Minggu, 07 Mei 2017

1423305218

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA LEMBAGA- LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
(STUDI KASUS DI SD NEGERI 4 PURWANEGARA DAN PONDOK PESANTREN ZAM-ZAM PURWOKERTO)


LAPORAN OBSERVASI

Laporan Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi, S. Ag., M. Si.


Oleh:
SRI GATI RIANING ASTUTI
NIM. 1423305218/ 6 PGMI E









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Dasar Pemikiran Kegiatan
Menurut Undang-Undang RI nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naisonal, kegiatan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini, sejalan dengan tujuan dari pendidikan islam yaitu terbentuknya manusia yang berkepribadian muslim yang sempurna.[1]
Pada pendidikan islam terkandung potensi yang mengacu dua fenomena perkembangan. Pertama, potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi pribadi yang berkualitas baik dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya. Kedua, potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebut, diperlukan ikhtiar kependidikan yang disitematiskan dan berencana berdasarkan pendekatan dan wawasan yang interdisipliner.
Akan tetapi, proses  kependidikan islam di lembaga-lembaga pendidikan islam baik forma maupun non formal seringkali mengalami problema  dalam mencapai tujuan pendidikan islam. Hal ini dipengaruhi perubahan zaman yang membawa problema kehidupan yang kompleks. Maka, lembaga-lembaga pendidikan islam harus mampu mengatasi problema yang terjadi dalam proses kependidikan islam. Sehingga, apa yang menjadi tujuan pendidikan islam dapat tercapai dengan baik.
B.   Tujuan Kegiatan
        Kegiatan observasi ke SD Negeri 4 Purwanegara dan Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk menggambarkan pendidikan islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
2.      Untuk mengetahui problematika pendidikan islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
3.      Untuk mendeskripsikan penerapan mata pelajaran agama islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
C.   Manfaat Kegiatan
        Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan observasi ke SD Negeri 4 Purwanegara dan Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto diantaranya:
1.      Memberikan informasi tentang pendidikan islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
2.      Memberikan informasi tentang problematika pendidikan islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
3.      Memberikan informasi tentang penerapan mata pelajaran agama islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.

BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN OBSERVASI
A.    Tempat dan Waktu Kegiatan
1.    SD Negeri 4 Purwanegara: Kamis, 6 April 2017, pukul 10.30-12.00 WIB.
2.    Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto: Kamis, 20 April 2017, pukul 17.00- 21.00 WIB.
B.     Deskripsi Tempat Obeservasi
1.    SD Negeri 4 Purwanegara
SD Negeri 4 Purwanegara terletak di Jalan Brigjen Encung nomor 7  Purwanegara. Sekolah ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dilihat dari ruang kelas yang layak untuk pembelajaran, ruang guru, kantin, kamar mandi dan juga terdapat lapangan yang bisa digunakan untuk upacara hari senin sekaligus tempat untuk praktek olahraga. SD Negeri 4 Purwanegara masih menerapkan dua kurikulum yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di kelas III dan VI, dan Kurikulum 2013 di kelas I, II, IV, dan V.
2.    Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto
Pondok pesantren Zam-zam Purwokerto terletak di Jalan Tentara Pelajar 41 Purwokerto. Pondok ini didirikan sebagai sikap partisipatif konstruktif edukatif dalam hal peningkatan kemampuan Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) yang diprogramkan oleh IAIN Purwokerto. Pondok pesanren Zam-zam mulai ditetapkan sebagai mitra IAIN Purwokerto sejak 27 April 2015 bersamaan dengan terbitnya surat rekomendasi dari Pusat Penjaminan Mutu (PPM) sekarang disebut Ma’had Ali IAIN PurwokertoNo. Sti.23/LPM/PP.009/53/2015, dengan pengasuh utama Dr. H. Muh. Hizbul Muflihin, M. Pd.
C.    Kronologi Kegiatan
Tahun ajaran 2016/2017, kami mahasiswi dari IAIN Purwokerto mengadakan observasi pada lembaga-lembaga islam untuk mengamati apa saja problematika pendidikan islam pada lembaga-lembaga islam formal dan non formal. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam yang diampu oleh Rahman Afandi, S. Ag., M. Si.
Kamis, 6 April 2017 Saya Sri Gati Rianing Astuti dengan teman saya Aswatun Hasanah melakukan observasi di SD Negeri 4 Purwanegara. Kami menemui kepala SD Negeri 4 Purwanegara untuk meminta izin melakukan observasi dan wawancara dengan bapak Abu Bakar Zuhri, S. Pdi. selaku guru PAI di sekolah tersebut. Setelah mendapat izin dari kepala SD Negeri 4 Purwanegara, kami dipersilahkan untuk mengamati dan berinteraksi langsung dengan warga sekolah tersebut.
Selanjutnya, saya melakukan observasi di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto. Kamis, 20 April 2017 menemui pengasuh utama yaitu Dr. H. Muh. Hizbul Muflihin, M. Pd. untuk wawancara sekaligus melakukan observasi di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto. Diawali dengan mengamati asrama induk sampai proses ta’lim yang ada di pondok pesantren tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN
A.    Problematika Pendidikan Islam di SD Negeri 4 Purwanegara
1.      Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang Monoton
Menurut wawancara yang telah dilakukan dengan bapak Abu Bakar Zuhri, S. Pdi. selaku guru PAI di SD Negeri 4 Purwanegara, beliau mengatakan bahwa dalam pembelajaran PAI yang dilakukan di setiap kelas seringnya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Seperti telah diketahui metode ceramah merupakan cara yang digunakan guru dengan memberikan penjelasan bahan pelajaran untuk ditanggapai oleh para siswa. Sedangkan, metode penugasan merupakan cara yang digunakan guru dengan memberikan tugas-tugas pada siswa untuk diselesaikan.[2]
Metode pembelajaran merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan guru, atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh para siswa dengan baik.[3] Pengertian metode pembelajaran ini erat kaitannya dengan guru, siswa dan materi pelajaran. Dimana guru harus mampu menjadi fasilitator bagi para siswa.
Pembelajaran merupakan aktivitas yang berkesinambungan, artinya pembelajaran bukan sebagai suatu benda atau keadaan yang statis, melainkan suatu rangkaian aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan. Sehingga, selama proses pembelajaran berlangsung, individu akan senantiasa berada dalam berbagai aktivitas yang tidak terepas dari lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang efektif adalah apabila dilakukan secara aktif. Pembelajaran dikelola secara aktif salah satunya apabia guru bisa mengola pembelajaran dengan menggunakan metode yang bervariasi.[4]
Hal tersebut juga berkaitan dengan tujuan yang diharapkan dalam kegiatan pembelajaran akan dicapai manakala seorang guru tersebut mampu mengolah dengan baik atau memiliki seperangkat cara yang tepat. Cara-cara yang tepat oleh seorang guru belum tentu berhasil manakala dipakai oleh guru lain, atau dipakai oleh guru dalam kelas yang berbeda pun akan akan berbeda juga hasilnya.[5]
2.      Aspek Kognitif Menjadi Parameter Utama Pendidikan Agama Islam
Saat ini, kurikulum yang diterapkan di SD Negeri 4 Purwanegara terdapat dua kurikulum yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di kelas III dan VI, dan Kurikulum 2013 di kelas I, II, IV, dan V. Melaksanakan surat ketetapan dari dinas untuk mengganti Kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013, maka dilakukan secara bertahap. Pembelajaran yang diterapkan dalam KTSP dan Kurikulum 2013 sama-sama berbasis pencapaian kompetensi.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diterapkan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sebagai berikut.
a)      Domain Kognitif yaitu peserta didik memiliki pengetahuan faktuan dan konseptual dalam ilmu pengetahuan teknologi, seni dan budaya dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait dengan fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah dan masayaraka.
b)      Domain afektif yaitu peserta didik memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi di lingkungan sosial dan alam di sekitar rumah, sekolah dan tempat bermain.
c)      Domain psikomotorik yaitu peserta didik memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efekti dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuia dengan yang ditugaskan kepadanya dirumah, sekolah dan masyarakat.[6]
Akan tetapi, seperti telah diketahui Pendidikan Agama Islam selama ini lebih mengedepankan aspek kognitif atau hasil pencapaian akhir terhadap suatu mata pelajaran. Sehingga mengakibatkan pelajaran agama menjadi pelajaran teoritis bukan pengalaman atau penghayatan terhadap nilai agama.
Begitu juga dengan SD Negeri 4 Purwanegara, Pendidikan Agama Islam menekankan pencapaian kompetensi pada penguasaan Baca Tulis Al-Qura’an (BTA). Artinya para siswa di sekolah ini diharapkan mampu membaca dan menulis al-Quran dengan baik dan benar. Dilihat dari pencapaian kompetensi Pendidikan Agama Islam, terlihat sekolah ini menekankan aspek kognitif yang menjadi parameter utama dalam Pendidikan Agama Islam. Sangat disayangkan juga lulusan dari SD Negeri 4 Purwanegara ini belum bisa mencapai 100% setiap siswa bisa membaca menulis al-Quran.
3.      Daya Saing Siswa Rendah dalam Pendidikan Agama Islam
Seperti yang telah dikatakan bapak Abu Bakar Zuhri, S. Pdi. selaku guru PAI di SD Negeri 4 Purwanegara, beliau mengatakan bahwa belum bisa menjamin 100% setiap siswa yang lulus dari SD Negeri 4 Purwanegara dapat membaca dan menulis al-Quran. Menurutnya hal tersebut disebabkan dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Ada siswa yang dari keluarga yang pendidikan agama islam yang bagus. Tetapi, ada juga siswa yang dari keluarga dengan pendidikan agama islam yang kurang bagus.
Padahal lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.[7] Dikatakan lingkungan pertama, karena dalam keluarga inilah seorang anak pertama kali mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan lingkungan utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak yaitu dalam keluarga. Orang tua memegang peranan sangat penting dan berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.
Selain disebabkan oleh latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Hal tersebut juga dipengaruhi kurangnya motivasi pada diri setiap siswa. Seperti telah diketahui motivasi merupakan perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.[8] Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar. Motivasi juga sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan, seperti belajar. secara garis besar motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
a)      Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar murid. Belajar tanpa adanya motivasi akan sulit untuk berhasil.
b)      Pengajaran yang bermotivasi, hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada murid.
c)      Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajnasi guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa.
d)     Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam pengajaran erat kaitannya dengan pengaturan disiplin keras. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin di dalam kelas.
e)      Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat esensial dalam proses mengajar.[9]
B.     Problematika Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Mahasiswa Zam-zam Purwokerto
1.      Penyelenggaraan Pembelajaran Tidak Secara Satu Waktu
Menurut wawancara yang dilakukan dengan pengasuh utama Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto. Dilihat dari segi manajement, penyelenggaran pembelajaran tidak dapat dilaksanakan secara satu  waktu. Seperti telah diketahui kebijakan dari IAIN Purwokerto terkait peningkatan kemampuan Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) bagi para mahasiswa.
Jika belum lulus saat ujian BTA-PPI di masa penerimaan mahasiswa baru, maka setiap mahasiswa diwajibkan mondok minimal selama satu tahun saat sudah menjadi mahasiswa IAIN Purwokerto. Mondok selama minimal satu tahun ini menjadi salah syarat agar bisa mengikuti ujian ulang tingkat Ma’had al-Jamiah IAIN Purwokerto.
Akan tetapi, saat sudah mondok ada beberapa santri yang sudah mencapai kriteria untuk mengikuti ujian di Ma’had al-Jami’ah  dan dinyatakan lulus BTA-PPI padahal baru mondok selama enam bulan. Maka, santri tersebut dapat naik kelas dari mustawa awal ke mustawa tsani dengan pembelajaran di mustawa tsani yang sudah terlaksana selama enam bulan. Dengan kata lain, santri tersebut mengkuti materi  lanjutan bukan materi awal di mustawa tsani.
Selain itu, ada beberapa santri yang keluar dari pondok pesantren Zam-zam di tengah penyelenggaraan pembelajaran. Hal ini menyebabkan jumlah santri berkurang. Otomatis pondok membuka penerimaan santri baru. Ketika santri baru sudah mendaftar, maka santri baru tersebut harus mengikuti pembelajaran dengan materi lanjutan. Itulah beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pembelajaran pondok pesantren Zam-zam tidak dapat dilaksanakan secara satu waktu.
2.      Kurikulum Kurang Lengkap
Pondok pesantren Zam-zam Purwokerto bekerja sama dengan IAIN Purwokerto bertujuan agar bisa menghasilkan mahasiswa yang bisa Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah (PPI). Maka pondok ini memiliki prioritas dalam pemberantasan BTA-PPI. Sehingga, berdampak pada kurikulum yang kurang lengkap, seperti ta’lim kitab-kitab di pondok ini tidak diajarkan secara maksimal.
Pada pondok ini yang diajarkan hanya seputar BTA-PPI dengan berbagai buku referesi termasuk buku BTA-PPI cetakan Ma’had al-Jami’ah. Berikut materi yang diajarkan di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto dengan jadwal pelajaran setiap harinya.
a)      Hari Ahad, materi tafsir dan puasa wajib dan sunah.
b)      Hari Senin, muroja’ah juz 30 dan Fiqih.
c)      Hari Selasa, muroja’ah juz 30 dan Tahsinul Kitabah.
d)     Hari Rabu, imla’ ayat atau hadits dan Qur’an Hadist.
e)      Hari Kamis, setoran doa dan dzkir serta Fiqih sunnah.
f)       Hari Jum’at, Tahsinul Qira’ah wa Tahfiz dan ilmu tajwid wa Qiira’ah.
g)      Hari Sabtu, setoran do’a Umrah dan Haji serta Haji dan Umrah.
Jika dilihat dari jadwal pelajaran diatas dapat dikelompokan kategori materi Baca Tulis Al-Qu’an (BTA) yang diajarkan di Pondok Pesntren Zam-zam Purwokerto yaitu: Pertama, muroja’ah juz 30 ialah dimana para santri Zam-zam agar bisa dapat menghafal al-Quran juz 30. Kedua, Tahsinul Kitabah ialah dimana para santri diajarkan menulis al-Quran yang benar. Ketiga, Imla yakni dimana santri agar bisa didikte tulisan arab tentang ayat ataupun hadist. Keempat, Tahsinul Qira’ah yakni dimana para santri diajarkan membaca al-Qur’an yang tartil dan benar.
Sedangkan, yang termasuk materi Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) yang diajarkan di Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto yaitu: Pertama, puasa waji dan sunah yakni para santri diajarkan tentang ayat yang memerintahkan puasa, rukun puasa, hal-hal yang membatalkan puasa dan lain sebagainya. Kedua, fiqih yakni para santri diajarkan terkait hukum-hukum islam yang berlaku. Ketiga, Haji dan Umrah yakni sanri diajarkan doa-doa untuk melaksanakan haji dan umrah, tata caranya dan lain sebagainya.
3.      Metode Pembelajaran yang Monoton
Metode pembelajaran merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan guru dalam menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh para siswa dengan baik.
Menurut observasi yang saya lakukan di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto, banyak santri yang mengantuk bahkan tertidur di kelas saat ta’lim ba’da Isya. Menurut pengamatan, hal ini disebabkan metode pembelajaran yang monoton. Para ustadz sering menggunakan metode ceramah, dimana para santri sekedar menyimak dan memahami. Para ustadz di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto sebenarnya, orang-orang yang memiliki kompetensi paedagogik yang bagus, seperti lulusan Kairo. Akan tetapi, ustadz disini belum pandai dalam penyampaian materi atau penggunaan metode pembelajaran, sehingga metode yang sering digunakan adalah metode ceramah.
Padahal melihat jam ta’lim ba’da isya yang waktunya untuk istirahat karena sudah lelah aktifitas seharian, baik bagi santri-santri ataupun ustadznya. Akan tetapi, dalam pembelajaran seorang ustadz harus mampu mengolah pembelajaran dengan ilmu dan seni. Dimana ilmu yang dimaksud terakait materi pelajaran yang akan disampaikan. Sedangkan seni  yang dimaksud terkait proses penyampaian materi tersebut.
Seperti telah diketahui juga, ta’lim ba’da subhuh dan ta’lim ba’da isya waktu yang digunakan selama satu jam sampai satu setengah jam dalam setiap ta’lim. Semestinya waktu ini benar-benar dimanfaatkan sebaik mungkin untuk proses pembelajaran yakni transfer knowladge and transfer value. Maka, para ustadz harus mampu mengolah pembelajaran dengan baik. Sehingga,  dapat mengurangi bahkan mengatasi jumlah santri-santri yang mengantuk dan apa yang menjadi tujuan bisa tercapai dengan maksimal.
4.      Aspek Kognitif Menjadi Parameter Utama
Pondok pesantren Mahasiswa Zam-zam Purwokerto didirikan sebagai sikap partisipatif konstruktif edukatif dalam hal peningkatan kemampuan Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) yang diprogramkan oleh pihak IAIN Purwokerto. Seperti telah diketahui, untuk mengoptimalkan program peningkatan kompetensi mahasiswa di bidang BTA dan PPI. Maka, sejak 2005 pimpinan IAIN Purwokerto menggulirkan program pesantrenisasi. Ternyata program ini dapat berjalan dengan baik dan cukup mendukung terwujudnya alumni yang berkemampuan dasar BTA dan PPI. Program pesantrenisasi bagi mahasiswa baru IAIN Purwokerto dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pondok pesantren yang ada di wilayah Purwokerto, salah satunya Pondok Pesantren Mahasiswa Zam-zam Purwokerto.
Akan tetapi, pendidikan islam yang dilakukan lebih mengedepankan aspek koginitif atau hasil pencapaian akhir terhadap materi pendidikan islam. Sehingga mengakibatkan pendidikan islam menjadi pelajaran teoritis. Seperti di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto yang menekankan pencapaian kompetensi BTA dan PPI agar bisa memenuhi syarat mengikuti ujian BTA dan PPI yang diprogramkan IAIN Purwokerto.
Hubungan mitra yang dilakukan antara pondok pesantren Zam-zam Purwokerto dengan IAIN Purwokerto, menuntut para santri bisa BTA dan PPI, dengan nantinya diuji oleh pihak Ma’had al-Jami’ah.Sehingga, pondok ini lebih sering menilai hasil akhir pada kemampuan teoritis pengetahuan mengenai ajaran islam. Walaupun dalam pembelajaran juga diajarkan bagaimana prakteknya ibadah. Tetapi dalam pengamalannya masih dirasa kurang.









BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal berusaha menyelenggarakan pendidikan islam. Akan tetapi ada saja yang menjadi problematika pendidikan islam. Seperti, di SD Negeri 4 Purwanegara, diantaranya:Pertama, metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang monoton yaitu menggunakan metode ceramah dan penugasan dalam setiap pembelajaran.Kedua, aspek kognitif menjadi parameter utama pendidikan agama islam yaitu menekankan pencapaian kompetensi pada penguasaan Baca Tulis Al-Qura’an (BTA). Ketiga, daya saing siswa rendah dalam Pendidikan Agama Islam yaitu belum bisa menjamin 100% setiap siswa yang lulus dari SD Negeri 4 Purwanegara dapat membaca dan menulis al-Quran.
Sedangkan, problematika pendidikan islam di Pondok pesantren Zam-zam Purwokerto diantaranya: Pertama, Penyelenggaraan Pembelajaran Tidak Secara Satu Waktu yaitu santri yang naik mustawa tsani dan santri baru yang masuk di tengah penyelenggaraan pembelajaran menyebabkan santri tersebut harus memulai pembelajaran dengan materi lanjutan. Kedua, kurikulum kurang lengkap yaitu tidak dapat menyentuh materi pendidikan islam secara maksimal. Ketiga, metode pembelajaran yang monoton yaitu  para ustadz seringnya hanya menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Keempat, aspek kognitif menjadi parameter utama yaitu sering menilai hasil akhir pada kemampuan teoritis pengetahuan BTA-PPI.
B.     Saran
Menanggapi dari problematika pendidikan islam yang terjadi di lembaga pendidikan formal maupun formal. Menurut saya, setiap lembaga bisa berusaha dalam mengurangi atau mengatasi dari problematika yang dihadapi dalam penyelenggaran pendidikan islam. Seperti problematika yang terjadi di SDN 4 Purwanegara dan Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto berikut.
1.      Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang monoton. Maka, yang dapat dilakukan yaitu setiap guru melakukan evaluasi diri terkait pembelajaran yang dilakukan. Hal ini berlaku di lembaga pendidikan formal maupun non formal. Guru di SDN 4 Purwanegara atau ustadz di Pondok pesantren Zam-zam Purwokerto harus mau belajar dalam mengolah pembelajaran. Seperti belajar menerapkan metode yang variasi saat pembelajaran di kelas. Seperti telah diketahui juga, tujuan kegiatan pembelajaran akan dicapai manakala seorang guru tersebut mampu mengolah dengan baik atau memiliki seperangkat cara yang tepat. Sedangkan, cara-cara yang tepat oleh seorang guru belum tentu berhasil manakala dipakai oleh guru lain, atau dipakai oleh guru dalam kelas yang berbeda pun akan akan berbeda juga hasilnya.
2.      Aspek kognitif menjadi parameter utama Pendidikan Agama Islam (PAI). Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan kembali pada tujuan kurikulum diselenggarakan pendidikan yakni siswa mampu mecapai ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Maka, guru maupun ustadz sebagai yang berperan dalam pendidikan islam harus mampu mengasah tiga kemampuan tersebut. Upaya mengasah psikomotorik siswa maupun santri dengan sering melakukan praktek pengamalan pendidikan islam kedalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, upaya mengasah afektif siswa maupun santri bisa dengan melihat sikap kesehariannya. Jika di SDN 4 Puwangera bisa dengan melihat apakah siswa antusias membaca al-Quran. Senang menulis ayat al-Qur’an dan lain sebagainya. Sedangkan, jika di Pondok Pesnatren Zam-zam bisa dengan melihat apakah santri serius mengikuti ta’lim ba’da subhuh dan ba’da Isya. Apakah sering mengkritisi materi kajian BTA-PPI saat ta’lim dan lain sebagainya.
3.      Daya saing siswa rendah dalam Pendidikan Agama Islam. Hal ini disebabkan latar belakang keluarga yang berbeda-beda dan dipengaruhi kurangnya motivasi pada diri setiap siswa. Maka, yang dapat dilakukan seorang guru khususnya guru PAI dapat menanamkan motivasi islami. Caranya dapat dilakukan seperti selalu menanyakan “Sudahkan anak-anak  melaksanakan fastabikhul khairat hari ini, seperti membaca al-Quran?” Dapat juga dilakukan dengan cara seorang guru, mengadakan bagi-bagi hadiah kepada siswa-siswa yang giat membaca al-Quran. Dengan begitu secara bertahap siswa akan terdorong untuk giat belajar dan akan meningkatkan daya saing siswa dalam Pendidikan Agama islam.
4.      Penyelenggaraan pembelajaran tidak secara satu waktu yaitu santri yang naik mustawa tsani dan santri baru yang masuk di tengah penyelenggaraan pembelajaran menyebabkan santri tersebut harus memulai pembelajaran dengan materi lanjutan. Menanggapi hal ini, yang dapat dilakukan ialah mengadakan program dimana setiap santri dibentuk kelompok secara heterogen termasuk santri yang baru masuk ikut dikelompokan juga. Tugasnya adalah setiap anggota kelompok yang satu bertanggung jawab pada pemahaman materi pelajaran ta’lim anggota kelompok yang lain. Dengan demikian, setidaknya santri baru tersebut dapat mengikuti pembelajaran lanjutan dan setiap santri dapat belajar serta pandai BTA-PPI secara bersama-sama.
5.      Kurikulum kurang lengkap. Dilihat dari segi materi yang belum maksimal di pondok ini ialah ta’lim kitab-kitab. Menanggapi hal ini sebaiknya pengasuh utama pondok pesantren Zam-zam Purwokerto bisa menambah kebijakan terkait pembelajaran ta’lim kitab yaitu dengan memasukkan jadwal ta’lim walau hanya satu kali seminggu. Hal terpenting ialah dilakukannya rutin. Selanjutnya, tetap diadakan penilaian dan pengayaan. Dengan demikian, para santri memiliki banyak pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat. Nantinya, bisa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk mengajarkan orang lain.







Daftar Pustaka
Arifin, Muzayyin. 2008. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kurniawan, Heru. 2015. Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenadamedoa Group.

Maunah, Binti. 2009. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Teras.

Sunhaji. 2009. Stretegi Pembelajaran: Konsep Dasar Metode dan Aplikasi dalam Proses Belajar Mengajar. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press.

Surya, Muhammad. 2014. Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi. Bandung: CV Alfabeta.

Tafsir, Ahmad. 2011. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.





[1]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 46.
[2]Heru Kurniawan, Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia Kurikulum 2013, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 81.
[3]Sunhaji, Stretegi Pembelajaran: Konsep Dasar Metode dan Aplikasi dalam Proses Belajar Mengajar, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2009), hlm. 39.
[4]Mohammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, (Bandung: CV Alfabeta, 2014), hlm. 113.
[5] Sunhaji, Stretegi Pembelajaran: Konsep Dasar Metode dan Aplikasi dalam Proses Belajar Mengajar, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2009), hlm. 38.
[6] Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 97.
[7]Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 96.
[8]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm 158.
[9]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm 162. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar