Minggu, 07 Mei 2017

1423305208

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL

 









Makalah Laporan Observasi
Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi, S.Ag., M.S.I.


Oleh:

Oktafiani Kartika
(1423305208)



JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses transformasi pengetahuan menuju ke arah perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan semua potensi manusia. Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk insan kamil, yakni manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual sekaligur. Tujuan tadi tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya sistem dan proses pendidikan yang baik.
Manajemen sekolah perlu mendapat perhatian, untuk keberhasilan dalam penerapan program-program inovasi pendidikan. Sekolah yang sama halnya dengan lembaga lain dalam perjalanan penyelenggaraannya menghadapi tantangan dan diharapkan dapat mengatasinya.
Dalam makalah ini akan dikaji tentang problematika yang terjadi pada lembaga pendidikan Islam baik formal maupun non formal dengan sumber hasil dari studi kasus pada lembaga pendidikan Islam formal dan non formal serta solusi dari permasalahan tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari problematika pendidikan Islam ?
2.      Apa sajayang menjadi problematika pendidikan Islam ?
3.      Bagaimana solusi dari problematika pendidikan Islam  ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari problematika pendidikan Islam.
2.      Untuk mengetahui problematika yang terjadi di pendidikan Islam.
3.      Untuk mengetahui solusi dari problematika pendidikan Islam.
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu “problematic” yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang menimbukan permasalahan.[1]
Pendidikan adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan manusia menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna. Adanya ungkapan bahwa pendidikan merupakan proses perbaikan dan upaya menuju kesempurnaan, hal itu mengandung arti bahwa pendidikan dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut bersifat statis maka ia akan kehilangan nilai kebaikannya. Pendidikan Islam selalu mengindikasikan suatu dinamika dan hal itu bagian utama dari nilai ajaran Islam. Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses perubahan menuju ke arah yang positif.[2]
Dapat penulis simpulkan dari pengertian problematika dan pendidikan islam. Berarti problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
B.     Problematika Pendidikan Islam
1.      Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Formal
Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai Problematika Pendidikan Islam Lembaga Pendidikan Islam formal di Madrasah Aliyah Negeri Cilacap. Mungkin problematika disetiap lembaga pendidikan Islam hampir sama pada umumnya. Namun dari hasil observasi di MAN Cilacap terkait problematika pendidikan Islam pada lembaga pendidikan Islam formal, berikut beberapa problematika yang ada di MAN Cilacap :
a.      Masalah Pembiayaan Madrasah.
Pendidikan membutuhkan biaya yang banyak. Sudah menjadi rahasia umum, pendidikan yang berkualitas itu mahal. Dengan demikian, variasi pembiayaan pendidikan sangat bervariasi. Oleh karena itu, keuangan atau pembiayaan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah menjadi factor esencial. Penanggung jawab manajemen pembiayaan pendidikan adalah kepala sekolah dan guru yang ikut bertanggung jawab atas pembiayaan pendidikan. Guru diharapkan dapat merencanakan pembiayaan kegiatan belajar mengajar dengan baik. Kebutuhan untuk pembelajaran yang baik tentunya memerlukan pembiayaan yang memadai. Tujuan manajemen keuangan adalah untuk mewujudkan tertibnya administrasi keuangan sehingga penggunaan keuangan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.[3]
Dari observasi yang dilakukan di MAN Cilacap, berikut beberapa informasi mengenai sumber dana pembiayaan Madrasah :
-          Dana DIPA, diperoleh dari Pemerintah. Orientasi penggunaan dana DIPA digunakan untuk biaya non operasional, seperti ; pembelian kabel atau pembayaran listrik.
-          Dana BOS, diperoleh dari pemerintah. Orientasi penggunaan dana BOS digunakan untuk kegiatan siswa.
-          Dana Komite, orientasi penggunaannya sudah diatur dalam SK DirjenPendidikan Islam tentang penggunaan dana komite itu untuk apa saja. Seperti PNS tidak boleh menerima insentif dari komite untuk kegiatan yang masuk SKP (sasaran kinerja pegawai), untuk pembangunan bisa dari dana komite. Jadi dana yang tidak dapat dari pemerintah bisa menggunakan dana komite.
Yang menjadi problematika pendidikan Islam adalah pengembangan Madrasah sangat berpengaruh dari pembiayaan. Dalam madrasah atau lembaga pendidikan lainnya pembiayaan yang menjadi problematika tidak hanya pembiayaan Madrasah saja. Pembiayaan untuk siswa juga ada beberapa yang menjadi problematika. Namun untuk problematika pembiayaan siswa bisa ditanggulangi dengan beberapa dana dari pemerintah. Misalnya beasiswa-beasiswa yang diberikan pemerintah atau non pemerintah. Seperti BSM. Dari non pemerintah, didapat dari perusahaan-perusahaan yang memberikan beasiswa seperti, Pertamina, Holcim, dll.
b.      Masalah Kurikulum.
Kurikulum disekolah merupakan penentu utama kegiatan sekolah. Berbagai kegiatan yang dilakukan disekolah mulai dari dibukanya pintu sekolah sampai dengan lonceng pulang. Demikian juga dengan siswa yang mulai masuk sekolah, mereka melakukan kegiatan belajar berdasarkan kurikulum yang berlaku dan selalu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Kurikulum yang dirumuskan harus sesuai dengan filsafat dan cita-cita bangsa, perkembangan siswa, tuntutan, dan kemajuan masyarakat.[4]
Dalam pendidikan, kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan merupakan pedoman bagi pengajar dalam melaksanakan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Merencanakan suatu kurikulum pendidikan bukanlah pekerjaan yang ringanlagi gampang, karena dalam pekerjaan ini seseorang dituntut mempertimbangkan tiga hal penting yang saling terkait. Disamping harus mencerminkan falsafah bangsa, merencanakan kurikulum pendidikan itu harus sesuai dengan tuntutan sosial, harus sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga harus sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja. Padahal ketiga hal ini berubah dengan cepat secepat perubahan jaman.
Yang lazim menjadi masalah dalam pembahasan ini, adalah kenyataan kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali berubah, bahkan sampai muncul kesan bahwa setiap ganti menteri pendidikan hampir dapat dipastikan terjadi pergantian kurikulum. Padahal perubahan kurikulum itu jelas berpengaruh kuat terhadap proses belajar mengajar antara peserta didik dengan pendidik, serta terhadap beban hidup masyarakat. Tiga pihak inilah yang secara langsung merasakan dampak positif/negatif dari perubahan kurikulum tersebut. Berarti, tiga pihak itu pula yang acap kali harus mengadaptasikan diri terhadap perubahan kurikulum.
Perlu disadari bahwa perubahan kurikulum itu adalah sesuatu yang biasa, bilamana dampak negatifnya dapat ditekan seminim mungkin. Suatu kurikulum tidak akan mampu dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama, misalnya lebih dari 10 tahun. Kurikulum yang dinilai telah usang, yaitu kurikulum yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan sosial, tidak sesuai lagi dengan perembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga tidak sesuai lagi dengan tuntutan tenaga kerja, maka jelas harus diperbarui. Kurikulum yang telah usang dapat menyebabkan sekolah terasing dari masyarakat, sekolah ketinggalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, lulusan sekolah tidak fungsional lagi bagi tugas/pekerjaan dalam masyarakat, sehingga sekolah tidak mampu lagi menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, melainkan justru menghambatnya. Meskipun demikian, berkaitan dengan penyediaan sarana pembelajaran dalam arti luas guna merealisir apa yang tertuang dalam kurikulum, sebenarnya tidak mungkin perubahan kurikulum itu tidak dapat dilakukan dengan jarak waktu yang relatif singkat.
Kurikulum pendidikan senantiasa bersifat dinamis, menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan supaya dapat memantapkan pembelajaran dan hasil belajar. Itulah sebabnya harus diadakan perbaikan kurikulum pendidikan. Akan tetapi perbaikan kurikulum itupun tidak selamanya dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas baik, mengingat bahwa kurikulum itu bersifat hipotesis yang realisasinya banyak bergantung pada faktor pendidik. Meski demikian, tetap diperlukan usaha-usaha memperbaiki kurikulum itu, agar tersedia alat pendidikan yang dianggap ampuh untu mencapai tujuan pendidikan.[5]
Dari hasil observasi di MAN Cilacap, didapat informasi mengenai kurikulum sebagai berikut :
1)      Perencanaan kurikulum, dilakukan melalui workshop KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diawal tahun pelajaran, berisi isi dokumen sebagai berikut :
a.       Visi dan misi tujuan
b.      Silabus
c.       Perangkat KBM, meliputi :
1.      Kalender Pendidikan
2.      Prota
3.      Promes
4.      KKM
5.      RPP
Diikuti oleh: tenaga pendidik dan kependidikan, komite.Hasilnya disahkan oleh Kepala Madrasah, Komite,dan KAN KEMENAG KANWIL Provinsi JATENG melalui KABID PEMA ( Kepala Bidang Pendidikan Madrasah).
2)      Pelaksanaan kurikulum, mengacu pada kalender pendidikan satu tahun ajaran terdiri dua semester yaitu semester 1/genap dan semester 2/ganjil.
Untuk kelas 10 dan 11 sudah menerapkan kurtilas,.Sedangkan untuk kelas 12 menggunakan kurikulum 2006/ KTSP.
Penerapannya dalam KBM, sesuai muatan tiap jurusan.
Jumlah jam/ minggu :
Kelas 10 &11 : 51 jam dengan Kurikulum 2013.
Kelas 12 :
-     IPA , IPS, dan Bahasa 47 jam/minggu
-     Keagamaan 50 jam/minggu
Diolah sendiri disesuaikan dengan satuan pendidikan.
3)      Struktur kurikulum penanggung jawab Kepala Madrasah, koordinatornya dengan WAKA Kurikulum dibantu oleh Sekertaris Kurikulum dan Pengajaran. Garis komando kurikulum dari Kepala Madrasah ke tenaga pendidik kemudian kerjasama dengan BK terkait kegiatan konseling kelas, dan kordinasi dengan wali kelas terkait pengelolaan kelas.
Yang menjadi hambatan pada manajemen kurikulumnya yaitu masalah struktur kurikulum dan muatan kurikulum. Khususnya dalam madrasah ada masalah terkait pengambilan minat kejuruan pada jurusan keagamaan. Karena pada kurikulum 2013 terdapat program peminatan pada awal masuk sekolah yaitu saat kelas 10.
Masalah struktur kurikulum dan muatan kurikulum lebih pada hal pemerataan materi. Khususnya di Madrasah, seperti mapel Qur’an Hadistdan Ilmu hadist hanya ada perbedaan dua KD, sehingga dapat menimbulkan kebosanan siswa dengan materi yang ada.
Dalam mapel jurusan,Keagamaan terdapat 6 mapel, yaitu :
1.      Tafsir
2.      Hadist
3.      Ushul fiqh
4.      Ilmu kalam
5.      Akhlak
6.      Bahasa Arab peminatan
Sedangkan, IPA,IPS, BAHASA hanya ada 4 mapel jurusan.
Sehingga dalam hal ini masih banyak yang perlu dibenahi oleh lembaga pendidikan islam dalam kurikulum untuk pendidikan islam khususnya pada kurtilas. Karena munculnya permasalahan diatas dipacu oleh adanya program peminatan jurusan pada kurtilas yang menyebabkan masalah pemerataan materi pada jurusan keagamaan.
c.       Masalah Kurangnya Motivasi Siswa
Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebabnya, kemudian mendorong seseorang siswa itu mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan, yaitu belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Atau singkatnya perlu diberikan motivasi.
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Persoalan motivasi ini, dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat. Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila sesorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.[6]
Pernyataan diatas hampir sama dengan informasi yang diperoleh dari hasil observasi di MAN Cilacap. Kurangnya motivasi atau minat belajar siswa masihmenjadi problematika di Madrasah. Mungkin tidak hanya di Madrasah, namun di semua lembaga pendidikan.
2.      Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Non Formal
Pembahasan mengenai problematika pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam non formal akan lebih difokuskan pada TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Pengembangan TPQ (Taman Pendidikan Al- Qur’an) harus dimulai dari niat yang tulus untuk mengabdi kepada Allah dan kepada kepentingan pendidikan umat. Setelah itu baru melangkah pada upaya mngembangkan manajemennya. Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi agar mencapai tujuan organisasi yang telah diterapkan. Untuk itu pimpinan lembaga harus mampu memberikan pengarahan dan fasilitas kerja kepada “partner” agar mereka kooperatif menuju cita-cita dan tujuan organisasi.
Untuk mencapai tujuan organisasi, pengelola TPQ harus menjaga keseimbangan diantara tujuan pengelola yang mungkin berbeda atau saling bertentangan agar terjaga efisiensi dan efektivitas kerja organisasi sehingga setiap individu yang terlibat dapat terpuaskan secara materiil dan immateriil. Adapun yang harus dilakukan oleh pengelola untuk menjadikan TPQ menjadi yang terbaik adalah menjadikanpengelolanya memiliki motivasi untuk menjadi yang terbaik dan berkualitas sehingga ia dapat menjadi subjek yang bermanfaat bagi yang lain. Motivasi untuk maju seperti itu harus dibangun dan diikuti dengan bekerja keras sembari terus belajar dan sekaligus mentradisikan kerjasama sehingga menjadi bagian dari kehidupan personal lembaga untuk menjadi insan kamil yang diridhai oleh Allah.[7]
Dari informasi yang diperoleh dari hasil observasi di TPQ At- Taqwa desa sumingkir- jeruklegi, Cilacap- Jawa tengah, ada beberapa hal yang menjadi penghambat atau problematika pendidikan Islam yang ada di TPQ At-Taqwa, yaitu sebagai berikut:
a.      Masalah Kurangnya Perhatian Pemerintah.
Dalam pengembangan TPQ sebagai lembaga pendidikan Islam non formal, kurangnya perhatian pemerintah menjadi problematika yang menghambat pengembangannya. Misal karena kurangnya dukungan atau perhatian dari pemerintah dapat menyebabkan berbagai problem bagi TPQ. Dan problem tersebut akan saling terkait satu sama lain. Karena pemerintah adalah salah satu atau faktor utama yang berpengaruh untuk TPQ dan pengembangannya.
b.      Masalah Kurangnya Motivasi dalam Pengembangan TPQ
Masalah kurangnya motivasi dalam pengembangan TPQ masih terkait dengan masalah sebelumnya, yaitu kurangnya perhatian dari pemerintah. Dari masalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan TPQ dapat menyebabkan kurangnya motivasi dalam pengembangan TPQ. Kurangnya motivasi bisa dari pihak pengelola TPQ, murid TPQ, atau wali murid atau Orang tua dari murid TPQ.
Dari pihak pengelola itu ada pimpinan lembaga dan jajaranya, misal pengajar. Karena kurangnya perhatian dari pemerintah pengembangan TPQ pengelolaannya menjadi kurang maksimal. Dari pihak pengelola pengembangan menjadi kurang maksimal misal di masalah pembangunan untuk gedung TPQ. Seperti yang kita tahu sebelumnya mengenai tempat berlangsungnya pengajaran TPQ biasanya di Masjid. Hal ini karena kurangnya perhatian di bidang sarana-prasarana dan infrastruktur pengembangan TPQ.
Dari pihak pengajar pun menjadi kurang maksimal dalam menyampaikan pengajaran. Karena kurangnya perhatian seperti adanya pengakuan menjadi pengajar TPQ atau sekedar upah terimakasih.
Dari pihak murid TPQ yg menjadi problem yaitu kurangnya minat belajar di TPQ. Hal itu juga karena kurangnya motivasi dan dukungan dari orang tua anak untuk belajar di TPQ.
Dilihat dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa masalah-masalah yang terjadi di TPQ saling terkait satu dengan yang lainnya.
C.    Solusi dari Problematika Pendidikan Islam.
1.      Solusi Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Formal.
a.      Solusi dari masalah pembiayaan Madrasah dapat diminimalisir dengan memanaj pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan Madrasah secara efisien untuk menggunakan dana pengembangan Madrasah agar dalam penggunaanya terlaksana sesuai dengan tujuannya dan dapat dipertanggung jawabkan.
b.      Solusi dari masalah kurikulum, yaitu dalam perubahan kurikulum baiknya disikapi dengan meminimkan dampak negatifnya. Perubahan kurikulum sebaiknya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada penerapan kurikulum sebelumnya sehingga dalam merencanakan kurikulum yang baru dapat meminimalisir terjadinya masalah-masalah pada kurikulum.
c.       Solusi dari masalah kurangnya motivasi siswa dapat diselesaikan dengan cara memperbaiki hubungan antara guru dan siswa terlebih dahulu. Hubungan guru dan siswa harus sama-sama menjadi pembelajar. Siswa harus belajar. Guru belajar dari proses pembelajaran. guru dan siswa sama-sama memiliki satu fokus tugas, satu tanggung jawab, satu cita-cita, dan satu tujuan. Yaitu, bagaimana terjadinya proses akademik dan kesiswaan yang mendukung terwujudnya perolehan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikehendaki, baik pada akhir sesi pembelajaran maupun menurut tujuan institusional sekolah menurut jenis dan jenjangnya. Dalam keseluruhan proses interaksi itu guru harus mampu memosisikan dirinya pada posisi siswa. Sebaliknya, siswa harus mampu memosisikannya pada posisi guru. Masing-masing mereka memiliki perasaan, harapan, kebutuhan, kesenangan, hobi, kecenderungan bersikap, dinamika kepribadian, dan sebagainya. Untuk menjembatani keragaman itu, terutama untuk membangun hubungan yang harmonis antar sesama mereka diperlukan kemampuan berempati satu sama lain. Dengan berempati, berarti tidak ada dominasi, egoisme, atau pemaksaan satu pihak kepada yang lain. Dalam interaksi itu tentu diperlukan spirit empati yang khas, yang muaranya adalah terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, efisien, dan produktif.[8]
2.      Solusi Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Non Formal.
a.      Solusi dari kurangnya perhatian pemerintah, dalam masalah ini solusinya yaitu antara pemerintah dan pihak pengelola harus banyak membenahi apa-apa yang belum terealisasi dari pengembangan TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Pemerintah harus lebih peka dan jeli terhadap problem-problem yang harusnya mereka tanggulangi seperti problematika pendidikan Islam non formal pada TPQ. Agar pengembangan TPQ dapat terwujud atau terealisasi sesuai dengan tujuan awal didirikannya TPQ.
b.      Solusi kurangnya motivasi dalam pengembangan TPQ, dalam masalah ini baiknya pihak-pihak yang bermasalah harus lebih membenahi diri lagi terhadap masalah yang ada. Misalnya, dari pihak pengelola TPQ. Pihak pengelola TPQ harus lebih yakin dan memantapkan diri dengan tekad yang kuat untuk mengembangan TPQ. Sehingga dalam pengembangannya, TPQ dikembangkan dengansungguh-sungguh secara maksimal. Kurangnya motivasi dari murid TPQ haruslah didukung dengan niat dari pengajar TPQ itu sendiri dan orang tua yang lebih berpengaruh langsung pada minat anak untuk belajar di TPQ. Hal ini dikarenakan masalah yang ada di TPQ saling terkait satu sama lain, sehingga solusi dari masalah-masalah yang ada pun harus diselesaikan bersama-sama oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dengan kelangsungan pengembangan TPQ itu sendiri.
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Problematika Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan Islam.
2.      Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Formal ; Masalah Pembiayaan Madrasah, Masalah Kurikulum, Masalah Kurangnya Motivasi Siswa.
3.      Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Non Formal; Masalah Kurangnya Perhatian Pemerintah, Masalah Kurangnya Motivasi dalam Pengembangan TPQ.
4.      Solusi Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Formal; Solusi dari masalah pembiayaan Madrasah dapat diminimalisir dengan memanaj pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan Madrasah. Solusi dari masalah kurikulum, dalam Perubahan kurikulum sebaiknya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada penerapan kurikulum sebelumnya. Solusi dari masalah kurangnya motivasi siswa dapat diselesaikan dengan cara memperbaiki hubungan antara guru dan siswa dengan berempati.
5.      Solusi Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Non Formal; Baiknya pihak-pihak yang bermasalah harus lebih membenahi diri lagi terhadap masalah yang ada.
B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis ingin memohon maaf apabila ada yang kurang berkenan dalam penyusunan Makalah ini. Penulis sungguh sangat berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Danim Sudarwan, Yanin Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Bandung : Pustaka Setia, 2010
Rohiat, Manajemen Sekolah, Bandung : PT Refika Aditama, 2010
Rohmad, Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta : TERAS, 2009
Roqib, M, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta : LkiS, 2009
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007




[1]Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 2002),  hlm. 276
[2]M. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hlm. 18
[3]Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010), hlm. 27
[4]Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010), hlm. 21

[5]Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS,2009) hlm. 41-44
[6]Sardiman A.M, INTERAKSI DAN MOTIVASI BELAJAR-MENGAJAR, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hlm. 73-76
[7]M. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hlm. 133-134
[8]Danim Sudarwan, Yanin Danim, Administrasi Sekolah dan manajemen Kelas, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 212-213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar