PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM PADA
LEMBAGA- LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM FORMAL DAN NON FORMAL
(STUDI KASUS DI SD NEGERI 4 PURWANEGARA
DAN PONDOK PESANTREN ZAM-ZAM PURWOKERTO)
LAPORAN OBSERVASI
Laporan Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rahman Afandi, S. Ag.,
M. Si.
Oleh:
SRI GATI RIANING ASTUTI
NIM. 1423305218/ 6 PGMI E
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran Kegiatan
Menurut Undang-Undang RI
nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naisonal, kegiatan pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Tujuan ini, sejalan dengan tujuan dari pendidikan islam
yaitu terbentuknya manusia yang berkepribadian muslim yang sempurna.[1]
Pada pendidikan islam
terkandung potensi yang mengacu dua fenomena perkembangan. Pertama,
potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi
pribadi yang berkualitas baik dan menyandang derajat mulia melebihi
makhluk-makhluk lainnya. Kedua, potensi perkembangan kehidupan manusia
sebagai khalifah di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap
lingkungan sekitarnya. Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebut,
diperlukan ikhtiar kependidikan yang disitematiskan dan berencana berdasarkan
pendekatan dan wawasan yang interdisipliner.
Akan tetapi, proses kependidikan islam di lembaga-lembaga
pendidikan islam baik forma maupun non formal seringkali mengalami
problema dalam mencapai tujuan
pendidikan islam. Hal ini dipengaruhi perubahan zaman yang membawa problema
kehidupan yang kompleks. Maka, lembaga-lembaga pendidikan islam harus mampu
mengatasi problema yang terjadi dalam proses kependidikan islam. Sehingga, apa
yang menjadi tujuan pendidikan islam dapat tercapai dengan baik.
B. Tujuan Kegiatan
Kegiatan observasi ke SD Negeri 4 Purwanegara dan Pondok
Pesantren Zam-zam Purwokerto dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk menggambarkan pendidikan islam di lembaga-lembaga
pendidikan islam formal dan non formal.
2.
Untuk mengetahui problematika pendidikan islam di
lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
3.
Untuk mendeskripsikan penerapan mata pelajaran agama islam
di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
C. Manfaat Kegiatan
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan observasi ke SD
Negeri 4 Purwanegara dan Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto diantaranya:
1.
Memberikan informasi tentang pendidikan islam di
lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
2.
Memberikan informasi tentang problematika pendidikan islam
di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
3.
Memberikan informasi tentang penerapan mata pelajaran
agama islam di lembaga-lembaga pendidikan islam formal dan non formal.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
OBSERVASI
A. Tempat dan Waktu Kegiatan
1. SD Negeri 4 Purwanegara:
Kamis, 6 April 2017, pukul 10.30-12.00 WIB.
2. Pondok Pesantren Zam-zam
Purwokerto: Kamis, 20 April 2017, pukul 17.00- 21.00 WIB.
B. Deskripsi Tempat Obeservasi
1. SD Negeri 4 Purwanegara
SD Negeri 4 Purwanegara
terletak di Jalan Brigjen Encung nomor 7
Purwanegara. Sekolah ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai,
dilihat dari ruang kelas yang layak untuk pembelajaran, ruang guru, kantin, kamar
mandi dan juga terdapat lapangan yang bisa digunakan untuk upacara hari senin
sekaligus tempat untuk praktek olahraga. SD Negeri 4 Purwanegara masih
menerapkan dua kurikulum yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di
kelas III dan VI, dan Kurikulum 2013 di kelas I, II, IV, dan V.
2. Pondok Pesantren Zam-zam
Purwokerto
Pondok pesantren Zam-zam
Purwokerto terletak di Jalan Tentara Pelajar 41 Purwokerto. Pondok ini
didirikan sebagai sikap partisipatif konstruktif edukatif dalam hal peningkatan
kemampuan Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) yang
diprogramkan oleh IAIN Purwokerto. Pondok pesanren Zam-zam mulai ditetapkan
sebagai mitra IAIN Purwokerto sejak 27 April 2015 bersamaan dengan terbitnya
surat rekomendasi dari Pusat Penjaminan Mutu (PPM) sekarang disebut Ma’had Ali
IAIN PurwokertoNo. Sti.23/LPM/PP.009/53/2015, dengan pengasuh utama Dr. H. Muh.
