlm 15 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar