PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA PENDIDIKAN
ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
Makalah Laporan Observasi
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu: Rahman Afandi,
S.Ag., M.S.I.
Oleh:
Oktafiani Kartika
(1423305208)
JURUSAN
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2017
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses transformasi pengetahuan
menuju ke arah perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan semua potensi manusia.
Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk insan
kamil, yakni manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual dan
spiritual sekaligur. Tujuan tadi tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya
sistem dan proses pendidikan yang baik.
Manajemen sekolah perlu mendapat perhatian, untuk keberhasilan dalam
penerapan program-program inovasi pendidikan. Sekolah yang sama halnya dengan
lembaga lain dalam perjalanan penyelenggaraannya menghadapi tantangan dan
diharapkan dapat mengatasinya.
Dalam makalah ini akan dikaji tentang problematika yang terjadi pada
lembaga pendidikan Islam baik formal maupun non formal dengan sumber hasil dari
studi kasus pada lembaga pendidikan Islam formal dan non formal serta solusi
dari permasalahan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari problematika pendidikan Islam ?
2.
Apa sajayang menjadi problematika pendidikan Islam ?
3.
Bagaimana solusi dari problematika pendidikan
Islam ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari problematika
pendidikan Islam.
2.
Untuk mengetahui problematika yang terjadi di
pendidikan Islam.
3.
Untuk mengetahui solusi dari problematika pendidikan
Islam.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Problematika Pendidikan Islam
Istilah
problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu “problematic” yang
artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema
berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang menimbukan permasalahan.[1]
Pendidikan adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan manusia
menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna. Adanya ungkapan bahwa pendidikan
merupakan proses perbaikan dan upaya menuju kesempurnaan, hal itu mengandung
arti bahwa pendidikan dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut
bersifat statis maka ia akan kehilangan nilai kebaikannya. Pendidikan Islam
selalu mengindikasikan suatu dinamika dan hal itu bagian utama dari nilai
ajaran Islam. Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses perubahan menuju
ke arah yang positif.[2]
Dapat penulis simpulkan dari
pengertian problematika dan pendidikan
islam. Berarti problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang
terjadi dalam pendidikan islam.
B.
Problematika
Pendidikan Islam
1.
Problematika
Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Formal
Pada pembahasan kali ini
akan dibahas mengenai Problematika Pendidikan Islam Lembaga Pendidikan Islam
formal di Madrasah Aliyah Negeri Cilacap. Mungkin problematika disetiap lembaga
pendidikan Islam hampir sama pada umumnya. Namun dari hasil observasi di MAN
Cilacap terkait problematika pendidikan Islam pada lembaga pendidikan Islam
formal, berikut beberapa problematika yang ada di MAN Cilacap :
a.
Masalah
Pembiayaan Madrasah.
Pendidikan membutuhkan biaya
yang banyak. Sudah menjadi rahasia umum, pendidikan yang berkualitas itu mahal.
Dengan demikian, variasi pembiayaan pendidikan sangat bervariasi. Oleh karena
itu, keuangan atau pembiayaan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau
sekolah menjadi factor esencial.
Penanggung jawab manajemen pembiayaan pendidikan adalah kepala sekolah dan guru
yang ikut bertanggung jawab atas pembiayaan pendidikan. Guru diharapkan dapat
merencanakan pembiayaan kegiatan belajar mengajar dengan baik. Kebutuhan untuk
pembelajaran yang baik tentunya memerlukan pembiayaan yang memadai. Tujuan
manajemen keuangan adalah untuk mewujudkan tertibnya administrasi keuangan
sehingga penggunaan keuangan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.[3]
Dari observasi yang
dilakukan di MAN Cilacap, berikut beberapa informasi mengenai sumber dana
pembiayaan Madrasah :
-
Dana DIPA, diperoleh dari Pemerintah. Orientasi penggunaan dana DIPA digunakan
untuk biaya
non operasional, seperti ; pembelian kabel atau pembayaran listrik.
-
Dana
BOS, diperoleh dari pemerintah. Orientasi penggunaan dana BOS digunakan
untuk kegiatan siswa.
-
Dana
Komite, orientasi penggunaannya sudah diatur dalam SK DirjenPendidikan Islam tentang penggunaan dana komite
itu untuk apa saja. Seperti PNS
tidak boleh menerima insentif dari komite untuk kegiatan yang masuk SKP
(sasaran kinerja pegawai), untuk pembangunan bisa dari dana komite. Jadi dana
yang tidak dapat dari pemerintah bisa menggunakan dana komite.
Yang menjadi problematika pendidikan Islam adalah
pengembangan Madrasah sangat berpengaruh dari pembiayaan. Dalam madrasah atau
lembaga pendidikan lainnya pembiayaan yang menjadi problematika tidak hanya
pembiayaan Madrasah saja. Pembiayaan untuk siswa juga ada beberapa yang menjadi
problematika. Namun untuk problematika pembiayaan siswa bisa ditanggulangi
dengan beberapa dana dari pemerintah. Misalnya beasiswa-beasiswa yang diberikan
pemerintah atau non pemerintah. Seperti BSM. Dari non pemerintah, didapat dari
perusahaan-perusahaan yang memberikan beasiswa seperti, Pertamina, Holcim, dll.
b. Masalah Kurikulum.
Kurikulum disekolah merupakan penentu utama kegiatan
sekolah. Berbagai kegiatan yang dilakukan disekolah mulai dari dibukanya pintu
sekolah sampai dengan lonceng pulang. Demikian juga dengan siswa yang mulai
masuk sekolah, mereka melakukan kegiatan belajar berdasarkan kurikulum yang
berlaku dan selalu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang. Kurikulum yang dirumuskan harus sesuai dengan
filsafat dan cita-cita bangsa, perkembangan siswa, tuntutan, dan kemajuan
masyarakat.[4]
Dalam
pendidikan, kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, dan merupakan pedoman bagi pengajar dalam melaksanakan pembelajaran
pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Merencanakan
suatu kurikulum pendidikan bukanlah pekerjaan yang ringanlagi gampang, karena
dalam pekerjaan ini seseorang dituntut mempertimbangkan tiga hal penting yang
saling terkait. Disamping harus mencerminkan falsafah bangsa, merencanakan
kurikulum pendidikan itu harus sesuai dengan tuntutan sosial, harus sesuai
dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga harus sesuai
dengan kebutuhan tenaga kerja. Padahal ketiga hal ini berubah dengan cepat
secepat perubahan jaman.
Yang
lazim menjadi masalah dalam pembahasan ini, adalah kenyataan kurikulum
pendidikan di Indonesia sering kali berubah, bahkan sampai muncul kesan bahwa
setiap ganti menteri pendidikan hampir dapat dipastikan terjadi pergantian
kurikulum. Padahal perubahan kurikulum itu jelas berpengaruh kuat terhadap
proses belajar mengajar antara peserta didik dengan pendidik, serta terhadap
beban hidup masyarakat. Tiga pihak inilah yang secara langsung merasakan dampak
positif/negatif dari perubahan kurikulum tersebut. Berarti, tiga pihak itu pula
yang acap kali harus mengadaptasikan diri terhadap perubahan kurikulum.
Perlu
disadari bahwa perubahan kurikulum itu adalah sesuatu yang biasa, bilamana
dampak negatifnya dapat ditekan seminim mungkin. Suatu kurikulum tidak akan
mampu dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama, misalnya lebih dari
10 tahun. Kurikulum yang dinilai telah usang, yaitu kurikulum yang tidak sesuai
lagi dengan tuntutan sosial, tidak sesuai lagi dengan perembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, juga tidak sesuai lagi dengan tuntutan tenaga kerja,
maka jelas harus diperbarui. Kurikulum yang telah usang dapat menyebabkan
sekolah terasing dari masyarakat, sekolah ketinggalan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, lulusan sekolah tidak fungsional lagi bagi
tugas/pekerjaan dalam masyarakat, sehingga sekolah tidak mampu lagi menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, melainkan justru menghambatnya. Meskipun
demikian, berkaitan dengan penyediaan sarana pembelajaran dalam arti luas guna
merealisir apa yang tertuang dalam kurikulum, sebenarnya tidak mungkin
perubahan kurikulum itu tidak dapat dilakukan dengan jarak waktu yang relatif
singkat.
Kurikulum
pendidikan senantiasa bersifat dinamis, menyesuaikan diri dengan berbagai
keadaan supaya dapat memantapkan pembelajaran dan hasil belajar. Itulah sebabnya
harus diadakan perbaikan kurikulum pendidikan. Akan tetapi perbaikan kurikulum
itupun tidak selamanya dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas baik,
mengingat bahwa kurikulum itu bersifat hipotesis yang realisasinya banyak
bergantung pada faktor pendidik. Meski demikian, tetap diperlukan usaha-usaha
memperbaiki kurikulum itu, agar tersedia alat pendidikan yang dianggap ampuh
untu mencapai tujuan pendidikan.[5]
Dari
hasil observasi di MAN Cilacap, didapat informasi mengenai kurikulum sebagai
berikut :
1)
Perencanaan kurikulum, dilakukan melalui workshop KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diawal tahun pelajaran, berisi isi
dokumen sebagai berikut :
a. Visi
dan misi tujuan
b. Silabus
c. Perangkat
KBM, meliputi :
1. Kalender
Pendidikan
2. Prota
3. Promes
4. KKM
5. RPP
Diikuti oleh: tenaga pendidik dan
kependidikan, komite.Hasilnya
disahkan oleh Kepala Madrasah, Komite,dan KAN KEMENAG KANWIL Provinsi JATENG
melalui KABID PEMA ( Kepala Bidang Pendidikan Madrasah).
2)
Pelaksanaan kurikulum, mengacu pada kalender pendidikan
satu tahun ajaran terdiri dua semester yaitu semester 1/genap dan semester
2/ganjil.
Untuk kelas 10 dan 11 sudah menerapkan kurtilas,.Sedangkan untuk kelas 12
menggunakan kurikulum 2006/ KTSP.
Penerapannya dalam KBM, sesuai muatan tiap jurusan.
Jumlah jam/ minggu :
Kelas
10 &11 : 51 jam dengan Kurikulum 2013.
Kelas 12 :
- IPA , IPS, dan Bahasa
47 jam/minggu
- Keagamaan 50 jam/minggu
Diolah sendiri disesuaikan dengan satuan pendidikan.
3)
Struktur kurikulum penanggung jawab
Kepala Madrasah, koordinatornya dengan WAKA Kurikulum dibantu oleh Sekertaris
Kurikulum dan Pengajaran. Garis komando kurikulum dari Kepala Madrasah ke
tenaga pendidik kemudian kerjasama dengan BK terkait kegiatan konseling kelas,
dan kordinasi dengan wali kelas terkait pengelolaan kelas.
Yang
menjadi hambatan pada manajemen kurikulumnya yaitu masalah struktur
kurikulum dan muatan kurikulum.
Khususnya dalam madrasah ada masalah terkait
pengambilan minat kejuruan pada jurusan keagamaan. Karena pada kurikulum 2013 terdapat program peminatan
pada awal masuk sekolah yaitu saat kelas 10.
Masalah
struktur kurikulum dan muatan kurikulum lebih pada hal pemerataan
materi. Khususnya di
Madrasah, seperti mapel Qur’an Hadistdan Ilmu hadist hanya ada
perbedaan dua KD, sehingga dapat menimbulkan kebosanan siswa dengan materi yang
ada.
Dalam mapel jurusan,Keagamaan
terdapat 6 mapel, yaitu :
1.
Tafsir
2.
Hadist
3.
Ushul fiqh
4.
Ilmu kalam
5.
Akhlak
6.
Bahasa Arab peminatan
Sedangkan,
IPA,IPS, BAHASA hanya ada 4 mapel jurusan.
Sehingga
dalam hal ini masih banyak yang perlu dibenahi oleh lembaga pendidikan islam
dalam kurikulum untuk pendidikan islam khususnya pada kurtilas. Karena
munculnya permasalahan diatas dipacu oleh adanya program peminatan jurusan pada
kurtilas yang menyebabkan masalah pemerataan materi pada jurusan keagamaan.
c. Masalah
Kurangnya Motivasi Siswa
Dalam
kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat
sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki sebab-sebabnya.
Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak senang, mungkin
sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak
tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan
sesuatu, karena tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam
ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebabnya, kemudian
mendorong seseorang siswa itu mau melakukan pekerjaan yang seharusnya
dilakukan, yaitu belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan
agar tumbuh motivasi pada dirinya. Atau singkatnya perlu diberikan motivasi.
Dalam
kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak
didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat
tercapai. Persoalan motivasi ini, dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat.
Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila sesorang melihat
ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.[6]
Pernyataan
diatas hampir sama dengan informasi yang diperoleh dari hasil observasi di MAN
Cilacap. Kurangnya motivasi atau minat belajar siswa masihmenjadi problematika
di Madrasah. Mungkin tidak hanya di Madrasah, namun di semua lembaga
pendidikan.
2.
Problematika
Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Non Formal
Pembahasan mengenai
problematika pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam non formal akan lebih
difokuskan pada TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Pengembangan TPQ (Taman
Pendidikan Al- Qur’an) harus dimulai dari niat yang tulus untuk mengabdi kepada
Allah dan kepada kepentingan pendidikan umat. Setelah itu baru melangkah pada
upaya mngembangkan manajemennya. Manajemen merupakan proses perencanaan,
pengorganisasian, dan penggunaan sumber daya organisasi agar mencapai tujuan
organisasi yang telah diterapkan. Untuk itu pimpinan lembaga harus mampu
memberikan pengarahan dan fasilitas kerja kepada “partner” agar mereka
kooperatif menuju cita-cita dan tujuan organisasi.
Untuk mencapai tujuan
organisasi, pengelola TPQ harus menjaga keseimbangan diantara tujuan pengelola
yang mungkin berbeda atau saling bertentangan agar terjaga efisiensi dan
efektivitas kerja organisasi sehingga setiap individu yang terlibat dapat
terpuaskan secara materiil dan immateriil. Adapun yang harus dilakukan oleh
pengelola untuk menjadikan TPQ menjadi yang terbaik adalah
menjadikanpengelolanya memiliki motivasi untuk menjadi yang terbaik dan
berkualitas sehingga ia dapat menjadi subjek yang bermanfaat bagi yang lain.
Motivasi untuk maju seperti itu harus dibangun dan diikuti dengan bekerja keras
sembari terus belajar dan sekaligus mentradisikan kerjasama sehingga menjadi
bagian dari kehidupan personal lembaga untuk menjadi insan kamil yang diridhai
oleh Allah.[7]
Dari informasi yang
diperoleh dari hasil observasi di TPQ At- Taqwa desa sumingkir- jeruklegi,
Cilacap- Jawa tengah, ada beberapa hal yang menjadi penghambat atau
problematika pendidikan Islam yang ada di TPQ At-Taqwa, yaitu sebagai berikut:
a.
Masalah
Kurangnya Perhatian Pemerintah.
Dalam pengembangan TPQ
sebagai lembaga pendidikan Islam non formal, kurangnya perhatian pemerintah
menjadi problematika yang menghambat pengembangannya. Misal karena kurangnya
dukungan atau perhatian dari pemerintah dapat menyebabkan berbagai problem bagi
TPQ. Dan problem tersebut akan saling terkait satu sama lain. Karena pemerintah
adalah salah satu atau faktor utama yang berpengaruh untuk TPQ dan pengembangannya.
b.
Masalah
Kurangnya Motivasi dalam Pengembangan TPQ
Masalah kurangnya motivasi
dalam pengembangan TPQ masih terkait dengan masalah sebelumnya, yaitu kurangnya
perhatian dari pemerintah. Dari masalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap
pengembangan TPQ dapat menyebabkan kurangnya motivasi dalam pengembangan TPQ.
Kurangnya motivasi bisa dari pihak pengelola TPQ, murid TPQ, atau wali murid
atau Orang tua dari murid TPQ.
Dari pihak pengelola itu ada
pimpinan lembaga dan jajaranya, misal pengajar. Karena kurangnya perhatian dari
pemerintah pengembangan TPQ pengelolaannya menjadi kurang maksimal. Dari pihak
pengelola pengembangan menjadi kurang maksimal misal di masalah pembangunan
untuk gedung TPQ. Seperti yang kita tahu sebelumnya mengenai tempat
berlangsungnya pengajaran TPQ biasanya di Masjid. Hal ini karena kurangnya
perhatian di bidang sarana-prasarana dan infrastruktur pengembangan TPQ.
Dari pihak pengajar pun
menjadi kurang maksimal dalam menyampaikan pengajaran. Karena kurangnya perhatian
seperti adanya pengakuan menjadi pengajar TPQ atau sekedar upah terimakasih.
Dari pihak murid TPQ yg
menjadi problem yaitu kurangnya minat belajar di TPQ. Hal itu juga karena
kurangnya motivasi dan dukungan dari orang tua anak untuk belajar di TPQ.
Dilihat dari pernyataan
diatas dapat kita simpulkan bahwa masalah-masalah yang terjadi di TPQ saling
terkait satu dengan yang lainnya.
C.
Solusi
dari Problematika Pendidikan Islam.
1.
Solusi
Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Formal.
a.
Solusi dari masalah pembiayaan Madrasah dapat
diminimalisir dengan memanaj pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan Madrasah
secara efisien untuk menggunakan dana pengembangan Madrasah agar dalam
penggunaanya terlaksana sesuai dengan tujuannya dan dapat dipertanggung
jawabkan.
b.
Solusi dari masalah kurikulum, yaitu dalam perubahan
kurikulum baiknya disikapi dengan meminimkan dampak negatifnya. Perubahan
kurikulum sebaiknya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada penerapan
kurikulum sebelumnya sehingga dalam merencanakan kurikulum yang baru dapat
meminimalisir terjadinya masalah-masalah pada kurikulum.
c.
Solusi dari masalah kurangnya motivasi siswa dapat
diselesaikan dengan cara memperbaiki hubungan antara guru dan siswa terlebih
dahulu. Hubungan guru dan siswa harus sama-sama menjadi pembelajar. Siswa harus
belajar. Guru belajar dari proses pembelajaran. guru dan siswa sama-sama
memiliki satu fokus tugas, satu tanggung jawab, satu cita-cita, dan satu
tujuan. Yaitu, bagaimana terjadinya proses akademik dan kesiswaan yang
mendukung terwujudnya perolehan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dikehendaki, baik pada akhir sesi pembelajaran maupun menurut tujuan
institusional sekolah menurut jenis dan jenjangnya. Dalam keseluruhan proses
interaksi itu guru harus mampu memosisikan dirinya pada posisi siswa.
Sebaliknya, siswa harus mampu memosisikannya pada posisi guru. Masing-masing
mereka memiliki perasaan, harapan, kebutuhan, kesenangan, hobi, kecenderungan
bersikap, dinamika kepribadian, dan sebagainya. Untuk menjembatani keragaman
itu, terutama untuk membangun hubungan yang harmonis antar sesama mereka
diperlukan kemampuan berempati satu sama lain. Dengan berempati, berarti tidak
ada dominasi, egoisme, atau pemaksaan satu pihak kepada yang lain. Dalam interaksi
itu tentu diperlukan spirit empati yang khas, yang muaranya adalah terwujudnya
proses pembelajaran yang efektif, efisien, dan produktif.[8]
2.
Solusi
Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan Islam Non Formal.
a.
Solusi dari kurangnya perhatian pemerintah, dalam
masalah ini solusinya yaitu antara pemerintah dan pihak pengelola harus banyak
membenahi apa-apa yang belum terealisasi dari pengembangan TPQ (Taman
Pendidikan Al-Qur’an). Pemerintah harus lebih peka dan jeli terhadap
problem-problem yang harusnya mereka tanggulangi seperti problematika
pendidikan Islam non formal pada TPQ. Agar pengembangan TPQ dapat terwujud atau
terealisasi sesuai dengan tujuan awal didirikannya TPQ.
b.
Solusi kurangnya motivasi dalam pengembangan TPQ,
dalam masalah ini baiknya pihak-pihak yang bermasalah harus lebih membenahi
diri lagi terhadap masalah yang ada. Misalnya, dari pihak pengelola TPQ. Pihak
pengelola TPQ harus lebih yakin dan memantapkan diri dengan tekad yang kuat
untuk mengembangan TPQ. Sehingga dalam pengembangannya, TPQ dikembangkan
dengansungguh-sungguh secara maksimal. Kurangnya motivasi dari murid TPQ
haruslah didukung dengan niat dari pengajar TPQ itu sendiri dan orang tua yang
lebih berpengaruh langsung pada minat anak untuk belajar di TPQ. Hal ini dikarenakan
masalah yang ada di TPQ saling terkait satu sama lain, sehingga solusi dari
masalah-masalah yang ada pun harus diselesaikan bersama-sama oleh pihak-pihak
yang bertanggung jawab dengan kelangsungan pengembangan TPQ itu sendiri.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Problematika Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan Islam.
2.
Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan
Islam Formal ; Masalah Pembiayaan Madrasah, Masalah Kurikulum, Masalah Kurangnya Motivasi Siswa.
3.
Problematika Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan
Islam Non Formal; Masalah Kurangnya Perhatian Pemerintah, Masalah Kurangnya
Motivasi dalam Pengembangan TPQ.
4.
Solusi Problematika Pendidikan Islam di Lembaga
Pendidikan Islam Formal; Solusi dari masalah pembiayaan Madrasah dapat
diminimalisir dengan memanaj pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan Madrasah.
Solusi dari masalah kurikulum, dalam Perubahan kurikulum sebaiknya
memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada penerapan kurikulum sebelumnya.
Solusi dari masalah kurangnya motivasi siswa dapat diselesaikan dengan cara
memperbaiki hubungan antara guru dan siswa dengan berempati.
5.
Solusi Problematika Pendidikan Islam di Lembaga
Pendidikan Islam Non Formal; Baiknya pihak-pihak yang bermasalah harus lebih
membenahi diri lagi terhadap masalah yang ada.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa
Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis ingin memohon
maaf apabila ada yang kurang berkenan dalam penyusunan Makalah ini. Penulis
sungguh sangat berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Danim Sudarwan, Yanin Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Bandung : Pustaka Setia,
2010
Rohiat,
Manajemen Sekolah, Bandung : PT
Refika Aditama, 2010
Rohmad,
Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta
: TERAS, 2009
Roqib,
M, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta
: LkiS, 2009
Sardiman,
Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2007
[2]M. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hlm. 18
[3]Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010), hlm. 27
[4]Rohiat, Manajemen Sekolah, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010), hlm. 21
[5]Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS,2009) hlm. 41-44
[6]Sardiman A.M, INTERAKSI DAN MOTIVASI BELAJAR-MENGAJAR, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007) hlm. 73-76
[7]M. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hlm. 133-134
[8]Danim Sudarwan, Yanin Danim, Administrasi Sekolah dan manajemen Kelas, (Bandung
: Pustaka Setia, 2010), hlm. 212-213
Tidak ada komentar:
Posting Komentar