Hizbul Muflihin, M. Pd.
C. Kronologi Kegiatan
Tahun ajaran 2016/2017, kami
mahasiswi dari IAIN Purwokerto mengadakan observasi pada lembaga-lembaga islam
untuk mengamati apa saja problematika pendidikan islam pada lembaga-lembaga
islam formal dan non formal. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam
yang diampu oleh Rahman Afandi, S. Ag., M. Si.
Kamis, 6 April 2017 Saya Sri
Gati Rianing Astuti dengan teman saya Aswatun Hasanah melakukan observasi di SD
Negeri 4 Purwanegara. Kami menemui kepala SD Negeri 4 Purwanegara untuk meminta
izin melakukan observasi dan wawancara dengan bapak Abu Bakar Zuhri, S. Pdi.
selaku guru PAI di sekolah tersebut. Setelah mendapat izin dari kepala SD
Negeri 4 Purwanegara, kami dipersilahkan untuk mengamati dan berinteraksi
langsung dengan warga sekolah tersebut.
Selanjutnya, saya melakukan
observasi di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto. Kamis, 20 April 2017 menemui
pengasuh utama yaitu Dr. H. Muh. Hizbul Muflihin, M. Pd. untuk wawancara
sekaligus melakukan observasi di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto. Diawali
dengan mengamati asrama induk sampai proses ta’lim yang ada di pondok pesantren
tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Problematika Pendidikan Islam
di SD Negeri 4 Purwanegara
1. Metode Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam yang Monoton
Menurut wawancara yang telah
dilakukan dengan bapak Abu Bakar Zuhri, S. Pdi. selaku guru PAI di SD Negeri 4
Purwanegara, beliau mengatakan bahwa dalam pembelajaran PAI yang dilakukan di
setiap kelas seringnya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Seperti telah
diketahui metode ceramah merupakan cara yang digunakan guru dengan memberikan
penjelasan bahan pelajaran untuk ditanggapai oleh para siswa. Sedangkan, metode
penugasan merupakan cara yang digunakan guru dengan memberikan tugas-tugas pada
siswa untuk diselesaikan.[2]
Metode pembelajaran merupakan
suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan guru, atau
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual
atau secara kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan
dimanfaatkan oleh para siswa dengan baik.[3]
Pengertian metode pembelajaran ini erat kaitannya dengan guru, siswa dan materi
pelajaran. Dimana guru harus mampu menjadi fasilitator bagi para siswa.
Pembelajaran merupakan
aktivitas yang berkesinambungan, artinya pembelajaran bukan sebagai suatu benda
atau keadaan yang statis, melainkan suatu rangkaian aktivitas yang dinamis dan
saling berkaitan. Sehingga, selama proses pembelajaran berlangsung, individu
akan senantiasa berada dalam berbagai aktivitas yang tidak terepas dari
lingkungannya. Dengan demikian, suatu pembelajaran yang efektif adalah apabila
dilakukan secara aktif. Pembelajaran dikelola secara aktif salah satunya apabia
guru bisa mengola pembelajaran dengan menggunakan metode yang bervariasi.[4]
Hal tersebut juga berkaitan
dengan tujuan yang diharapkan dalam kegiatan pembelajaran akan dicapai manakala
seorang guru tersebut mampu mengolah dengan baik atau memiliki seperangkat cara
yang tepat. Cara-cara yang tepat oleh seorang guru belum tentu berhasil
manakala dipakai oleh guru lain, atau dipakai oleh guru dalam kelas yang
berbeda pun akan akan berbeda juga hasilnya.[5]
2. Aspek Kognitif Menjadi
Parameter Utama Pendidikan Agama Islam
Saat ini, kurikulum yang
diterapkan di SD Negeri 4 Purwanegara terdapat dua kurikulum yaitu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di kelas III dan VI, dan Kurikulum 2013 di
kelas I, II, IV, dan V. Melaksanakan surat ketetapan dari dinas untuk mengganti
Kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013, maka dilakukan secara bertahap.
Pembelajaran yang diterapkan dalam KTSP dan Kurikulum 2013 sama-sama berbasis
pencapaian kompetensi.
Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) yang diterapkan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sebagai berikut.
a) Domain Kognitif yaitu peserta
didik memiliki pengetahuan faktuan dan konseptual dalam ilmu pengetahuan
teknologi, seni dan budaya dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan
dan peradaban terkait dengan fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah
dan masayaraka.
b) Domain afektif yaitu peserta
didik memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang yang beriman, berakhlak
mulia, percaya diri dan bertanggung jawab dalam berinteraksi di lingkungan
sosial dan alam di sekitar rumah, sekolah dan tempat bermain.
c) Domain psikomotorik yaitu
peserta didik memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efekti dan kreatif dalam
ranah abstrak dan konkret sesuia dengan yang ditugaskan kepadanya dirumah,
sekolah dan masyarakat.[6]
Akan tetapi, seperti telah
diketahui Pendidikan Agama Islam selama ini lebih mengedepankan aspek kognitif
atau hasil pencapaian akhir terhadap suatu mata pelajaran. Sehingga
mengakibatkan pelajaran agama menjadi pelajaran teoritis bukan pengalaman atau
penghayatan terhadap nilai agama.
Begitu juga dengan SD Negeri
4 Purwanegara, Pendidikan Agama Islam menekankan pencapaian kompetensi pada
penguasaan Baca Tulis Al-Qura’an (BTA). Artinya para siswa di sekolah ini
diharapkan mampu membaca dan menulis al-Quran dengan baik dan benar. Dilihat
dari pencapaian kompetensi Pendidikan Agama Islam, terlihat sekolah ini
menekankan aspek kognitif yang menjadi parameter utama dalam Pendidikan Agama
Islam. Sangat disayangkan juga lulusan dari SD Negeri 4 Purwanegara ini belum
bisa mencapai 100% setiap siswa bisa membaca menulis al-Quran.
3. Daya Saing Siswa Rendah dalam
Pendidikan Agama Islam
Seperti yang telah dikatakan
bapak Abu Bakar Zuhri, S. Pdi. selaku guru PAI di SD Negeri 4 Purwanegara,
beliau mengatakan bahwa belum bisa menjamin 100% setiap siswa yang lulus dari
SD Negeri 4 Purwanegara dapat membaca dan menulis al-Quran. Menurutnya hal
tersebut disebabkan dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Ada siswa
yang dari keluarga yang pendidikan agama islam yang bagus. Tetapi, ada juga
siswa yang dari keluarga dengan pendidikan agama islam yang kurang bagus.
Padahal lingkungan keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.[7]
Dikatakan lingkungan pertama, karena dalam keluarga inilah seorang anak pertama
kali mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan lingkungan utama, karena
sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga, sehingga pendidikan
yang paling banyak diterima oleh anak yaitu dalam keluarga. Orang tua memegang
peranan sangat penting dan berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.
Selain disebabkan oleh latar
belakang keluarga yang berbeda-beda. Hal tersebut juga dipengaruhi kurangnya
motivasi pada diri setiap siswa. Seperti telah diketahui motivasi merupakan
perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.[8]
Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan.
Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar.
Motivasi juga sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat
atau lambatnya suatu pekerjaan, seperti belajar. secara garis besar motivasi
mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
a) Motivasi menentukan tingkat
berhasil atau gagalnya perbuatan belajar murid. Belajar tanpa adanya motivasi
akan sulit untuk berhasil.
b) Pengajaran yang bermotivasi,
hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan,
motif, minat yang ada pada murid.
c) Pengajaran yang bermotivasi
menuntut kreativitas dan imajnasi guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh
mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara
motivasi belajar siswa.
d) Berhasil atau gagalnya dalam
membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam pengajaran erat kaitannya dengan
pengaturan disiplin keras. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya
masalah disiplin di dalam kelas.
e) Asas motivasi menjadi salah
satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi
dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi
faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas
motivasi adalah sangat esensial dalam proses mengajar.[9]
B. Problematika Pendidikan Islam
di Pondok Pesantren Mahasiswa Zam-zam Purwokerto
1. Penyelenggaraan Pembelajaran
Tidak Secara Satu Waktu
Menurut wawancara yang
dilakukan dengan pengasuh utama Pondok Pesantren Zam-zam Purwokerto. Dilihat
dari segi manajement, penyelenggaran pembelajaran tidak dapat dilaksanakan
secara satu waktu. Seperti telah
diketahui kebijakan dari IAIN Purwokerto terkait peningkatan kemampuan Baca
Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) bagi para mahasiswa.
Jika belum lulus saat ujian
BTA-PPI di masa penerimaan mahasiswa baru, maka setiap mahasiswa diwajibkan
mondok minimal selama satu tahun saat sudah menjadi mahasiswa IAIN Purwokerto.
Mondok selama minimal satu tahun ini menjadi salah syarat agar bisa mengikuti
ujian ulang tingkat Ma’had al-Jamiah IAIN Purwokerto.
Akan tetapi, saat sudah
mondok ada beberapa santri yang sudah mencapai kriteria untuk mengikuti ujian
di Ma’had al-Jami’ah dan dinyatakan
lulus BTA-PPI padahal baru mondok selama enam bulan. Maka, santri tersebut dapat
naik kelas dari mustawa awal ke mustawa tsani dengan pembelajaran di mustawa
tsani yang sudah terlaksana selama enam bulan. Dengan kata lain, santri
tersebut mengkuti materi lanjutan bukan
materi awal di mustawa tsani.
Selain itu, ada beberapa
santri yang keluar dari pondok pesantren Zam-zam di tengah penyelenggaraan
pembelajaran. Hal ini menyebabkan jumlah santri berkurang. Otomatis pondok
membuka penerimaan santri baru. Ketika santri baru sudah mendaftar, maka santri
baru tersebut harus mengikuti pembelajaran dengan materi lanjutan. Itulah
beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pembelajaran pondok pesantren
Zam-zam tidak dapat dilaksanakan secara satu waktu.
2. Kurikulum Kurang Lengkap
Pondok pesantren Zam-zam
Purwokerto bekerja sama dengan IAIN Purwokerto bertujuan agar bisa menghasilkan
mahasiswa yang bisa Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek Pengamalan Ibadah
(PPI). Maka pondok ini memiliki prioritas dalam pemberantasan BTA-PPI. Sehingga,
berdampak pada kurikulum yang kurang lengkap, seperti ta’lim kitab-kitab di
pondok ini tidak diajarkan secara maksimal.
Pada pondok ini yang
diajarkan hanya seputar BTA-PPI dengan berbagai buku referesi termasuk buku
BTA-PPI cetakan Ma’had al-Jami’ah. Berikut materi yang diajarkan di pondok
pesantren Zam-zam Purwokerto dengan jadwal pelajaran setiap harinya.
a) Hari Ahad, materi tafsir dan
puasa wajib dan sunah.
b) Hari Senin, muroja’ah juz 30
dan Fiqih.
c) Hari Selasa, muroja’ah juz 30
dan Tahsinul Kitabah.
d) Hari Rabu, imla’ ayat atau
hadits dan Qur’an Hadist.
e) Hari Kamis, setoran doa dan
dzkir serta Fiqih sunnah.
f) Hari Jum’at, Tahsinul Qira’ah
wa Tahfiz dan ilmu tajwid wa Qiira’ah.
g) Hari Sabtu, setoran do’a
Umrah dan Haji serta Haji dan Umrah.
Jika dilihat dari jadwal
pelajaran diatas dapat dikelompokan kategori materi Baca Tulis Al-Qu’an (BTA)
yang diajarkan di Pondok Pesntren Zam-zam Purwokerto yaitu: Pertama,
muroja’ah juz 30 ialah dimana para santri Zam-zam agar bisa dapat menghafal
al-Quran juz 30. Kedua, Tahsinul Kitabah ialah dimana para santri
diajarkan menulis al-Quran yang benar. Ketiga, Imla yakni dimana santri
agar bisa didikte tulisan arab tentang ayat ataupun hadist. Keempat,
Tahsinul Qira’ah yakni dimana para santri diajarkan membaca al-Qur’an yang tartil
dan benar.
Sedangkan, yang termasuk
materi Praktek Pengamalan Ibadah (PPI) yang diajarkan di Pondok Pesantren
Zam-zam Purwokerto yaitu: Pertama, puasa waji dan sunah yakni para
santri diajarkan tentang ayat yang memerintahkan puasa, rukun puasa, hal-hal
yang membatalkan puasa dan lain sebagainya. Kedua, fiqih yakni para
santri diajarkan terkait hukum-hukum islam yang berlaku. Ketiga, Haji
dan Umrah yakni sanri diajarkan doa-doa untuk melaksanakan haji dan umrah, tata
caranya dan lain sebagainya.
3. Metode Pembelajaran yang
Monoton
Metode pembelajaran merupakan
suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan guru dalam
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran itu dapat
diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh para siswa dengan baik.
Menurut observasi yang saya
lakukan di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto, banyak santri yang mengantuk
bahkan tertidur di kelas saat ta’lim ba’da Isya. Menurut pengamatan, hal ini
disebabkan metode pembelajaran yang monoton. Para ustadz sering menggunakan
metode ceramah, dimana para santri sekedar menyimak dan memahami. Para ustadz
di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto sebenarnya, orang-orang yang memiliki
kompetensi paedagogik yang bagus, seperti lulusan Kairo. Akan tetapi, ustadz
disini belum pandai dalam penyampaian materi atau penggunaan metode
pembelajaran, sehingga metode yang sering digunakan adalah metode ceramah.
Padahal melihat jam ta’lim
ba’da isya yang waktunya untuk istirahat karena sudah lelah aktifitas seharian,
baik bagi santri-santri ataupun ustadznya. Akan tetapi, dalam pembelajaran
seorang ustadz harus mampu mengolah pembelajaran dengan ilmu dan seni. Dimana
ilmu yang dimaksud terakait materi pelajaran yang akan disampaikan. Sedangkan
seni yang dimaksud terkait proses
penyampaian materi tersebut.
Seperti telah diketahui juga,
ta’lim ba’da subhuh dan ta’lim ba’da isya waktu yang digunakan selama satu jam
sampai satu setengah jam dalam setiap ta’lim. Semestinya waktu ini benar-benar
dimanfaatkan sebaik mungkin untuk proses pembelajaran yakni transfer
knowladge and transfer value. Maka, para ustadz harus mampu mengolah
pembelajaran dengan baik. Sehingga, dapat mengurangi bahkan mengatasi jumlah
santri-santri yang mengantuk dan apa yang menjadi tujuan bisa tercapai dengan
maksimal.
4. Aspek Kognitif Menjadi
Parameter Utama
Pondok pesantren Mahasiswa
Zam-zam Purwokerto didirikan sebagai sikap partisipatif konstruktif edukatif
dalam hal peningkatan kemampuan Baca Tulis Al-Quran (BTA) dan Praktek
Pengamalan Ibadah (PPI) yang diprogramkan oleh pihak IAIN Purwokerto. Seperti
telah diketahui, untuk mengoptimalkan program peningkatan kompetensi mahasiswa
di bidang BTA dan PPI. Maka, sejak 2005 pimpinan IAIN Purwokerto menggulirkan
program pesantrenisasi. Ternyata program ini dapat berjalan dengan baik dan
cukup mendukung terwujudnya alumni yang berkemampuan dasar BTA dan PPI. Program
pesantrenisasi bagi mahasiswa baru IAIN Purwokerto dilakukan dengan melakukan
kerjasama dengan pondok pesantren yang ada di wilayah Purwokerto, salah satunya
Pondok Pesantren Mahasiswa Zam-zam Purwokerto.
Akan tetapi, pendidikan islam
yang dilakukan lebih mengedepankan aspek koginitif atau hasil pencapaian akhir
terhadap materi pendidikan islam. Sehingga mengakibatkan pendidikan islam
menjadi pelajaran teoritis. Seperti di pondok pesantren Zam-zam Purwokerto yang
menekankan pencapaian kompetensi BTA dan PPI agar bisa memenuhi syarat
mengikuti ujian BTA dan PPI yang diprogramkan IAIN Purwokerto.
Hubungan mitra yang dilakukan
antara pondok pesantren Zam-zam Purwokerto dengan IAIN Purwokerto, menuntut
para santri bisa BTA dan PPI, dengan nantinya diuji oleh pihak Ma’had
al-Jami’ah.Sehingga, pondok ini lebih sering menilai hasil akhir pada kemampuan
teoritis pengetahuan mengenai ajaran islam. Walaupun dalam pembelajaran juga
diajarkan bagaimana prakteknya ibadah. Tetapi dalam pengamalannya masih dirasa
kurang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap lembaga pendidikan,
baik formal maupun non formal berusaha menyelenggarakan pendidikan islam. Akan
tetapi ada saja yang menjadi problematika pendidikan islam. Seperti, di SD
Negeri 4 Purwanegara, diantaranya:Pertama, metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang monoton yaitu menggunakan metode ceramah dan
penugasan dalam setiap pembelajaran.Kedua, aspek kognitif menjadi
parameter utama pendidikan agama islam yaitu menekankan pencapaian kompetensi
pada penguasaan Baca Tulis Al-Qura’an (BTA). Ketiga, daya saing siswa
rendah dalam Pendidikan Agama Islam yaitu belum bisa menjamin 100% setiap siswa
yang lulus dari SD Negeri 4 Purwanegara dapat membaca dan menulis al-Quran.
Sedangkan, problematika
pendidikan islam di Pondok pesantren Zam-zam Purwokerto diantaranya: Pertama,
Penyelenggaraan Pembelajaran Tidak Secara Satu Waktu yaitu santri yang naik
mustawa tsani dan santri baru yang masuk di tengah penyelenggaraan pembelajaran
menyebabkan santri tersebut harus memulai pembelajaran dengan materi lanjutan. Kedua,
kurikulum kurang lengkap yaitu tidak dapat menyentuh materi pendidikan islam
secara maksimal. Ketiga, metode pembelajaran yang monoton yaitu para ustadz seringnya hanya menggunakan
metode ceramah dalam pembelajaran. Keempat, aspek kognitif menjadi
parameter utama yaitu sering menilai hasil akhir pada kemampuan teoritis
pengetahuan BTA-PPI.
B. Saran
Menanggapi dari problematika
pendidikan islam yang terjadi di lembaga pendidikan formal maupun formal.
Menurut saya, setiap lembaga bisa berusaha dalam mengurangi atau mengatasi dari
problematika yang dihadapi dalam penyelenggaran pendidikan islam. Seperti
problematika yang terjadi di SDN 4 Purwanegara dan Pondok Pesantren Zam-zam
Purwokerto berikut.
1. Metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang monoton. Maka, yang dapat dilakukan yaitu
setiap guru melakukan evaluasi diri terkait pembelajaran yang dilakukan. Hal
ini berlaku di lembaga pendidikan formal maupun non formal. Guru di SDN 4
Purwanegara atau ustadz di Pondok pesantren Zam-zam Purwokerto harus mau
belajar dalam mengolah pembelajaran. Seperti belajar menerapkan metode yang
variasi saat pembelajaran di kelas. Seperti telah diketahui juga, tujuan
kegiatan pembelajaran akan dicapai manakala seorang guru tersebut mampu
mengolah dengan baik atau memiliki seperangkat cara yang tepat. Sedangkan,
cara-cara yang tepat oleh seorang guru belum tentu berhasil manakala dipakai
oleh guru lain, atau dipakai oleh guru dalam kelas yang berbeda pun akan akan
berbeda juga hasilnya.
2. Aspek kognitif menjadi
parameter utama Pendidikan Agama Islam (PAI). Hal yang dapat dilakukan yaitu
dengan kembali pada tujuan kurikulum diselenggarakan pendidikan yakni siswa
mampu mecapai ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Maka, guru maupun
ustadz sebagai yang berperan dalam pendidikan islam harus mampu mengasah tiga
kemampuan tersebut. Upaya mengasah psikomotorik siswa maupun santri dengan
sering melakukan praktek pengamalan pendidikan islam kedalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan, upaya mengasah afektif siswa maupun santri bisa dengan
melihat sikap kesehariannya. Jika di SDN 4 Puwangera bisa dengan melihat apakah
siswa antusias membaca al-Quran. Senang menulis ayat al-Qur’an dan lain
sebagainya. Sedangkan, jika di Pondok Pesnatren Zam-zam bisa dengan melihat
apakah santri serius mengikuti ta’lim ba’da subhuh dan ba’da Isya. Apakah
sering mengkritisi materi kajian BTA-PPI saat ta’lim dan lain sebagainya.
3. Daya saing siswa rendah dalam
Pendidikan Agama Islam. Hal ini disebabkan latar belakang keluarga yang
berbeda-beda dan dipengaruhi kurangnya motivasi pada diri setiap siswa. Maka,
yang dapat dilakukan seorang guru khususnya guru PAI dapat menanamkan motivasi
islami. Caranya dapat dilakukan seperti selalu menanyakan “Sudahkan
anak-anak melaksanakan fastabikhul
khairat hari ini, seperti membaca al-Quran?” Dapat juga dilakukan dengan
cara seorang guru, mengadakan bagi-bagi hadiah kepada siswa-siswa yang giat membaca
al-Quran. Dengan begitu secara bertahap siswa akan terdorong untuk giat belajar
dan akan meningkatkan daya saing siswa dalam Pendidikan Agama islam.
4. Penyelenggaraan pembelajaran
tidak secara satu waktu yaitu santri yang naik mustawa tsani dan santri baru
yang masuk di tengah penyelenggaraan pembelajaran menyebabkan santri tersebut
harus memulai pembelajaran dengan materi lanjutan. Menanggapi hal ini, yang
dapat dilakukan ialah mengadakan program dimana setiap santri dibentuk kelompok
secara heterogen termasuk santri yang baru masuk ikut dikelompokan juga.
Tugasnya adalah setiap anggota kelompok yang satu bertanggung jawab pada
pemahaman materi pelajaran ta’lim anggota kelompok yang lain. Dengan demikian,
setidaknya santri baru tersebut dapat mengikuti pembelajaran lanjutan dan
setiap santri dapat belajar serta pandai BTA-PPI secara bersama-sama.
5. Kurikulum kurang lengkap.
Dilihat dari segi materi yang belum maksimal di pondok ini ialah ta’lim
kitab-kitab. Menanggapi hal ini sebaiknya pengasuh utama pondok pesantren
Zam-zam Purwokerto bisa menambah kebijakan terkait pembelajaran ta’lim kitab
yaitu dengan memasukkan jadwal ta’lim walau hanya satu kali seminggu. Hal
terpenting ialah dilakukannya rutin. Selanjutnya, tetap diadakan penilaian dan
pengayaan. Dengan demikian, para santri memiliki banyak pengetahuan dan ilmu
yang bermanfaat. Nantinya, bisa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari ataupun
untuk mengajarkan orang lain.
Daftar Pustaka
Arifin, Muzayyin. 2008. Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kurniawan, Heru. 2015. Pembelajaran
Kreatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenadamedoa Group.
Maunah, Binti. 2009. Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: Teras.
Sunhaji. 2009. Stretegi Pembelajaran: Konsep Dasar Metode dan Aplikasi
dalam Proses Belajar Mengajar. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press.
Surya, Muhammad. 2014. Psikologi Guru
Konsep dan Aplikasi. Bandung: CV Alfabeta.
Tafsir, Ahmad. 2011. Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Desain
Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
[1]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 46.
[2]Heru Kurniawan, Pembelajaran Kreatif Bahasa Indonesia Kurikulum 2013,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 81.
[3]Sunhaji, Stretegi Pembelajaran: Konsep Dasar Metode dan Aplikasi dalam
Proses Belajar Mengajar, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2009), hlm.
39.
[4]Mohammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, (Bandung: CV
Alfabeta, 2014), hlm. 113.
[5] Sunhaji, Stretegi Pembelajaran: Konsep Dasar Metode dan Aplikasi dalam
Proses Belajar Mengajar, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2009), hlm.
38.
[6] Novan Ardy Wiyani, Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang
Pembelajaran Menuju Pencapaian Kompetensi, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media,
2013), hlm. 97.
[7]Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 96.
[8]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011), hlm 158.
[9]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011), hlm 162.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar